Sudah lama saya ingin berkunjung ke Museum Balaputra Dewa Palembang, tepatnya setelah mengetahui bahwa gambar Rumah Limas yang terdapat pada uang Rp 10.000 ternyata ada di sana. Alhamdulillah, keinginan itu terwujud di Ramadhan 2017. Minggu pertama bulan puasa, saya ditugaskan oleh instansi tempat saya bekerja untuk mengikuti pelatihan beberapa hari di ibu kota Provinsi Sumatera Selatan ini. Tentu, waktu luang selama pelatihan tidak saya sia-siakan dengan mendekam di penginapan. Bergegas saya menghubungi ojek online dan meminta sang supir mengantarkan saya ke Museum Balaputra Dewa.
***
Palembang lagi? Spontan komentar itu keluar saat rekan kerja saya mengabari bahwa saya akan mengikuti diklat selama beberapa hari di sana. Itu bermakna bahwa perjalanan dinas ke Palembang kali ini adalah perjalanan ke-3 saya ke kampung Wong Kito. Seperti biasa, setiap mendapatkan tugas ke luar daerah, saya pasti mencari waktu kosong untuk melalak ke tempat wisatanya. Tapi, saya sudah 2 kali ke Palembang dan hampir semua objek wisata di sekitar kota telah saya kunjungi. Ketika tahu akan berangkat ke Palembang, ada sedikit rasa bosan yang menyelinap. Walaupun sebenarnya, ada satu tempat yang ingin sekali saya kunjungi kalau di sana, Pulau Kemaro namanya. Namun, karena waktu lenggang selama pelatihan sangat sedikit, tidak mungkin saya bisa menyebrang ke Pulau tersebut.
Baca juga : Kembali (lagi) ke Tanah Wong Kito
Aha! Spontan saya berdecak gembira ketika memegang lembaran uang Rp 10.000 lama. Rasa kecewa karena ditugaskan ke Palembang lagi perlahan sirna. Gambar Rumah Limas pada salah satu sisi uang kertas itu menjadi pelipur lara. Dari cerita teman yang pernah berkunjung ke sana, Rumah Limas tersebut terdapat di dalam Museum Negeri Balaputra Dewa Palembang. Langsung saja saya membuka Google Map dan melihat jarak tempuh museum tersebut dari hotel tempat pelatihan berlangsung. Ternyata sangat dekat.
Pukul tiga siang, usai tiba di Palembang dan meletakkan koper di kamar, saya telah berada di jok belakang sepeda motor pengemudi ojek online. Kami melalui jalan raya yang mulai menunjukkan kemacetan. Pak supir lalu berbelok menuju kawasan Srijaya. Jalanan tampak lenggang di daerah pemukiman penduduk tersebut. Pun demikian dengan pertokoan yang didirikan di sana, hanya satu dua yang terbuka dan di depannya terdapat aneka takjil yang dijual untuk buka puasa. Setelah menempuh perjalanan selama 20 menit dari Talang Aman, tempat saya menginap, saya pun tiba di Museum Balaputra Dewa.
Baca juga kisah perjalanan ke Palembang lainnya : Wisata Sehari di Palembang, Kemana dan Ngapain Aja?
Lokasi Museum Balaputra Dewa tepatnya berada di Jalan Sriijaya I No.288 KM 5.5, Alang Alang Lebar, Sukaramai, Srijaya,, Kota Palembang, Sumatera Selatan. Ketika saya tiba di sana, museum tampak sepi. Hanya satu dua orang yang terlihat keluar dari museum negeri tersebut.
“Selama puasa, museum tutup pukul 15.00,” jelas petugas museum tersebut. Ah iya, saya lupa kalau ada perubahan jadwal bekerja selama bulan puasa.
“Tapi kita bisa melihat arca-arca dan rumah limas,” ujar Koh Dedy, teman saya warga asli Palembang yang juga seorang blogger membuat saya kembali bersemangat.
Setelah membayar tiket masuk seharga Rp 5.000 per orang, saya dan teman saya pun mulai mengelilingi museum yang namanya diambil dari nama salah seorang raja yang paling masyur pada Kerajaan Sriwijara, Balaputra Dewa.
Ketika memasuki ruang masuk museum Balaputra Dewa, saya disambut oleh ukiran-ukiran berbentuk sulur dan bunga khas Palembang serta relief kehidupan masyarakat Palembang yang dipajang di dinding.
Pada gambar itu saya melihat 3 orang perempuan yang mengenakan pakaian tradisional Palembang sedang menari.
“Nama tariannya Gending Sriwijaya. Tarian khas Palembang saat menyambut tamu,” jelas Koh Deddy.
Di dalam relief tersebut saya juga melihat rumah Bari, rumah lama khas Palembang. Ada juga rumah limas dengan ornament tanduk kambing di atasnya. Perempuan yang sedang menenun songket juga terdapat di sana. Tidak ketinggalan pula gambar sungai musi dan Jembatan Ampera.
Ketika melihat lebih dekat relief yang dipajang pada dinding museum itu, saya jadi tahu kalau Palembang adalah wilayah yang memiliki banyak sekali sungai. Tidak mengeharankan jika Belanda pernah menjuluki Palembang sebagai Venesia dari Timur Jauh. Selain memiliki banyak sungai, Palembang juga di kelilingi oleh rawa-rawa sehingga rakyatnya mendirikan rumah panggung agar bisa tinggal di atasnya. Dan yang paling menarik adalah gambar wanita-wanita Palembang yang mengenakan tudung saji sebagai penutup kepala.
Arca-Arca dari Zaman Megalitikum
Saya pun berjalan pelan memasuki bagian dalam museum. Di selasar, saya melihat batu-batu yang telah dipahat menjadi patung dipamerkan tepat di tengah-tengah kolam berbentuk persegi panjang. Dari tulisan di sampingnya, patung-patung berbentuk kepala manusia dan binatang itu adalah arca yang berasal dari zaman megalitikum.
Karena ruang pamer museum tersebut telah ditutup, saya hanya bisa berpuas diri melihat peningalan-peninggalan pra sejarah yang terletak di luar ruangan. Padahal, menurut Koh Deddy, di dalam ruang pamer terdapat banyak sekali peninggalan-peninggalan berharga mulai dari zaman pra sejarah, Kerajaan Sri Wijaya, Kesultanan Palembang Darussalam, sampai masa mempertahankan kemerdekaan dari kolonialisme Belanda.
Setelah melewati ruang pamerbyang terkunci rapat, saya kembali melihat arca. Kali ini adalah arca yang diperoleh dari daerah Pagaralam. Di antara arca tersebut, ada arca berbentuk patung kepala Budha. Ada juga arca berbentuk lembu yang dikeraskan dan hewan ini dianggap sebagai kendaraan Dewa Shiwa. Kemudian terdapat sebuah pahatan batu berbentuk wadah panjang yang digunakan untuk meletakkan tulang manusia yang telah meninggal. Arca Ganesha, yaitu patung gajah yang menutup kedua telinganya juga terdapat di sana. Dan terakhir terdapat sebuah patung anak muda yang sedang menaiki seekor binatang.
Rumah Limas di Museum Balaputra Dewa
Ketika menuju halaman belakang museum, akhirnya saya pun tiba di tempat yang saya membuat saya bertandang ke museum ini. Rumah Limas yang terdapat pada uang Rp 10.000 berdiri tegak di sana. Rasa kecewa karena tidak bisa melihat ruang pamer di museum Balaputra Dewa pun terobati dengan rumah adat khas Palembang ini.
Rumah Bari, begitu orang Palembang menyebut rumah limas ini yang bermakna lama atau kuno. Sesuai dengan namanya, rumah adat Palembang ini berbentuk limas dan berdiri di atas tiang kayu unglen atau ulin. Rumah ini memiliki teras yang bertingkta-tingkat atau disebut dengan kijing. Ternyata tingkatan teras tersebut merupakan simbol untuk memisahkan kelompok keturunan kaum bangsawan, seperti Kemas, Ki Agus, Masagus. dan terakhir golongan Raden.
Konon menurut sejarah, Rumah Limas di Museum Balaputradewa adalah milik Pangeran Syarif Abdurahman Al Habsyi. Rumah yang dibangun pada tahun 1830 itu kemudian dijual kepada Pangeran Betung. Baru pada tahun 1985 rumah limas ini dipindahkan ke kawasan Museum Balaputra Dewa Palembang.
Di dalam rumah panggung tersebut masih lengkap dengan berbagai macam perabotan yang khas Palembang seperti kursi, lemari, lampu-lampu gantung, dan lainnya. Langit-langit Rumah Limas dihiasi dengan lampu-lampu stolop dengan menggunakan lilin dan air sehingga terlihat efek pelangi. Terdapat tanduk rusa sebagai gantungan pakaian, lemari gerobok leket, pintu yang tidak menggunakan engsel dan umumnya Rumah Limas menghadap ke arah Sungai.
Rumah Ulu yang Anti Gempa
Selain Rumah Limas terdapat pula Rumah Ulu yang tahan terhadap goncangan gempa bumi. Dinamakan Rumah Ulu karena rumah ini berasal dari Hulu Sungai Musi. Yang paling menarik dari rumah ini adalah tiangnya tidak ditanam namun hanya menggunakan batu yang dijadikan sebagai penyanggah dan lantainya menggunakan bambu. Jadi, kalau ada gempa, rumah ini hanya bergoyang saja. Selain itu, Rumah Ulu memiliki bobot yang ringan, dinding yang bisa dibuka dan tidak memiliki jendela.
Usai mengelilingi Museum Balaputra Dewa, hari pun semakin beranjak senja. Waktu luang untuk menjelajah Kota Palembang semakin menipis. Walhasil, sambil berjalan pulang, Koh Dedy mengajak saya singgah ke Pasar Beduk, tempat dijual aneka takjil khas Palembang sampai waktu berbuka puasa pun tiba.
rahmat2709 says
Museumnya mirip rumoh panggong di Aceh ya kak. Nice post.
Liza says
iya, rumah adat melayu mirip2 memang rahmat, rumah orang padang juga mirip kan, cuma ornamen dan atapnya aja yang beda
omnduut says
Sayang banget gak bisa masuk ya mbak. Karena isi dalamnya bagus 🙂 next ke Palembang bisa main ke Kampung Arab Al-Munawwar dan Pulau Kemaro ya 🙂
Liza says
iya, telat soalnya. amiin, lain kali harus dijadwalkan sejak awal nih. heheh tapi jadwal pelatihannya sering mendadak, jadinya ya semuanya harus disesuaikan
zata ligouw says
Waaa keren bangettt.. Aku suka bgt jalan2 ke museum. Mudah2an kapan2 bisa ke sana yaa..
Liza says
iya mbak Zata, keren banget. amiin
Ophi Ziadah says
Waktu ke palembang blom mampir sini
Liza says
itu artinya kak opi harus ke palembang lagi
Nchie Hanie says
Bayarnya sih cuma 5rb, tapi banyak yang didapatkan ya, sejarah yang luar biasa yang perlu kita mengenalnya. Btw itu rumah limas itu iya ya ada di uang kertas 10rb baru ngeh.
Ahh jadi mau ke museum balaputra dewa maak..
Liza says
ayooo teteh… hihihi, baru ngeh kaaan?
Rach Alida Bahaweres says
Senangnya bisa ke museum, mba. Awalnya aku mengira hanya satu rumah saja tapi teryata ada beberapa ya termasuk rumah anti gempa
Liza says
iya, itu kumpulan beberapa rumah sebenarnya. ada tingkatannya sesuai dengan kasta masing-masing
andyhardiyanti says
Museumnya cantik sekali mbak 🙂
Aihh, kapan yaa saya bisa berkunjung ke Palembang~
Liza says
bener banget mbak Andy. ayo ayo dari timur jalan2 ke barat
Bobby Ertanto says
waaah ternyata ada disini toh lokasinya
Liza says
iya bang boby, di museum inilah lokasinyaa
unishona says
oh yg d uang 10ribu rumah limas palembang? *kemana aja hehe
Liza says
hihihiih…kemana aja mbaak?
novaviolita says
museum sejarah ini ya… archa zaman megalitikum..itu udah lama banget. baru tau dipalembang..ada museum ini…
Liza says
kalau ke palembang bisa mampir ke sini mbak nova
helenamantra says
aku tertarik masuk ke rumah limas. Bayangin yang selama ini cuma lihat di uang kertas terus beneran ada di depan mata. Mampir taman mini aja deh
Liza says
bener banget helen, tapi pas aku datang udah tutup. kalau dari yang aku baca, di dalamnya banyak peninggalan zaman dahulu yjuga
Icha faizah says
Waaah baru tau saya, seru bgt pasti ?
Liza says
pastinya mbak icha
rumahsurgablog says
wah, bangunan yang cantik 🙂
Liza says
benar banget
Matius Teguh Nugroho says
Sayangnya kanal-kanal itu sekarang sudah mengalami pendangkalan dan juga kebersihannya nggak dijaga, kak. Venice of The East hanya tinggal sejarah. Semoga masyarakat dan pemerintah lebih sadar lagi akan potensi wisata yang satu ini.
Liza says
bener banget nugi, dan hanya beberapa sungai yang berfungsi. di aceh pun demikian, banyak sekali kanal2 yang bisa menjadi potensi wisata, tapi ya gitu deh. aku pun berharap sama, nug, sayang banget kan potensi wisatanya keren gitu tapi disia-siakan
aulawi ahmadulawi says
nah ke plembang gak kabar2 yaaa hehehe
Liza says
awiiiii, aih maafkan diriku. duh, aku kok enggak ingat kalau awi di palembang. insyaallah lain waktu kalau kesana lagi aku kabari yaa
Firsta | A Travellers Journey says
Aku beberapa kali ke Palembang juga belum pernah ke sini, Kak. Hahaha semoga ada waktu main lain ke Palembang 🙂 Kangen makanannya juga.
Liza says
iya, aku suka banget sama makanan palembang dan yang paling pas dilidahku itu adalah es kacang merah. sampai sekarang masih terasa lezatnya n pingin makan lagi
Hanif insanwisata says
aku dari dulu pengen banget main ke sini 🙁
tiap main ke Palembang kok g pernah ada yang ngajak ke sini ya
Mashadi says
Wah baru tau, kalo gambar yg di 10 rb an ada di palembang, heheh
Deddy Huang says
nanti kalau dapat tugas lagi kita jalan lagi ya mbak.
denie says
bagus-bagus tuh, kapan saya bisa kesana
yellsaints says
Pengen kemari kak, waktu yel ke Palembang nggk sempat ke Rumah Limas 🙁 cuman lihat miniaturenya aja di bandara.
Nur Azizah says
Keren banget mba rumah limas nya. Tapi aku susah bagi waktu dan jaraknya jauh banget kalo dari bengkulu ke palembang pake travel. Next time aku bakal kesana
nurazizahkim.blogspot.com
Fillyawie says
Wow rumah Limas itu usianya udah ratusan tahun, keren banget. Pengen tahu kaya apa tampak dalam nya, perabotan dan lampu2nya. Haishhh keponya saya ?✌️.
ana ummu fitry says
saya pikir itu rumah limas di jawa
hehehe betapa kudetnya saya
btw itu arca arca arca serasa membawa ke zaman pra sejarah ya
jadi ingat pelajaran sejarah kelas 1 smp
Amanda Desty Yunistyani says
seru bangeeet! Aku ke Palembang tapi udah lama banget dan gak mampir ke Museum Balaputra Dewa. Huhu. mudah2an suatu saat bisa ke Palembang lagi dan ke Rumah Limas.
ternyata teras yang bertingkat-tingkat itu ada filosofinya yaa. oh iya.. kalau rumah limas yang umumnya menghadap ke sungai itu apa ada filosofinya juga kak?
Amanda Desty Yunistyani says
eh iya Pulau Kemaro bagus juga mbak. aku udah kesana dan agak ngeri nyebrangnya pakai perahu hehe
Yudi says
Wah seru banget ke Palembang, jadi penasaran pengen liat Rumah Limas secara langsung!
Ernawati Lilys says
belum pernah ke rumah limas, semua yang ada di cetakan uang belum ada yang didatangi termasuk danau toba.
William Giovanni says
Saya jadi mengeluarkan uang pecahan sepuluh ribu. Saat mampir ke Palembang akan saya kunjungi juga, apalagi tahan goncangan gempa. Keren ya.
Tomi Purba says
Ternyata uang 10 ribu itu rumah Limas yg di Palembang ya, saya baru ngeh mba.. lumayan ya akhirnya bs jalan² dan berkunjung ke tempat wisata sejarah..
Oh iya itu rumah berarti gak ada tiang yg masuk tanah ya? Apa malah kuat mba utk fondasi gt
Atanasia Rian says
Wah ini palembang, salah satu keinginanku travelling kesana. Banyak tempat cantik disana semoga bisa segera kesana ahhh mupeng bangett. Sama rumah nya itu paling apik mau foto2
Oky Maulana says
Pengen banget bikin uang trip, jadi aku foto di depan tempat2 yg pernah diabadikan di uang wkwkwk semoga aja segera kejadian. amin.
tukangjalanjajan says
Memang banyak tempat menarik di Palembang yang bisa dikunjungi dan dinikmati, tapi entah kenapa malah kebayang pempek, tekwan, burgo dan banyak lagi. Apakah ini bawaan siang dan aku butuh makanan enak?
fania surya says
Belum pernah sekalipun menginjakkan kaki di pulau sumatera apalagi kota palembang. Ternyata banyak tempat wisata ya. Museumnya asyik juga. Mudah-mudahan suatu saat ada kesempatan ke palembang dan berkunjung ke museum ini.
Yesi Intasari says
waktu aku jalan-jalan ke Palembang masih banyak banget yang belum ke explore nih, baru tau ada Balaputra Dewa Palembang juga.. biaya masuknay juga murah ya mba cuma 5000 aja
Jiah Al Jafara says
Musium, rumah limas, arca ngingetin kita pd jaman sejarah masa lalu. Oh iya, rumah ulunya betulan anti gempa? Padahal sanggahannya batu aja ya
Pu says
Jalan-jalannya sekalian belajar sejarah. Ingin berkunjung ke sana juga
HilmanGraha says
sebagai yang menyukai sejara, saya sangat ingin sekali bisa ke museum ini, itu arca nya bikin pingin datang dan mengamati
aisyahfichapucino says
seneng banget kalau ada yang berkunjung ke palembang.. gimana gimana seru ya ke palembsng itu.. xixixix
sbnrnya banyak bgt yg bisa dikulik kalau ke palembang.. salah satunya kalau kreatif kayak mbak liza ini.. bisa ngereview museum balaputra dewa..
walau ke area ini skrg udah mulai macet..
nggak kayak dulu masih lancar.. ah tp seru.. aku dulu hampir tiap bln kesini krn byk jg acara nikahan diadakan di aula di dpnnya
Nurul Fitri Fatkhani says
Berkat Kak Liza, saya jadi tau kalau rumah yang ada di uang 10.000 itu adalah rumah limas yang ada di Palembang. Makasih sharingnya Kak.. 🙂
Saya jadi penasaran dengan ibu-ibu yang memakai tudung saji di kepalanya, gak ada gambarnya Kak ?
Itu beneran ya…rumah Ulu, gak akan roboh kalau ada gempa? Meskpun gempa besar?
Dikki Cantona Putra says
Ternyata uang 10 ribu bagian rumahnya ada di kota palembang ya baru tau saya. Dan untuk museum balaputra ini bagus banget peninggalan prasejarah dan arca arca bisa jadi edukasi yang bagus untuk anak anak mengetahui sejarah.
Ira Duniabiza says
Karena anak2 masih kecil maoa keinginan untuk mengunjungi tempat seperti di uang Rp1000 ini masih sekadar harapan. Semog pas abak kebih besar bakal punya l3bih banyak waktu dibandingkan kita
Sally Fauzi says
Rumah Ulu itu mungkin bisa diadaptasi di Aceh ya kak…mengingat Aceh sering gempa.
Huhu aku iri, belum pernah ke Palembang
lendyagasshi says
Kalau melihat bangunan rumah adat tiap daerah tuuh…aku kaguuumm banget.
Jaman boleh beheula…tapi dari segi ilmu bangunan, mereka juara!
Dan aku baru lihat setelah disandingkan dengan uang Rp. 10.000,- looh…hiihii..iyaya…sama.
widyaherma23 says
Sepertinya alasan kenapa rumah-rumah sekarang tidak tahan gempa karena proses pembangunannya tidak seperti rumah ulu. Dan baru tau juga kalo rumah yang anti gempa itu tiang nya ga ditanam
Wirawan Winarto says
dua kali ke sini yang paling sering ya foto di depan rumahnya sambil bawa duit hahaha
s.aryo says
pada tahun 1986 sy pernah diklat permuseuman tingkat dasar di museum balaputra dewa palembang selama 15 hari yang diselenggarakan oleh ditjen kebudayaan pendidikan dan kebudayaan ri
Nyi Penengah Dewanti says
Bagus banget tempatnya mba Liz, aku belum pernah kesana. Semoga kapan2 bisa ke sana.