Distance gives us a reason to love harder.
– Anon
Hai sobat blogger dan pembaca setia blog liza-fathia.com tercinta, pada postingan kali ini saya ingin menulis tentang Cerita LDR setelah menikah yang saya alami. Mulai dari cerita LDR beda negara sampai cerita LDR beda kota. Kok banyak banget? Enggak banyak kok, cuma 2. Seperti sinetron yang kalau ratingnya bagus ada session 1 dan session 2, begitu juga dengan kisah long distance relationship saya.
Cerita LDR sesion pertama adalah setelah kami menikah. Saya dan suami tidak menjalani proses pacaran, lebih kurang dua tahun kami berteman sampai akhirnya timbul ketertarikan satu sama lain dan memutuskan untuk menikah. Sejak sebelum menikah, suami sudah tinggal di Berlin, Jerman untuk melanjutkan studi master dan doktoralnya. Jadi waktu lamaran dan menikah, suami pulang sebentar, lalu kembali lagi keperantauan. Sebentar bukan satu dua hari, tapi dua tiga bulan. Ya, kami sempat menikmati honeymoon bersama-sama selama dua bulan sebelum tinggal berjauhan (lagi).
Ada sih keinginan untuk ikut suami ke luar negeri sana termasuk membayangkan mau ngapain aja selama di Berlin nanti. Yang pasti saya mau jalan-jalan, makan-makan, foto-foto, dan menuliskannya di blog. Ya, seperti blogger kebanyakan. Tapi karena saat itu saya sedang melaksanakan program internship di sebuah rumah sakit di Bireuen, salah satuh kabupaten di Aceh, jadi keinginan tersebut ditunda. Suami maunya saya melanjutkan kuliah ketika ikut dengannya nanti. Jadi, sambil menunggu internship selesai, saya pun mempersiapkan diri dengan belajar, #ceileee.
Disela-sela menjalani profesi sebagai dokter internship, saya dinyatakan positif hamil oleh dokter. Sayangnya, kehamilan saya hanya bertahan 10 minggu. Yup, saya mengalami keguguran dan suami waktu itu sudah kembali ke Jerman. Saat menjalani kuretase, saya hanya ditemani oleh teman-teman dan saudara sepupu. Orang tua saya tinggal di kabupaten yang berbeda dan butuh waktu berjam-jam untuk sampai ke Bireuen. Sedih banget, pokoknya.
Selesai internship, saya kembali ke Banda Aceh dan bekerja di rumah sakit di ibukota provinsi. Tentunya sambil tetap mempersiapkan diri untuk ikut suami. Pada saat yang bersamaan Pemerintah Aceh menyediakan beasiswa untuk putra-putri Aceh yang ingin melanjutkan pendidikan baik di dalam maupun di luar negeri. Saya pun mendaftarkan diri dan syarat administrasi yang ditentukan berhasil saya penuhi. Hore, sebentar lagi aku bisa jalan-jalan sambil belajar di luar negeri. #mulaibermimpi
Di saat bersamaan, suami pulang dan saya Alhamdulillah hamil (lagi) setelah setahun pasca keguguran atau di tahun kedua pernikahan. Walaupun LDRan, suami setiap tahun pulang ke Aceh. Tiga bulan bersama, 9 bulan berjauhan. Karena memiliki riwayat keguguran, saya diminta untuk mengurangi aktivitas oleh dokter kandungan. Apalagi pada bulan pertama saya sempat mengalami flek, jadi saya pun memutuskan untuk berhenti bekerja. Trimester pertama hamil, suami masih di Aceh. Trimester kedua sampai akhir trimester ketiga suami kembali ke Jerman. Beberapa minggu seebelum persalinan suami pulang lagi dan menemani sampai putri kami 1 bulan.
Memasuki trimester ketiga kehamilan, saya dan teman-teman yang lulus beasiswa Pemerintah Aceh namun nilai TOEFL belum sampai 550 diberikan pembekalan Bahasa Inggris selama dua bulan. Walaupun hamil besar, saya enjoy aja ikutan les. Bayi di kandungan pun demikian. Gerakannya aktif banget pas ada bule yang ngajari kami. Kayaknya dia semangat banget karena mau ikutan ayah ke luar negeri.
Namun Allah berkehendak lain. Sampai Naqiya mau lahiran, kampus yang ingin saya tuju tidak lagi menerima hasil TOEFL paper based, melainkan IELTS dengan band 6,5 atau IBT. Tidak ada jadwal tes IELTS di Aceh pada waktu itu dan kalau mau saya harus terbang ke Medan. Tapi, waktu itu saya lagi hamil besar, jadi sangat berisiko untuk naik pesawat. Akhirnya saya menyerah dan melepaskan beasiswa itu. Stress karena kesempatan ikut suami gagal, saya pun ikut tes menjadi pegawai BPJS Kesehatan dan suami pun mengizini. Siapa tahu lulus, kan?
Dan saya memang lulus menjadi pegawai BPJS Kesehatan, tapi saya tidak menyangka kalau penempatan saya bukan di Banda Aceh melainkan Aceh Barat Daya yang harus ditempuh selama 8 jam perjalanan darat. Itu artinya, saya enggak hanya jauh dari suami tetapi juga jauh dari orang tua. Hm, mau bagaimana lagi, saya sudah terlanjur mendatangani surat pernyataan yang kalau keluar dari pekerjaan saya sekarang saya harus bayar 200juta. Dapat uang darimana, say? Saya pun mencoba menerima keadaan dan kenyataan. Menjalani hari-hari di kampung orang bersama putri tercinta. Mamak pun tidak membiarkan saya sendiri, sebulan sekali beliau selalu mengunjungi saya dan cucunya.
Dan sekarang memasuki 4 tahun pernikahan kami, suami berhasil menyelesaikan studinya tepat waktu dengan predikat cum laude. Sungguh itu adalah hadiah yang luar biasa untuk perjalanan long distance married kami. Dan bagaimanakah cara kami menjaga agar rumah tangga kami tetap harmonis meskipun tinggal berjauhan? Komunikasi dan saling percaya. Ya, kecanggihan teknologi membuat kami tetap bisa berkomunikasi sambil bertatap muka meski lewat layar kaca. Yang penting ada pulsa dan kuota internet. Kalau lagi asyik ngobrol lalu pulsa atau kuota internet habis, saya tinggal Beli Pulsa Online Murah & Terpercaya di Tokopedia. Jadi, enggak perlu takut habis pulsa asalkan uang untuk beli pulsanya ada. Kan sudah kerja? Hehehehe.
Jujur saja, karena sibuk bekerja dan mengasuh bayi, saya kadang lupa menghubungi suami. Pernah juga beberapa kali lupa minta izin kalau mau pergi jauh. Dan yang paling ekstrim, di awal-awal pernikahan dan suami sudah kembali ke perantauan, saya lupa kalau saya sudah menikah. Jadi tanpa izin suami, saya pergi jalan-jalan bareng teman dan menginap di rumahnya. Reaksi suami gimana? Sudah bisa ditebak, saya diceramahi panjang kali lebar tentang kewajiban suami istri. Terus diulangi lagi? Ya, resiko LDRan. Hehehe.
Lalu, apakah cerita LDR saya berakhir seiring selesainya suami kuliah di negeri orang? Ternyata tidak saudara-saudara. Drama baru kini dimulai dan berjudul Cerita LDR session 2. Lanjut lagi, Bu? Iya. Kali ini LDRannya beda kota, Banda Aceh – Aceh Barat Daya. Soalnya suami diterima bekerja sebagai dosen di salah satu kampus yang ada di Banda Aceh. Rasanya gimana? Makin baper dan bikin mewek. Berat banget, Jendral. Kalau dulu, dalam setahun, selama tiga bulan suami full bersama. Sekarang? Dua minggu sekali kami baru bersama dan idi akhir pekan.
Solusinya bagaimana? Tidak mungkin suami tinggal bersama saya di pelosok Abdya. Ilmu yang ia miliki dibutuhkan oleh mahasiswa di kampus tempatnya mengajar. Jadi, sayalah yang akan mengajukan pindah tugas untuk ikut suami. Mohon doanya agar di acc ya manteman. Sambil menunggu keputusan atasan, ya nikmati aja lagi LDRan ini. Satu hal yang saya dan suami yakini bahwa bukanlah intensitas yang tinggi yang membuat rumah tangga kami tetap harmonis tetapi kualitas. Meskipun komunikasi kami lebih banyak lewat dunia maya dan hanya beberapa hari dalam sebulan kami bertemu muka, tetapi kami selalu berusaha agar kebersamaan ini memiliki kualitas yang tinggi sehingga walau jauh di mata tapi tetap dekat di hati. #bijaknihyeee
No matter how many years pass, how much distance exists between us, wherever we are in the world – even if the universe itself tries to keep us separated – I will always find my way to you.
– Anon
naqiyapopo says
cie cie…so sweet…
putirenobaiak says
terharu uni bacanya Liza, semoga Allah mudahkan bersama selalu dan dekatan, segera…
winnymarlina says
kata terakhirnya kak romantis
isra says
I feel you kak.. Jauh dr suami.. Mana lg hamil jg.. Tp alhmdulillah isra cm selisih banda aceh-pijay. Seminggu sekali ada lah ketemunya. Cm berat jg krn lg skripsi plus hamil wktu tu.. :’) *ikutan curhat kekeke
Oline says
Semoga selalu diberikan keberkahan dan kebahagiaan ya mba. LDR itu tidak mudah. Dan hanya oeang2 kuat saja yang bisa 🙂
Ruli retno says
Kalian berdua hebat.. dgn keadaan seperti itu pasti cintanya makin kuat. Makin saling menguatkan dan saling menyayangi ya
rusydinat says
mamakku juga udah LDRan dari jaman aku SD mba :3
semangat yaa utntuk pejuang LDR apalagi setelah menikah in ^^
Rach Alida Bahaweres says
Beneran aku nggak sanggup kalau LDR, mba Liza. Komitmen untuk berkomunikasi dalam LDR memang penting ya mba
Ihan Sunrise says
LDR…. apapun namanya tetap saja tidak enak ya 😀 tapi seskali berjauhan sepertinya nggak masalah untuk menerbitkan kerinduan di antara dua hati 😀 btw, kalau ngajuin pindah gitu nggak masalah ya Za?
Witri Prasetyo Aji says
Nggak tahu rasanya ldr… Hehe
Tp. Kl ldr dgn suami. Smpe luar negeri itu… Jauhhh
Ira duniabiza says
Suka salut sama yg LDR habis nikah.. kalai saya ga sanggup mba. Makanya dulu sebelum menikah kita sepakat untuk memilih di satu kota. Sebelumnya tinggal beda kota beda pulau.
Salut, terharu bacanya mba. Kuality time ya yg penting..
Anne Adzkia says
Saya juga mengalami LDR selama 5 tahun pasca nikah, dalam kondisi hamil juga. Alasannya mirip, saya PTT di Jawa, suami kerja di Halmahera. Tapi masih bisa ketemuan tiap 5 minggu sih. Sejak anak kedua usia 6 bulan, gak mau LDRan terlalu lama lagi. Paling lama 2 minggu sajaaa.
Ratna Dewi says
Aku suka salut deh sama yang LDM soalnya kalo aku yang mengalaminya, ku tak sanggup. Suami DLK beberapa hari aja udah nggak bisa tidur. Trus dulu pas kerja aku nggak boleh DLK soalnya nanti suami takut nggak bisa tidur, hihihi.
buzzerbeezz says
Aamiin. Semoga keluarga Liza dan Bang Tunis segera bareng2 ya.. Kami juga dulu pernah LDR kok. Walaupun gak selama dan sejauh kalian, tapi rasanya sama. Hehehe
Tuty Queen says
Wah..butuh pengorbanan banget ya mbak, saya tau betul gimana jauhnya daerah Aceh antar satu kota ke kota lainnya, yang penting bahagia ya mbak pada akhirnya
Reni Dwi Astuti says
Saya juga pernah LDR an…mnrtku enak nggak LDR an…baper melulu kalo LDR an apalagi kalo pas hamil… ikut doain semoga bisa bersama satu atap lagi mbak
April Hamsa says
Pernah juga LDRan abis nikah, tapi cuma 7 bulan sih dan belum ada anak. Kalau udah anak males ya mbk LDR-an. Moga2 bisa kumpul lagi ya Mbak Liza 🙂
Travelling Addict says
Duh kebayang udah ga pacaran trus abis nikah langsung ldr 🙁
Nurul Fitri Fatkhani says
Haduh, kalau keluar harus bayar 200 juta…? Huhuhu..banyak amat!
Saya juga pernah LDR-an selama 6 bulan, Mbak 🙂
Rotun DF says
Aaaakk..Kak Liza, semoga LDRnya sampai session 1 dan 2 aja ya. Jangan kayak tersanjung yang nggak kelar-kelar, hihi. Kak Liza pasti kuat. Dan iya, semoga pengajuan pindahnya diterima ya. Amin 🙂
Monda says
I feel you Liza, semoga sabar ya mengurus pindahannya..
aku tiga kali LDRan juga he..he.. tapi cuma beda propinsi aja
Keke Naima says
Saya termasuk yang gak bisa LDR-an. Makanya suka takjub kalau membaca/mendengar cerita LDR 🙂
Nurin Ainistikmalia says
MasyaAllah Mbak, luar biasa perjuangan LDR annya ya Mbak, semoga pengajuan pindah segera mendapat restu ya Mbak. Semoga bisa lekas kumpul lagi bersama suami
evrinasp says
ada negatif postitifnya LDR after married, negatifnya ya jadi kurang aja ketika kumpul keluarga, positifnya bisa kangen2an hoho, aku LDR dari 2010 mbak sampai sekarang, tapi seminggu sekali puang sih hehe
Rumahku says
Sama saya Mba, LDR pas masih masih pacaran aja, alhamdulillah sekarang LDRnya sudah pensiun,,
Liza Fathia says
alhamdulillah kalo sekarang enggak lagi Nikmati Citarasa Kari Khas Jepang di A&W Restoran
fairuzhumam says
Baru bacca ini dari postingan soal rumah. Sekarang makin rame yang LDM ya kak. Dulu fairuz cuma 1 tahun aja udah gak kuat. Kayaknya kakak yang paling lama sejauh ini *yang fairuz kenal. Udah bisa bikin buku Inong Aceh LDM-an, lumayan rame tuh kak. hehe.