
Kalau mendengar kata “Samara,” saya yakin teman-teman pasti langsung menghubungkan istilah ini dengan pernikahan. Yup, Samara adalah singkatan dari Sakinah Mawaddah Warahmah, sebuah tujuan pernikahan yang diimpikan oleh setiap pasangan. Tapi, tahukah teman-teman kalau untuk mencapai keluarga yang Samara itu tidak bisa serta merta alias butuh ilmu?
Saya sendiri baru menyadari setelah mengikuti “Sekolah Keluarga Samara,” sebuah program hasil kerja sama antara Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK) Provinsi Aceh dan Forum Dakwah Perbatasan (FDP). Sekolah pranikah dan juga pasca pernikahan yang kepala sekolahnya saat ini dijabat oleh dr. Aslinar, Sp.A, M.Biomed.
Nah, dalam rangka orientasi Peserta Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) baru di RSUDZA, program Sekolah Keluarga Samara juga dimasukkan dalam kegiatan ini. Tujuannya adalah agar kami, para PPDS yang hampir 90% waktu dihabiskan di rumah sakit tidak lupa akan peran kami sebagai istri/suami di rumah. Demikian juga bagi yang belum menikah, dalam mempersiapkan pernikahan bukanlah venue atau foto pre wedding yang menjadi prioritas melainkan ilmu-ilmu dalam membina mahligai rumah tangga yang samara seharusnya menjadi perhatian utama.

Tentang Sekolah Keluarga Samara
Sekolah Keluarga Samara adalah program kolaboratif antara Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK) Provinsi Aceh dan Forum Dakwah Perbatasan (FDP), yang bertujuan membekali calon pengantin dan pasangan suami istri dengan pengetahuan serta keterampilan untuk membangun keluarga harmonis sesuai nilai-nilai Islami.
Program ini sudah berajalan beberapa angkatan, lho. Saya dan teman-teman calon dokter spesialis di Rumah Sakit Umum Daerah Zainoel Abidin (RSUDZA) Banda Aceh lain yang mengikuti sekolah ini pada tanggal 20-21 Februari 2025 merupakan Angkatan ke 7.
Kegiatan yang dibuka oleh Ketua FDP, dr. Nurkhalis, SpJP-FIHA, FAsCC ini menekankan pentingnya persiapan ilmu berumah tangga sebelum memasuki jenjang pernikahan. Materi yang disampaikan mencakup berbagai topik, seperti fiqh pernikahan, manajemen emosi, psikologi, manajemen keuangan, kesehatan reproduksi, komunikasi dalam pernikahan, serta peran dan tanggung jawab suami istri. Tujuannya adalah untuk menguatkan pondasi rumah tangga Islami dan mengurangi permasalahan dalam keluarga akibat minimnya pengetahuan tentang hakikat pernikahan.
Program ini mendapat apresiasi dari berbagai pihak, termasuk Pemerintah Aceh, yang mendukung penuh inisiatif edukasi pranikah dan pascanikah sebagai upaya membentuk keluarga yang sakinah, mawaddah, dan warahmah.
Pengalaman Belajar Tentang Pernikahan di Sekolah Keluarga Samara
Hari pertama pelatihan, saya langsung terpikat dengan materi yang disampaikan oleh Dr. Agustin Hanafi dan istrinya. Topiknya juga engga main-main. Penyebab pasangan selingkuh! Ternyata, salah satu alasan utama perempuan berselingkuh adalah karena curhat kepada lawan jenis yang akhirnya menumbuhkan benih-benih asmara. Duh, hati-hati ya! Jangan sampai gara-gara salah curhat keutuhan rumah tangga jadi korbannya. Kalau sedang butuh tempat curhat, lebih baik kepada Allah, ke sesama teman perempuan, psikolog, atau orang terpercaya.

Giliran istri Dr. Agustin Hanafi berbicara, saya semakin terkesan. Beliau membahas pentingnya mengenal sifat pasangan demi menciptakan keharmonisan rumah tangga. Ustazah Hayail Umroh, seorang pakar psikologi keluarga, juga menambahkan bahwa mengenali pasangan hidup adalah kunci membangun pernikahan yang sehat. Ia menjelaskan bahwa setiap individu memiliki kecenderungan konflik yang berbeda, dan dengan pemahaman yang baik, konflik bisa diregulasi tanpa merusak hubungan.
Materi selanjutnya disampaikan oleh Dr. M. Hatta Selian tentang hak dan kewajiban suami istri. Jujurly, saya selama ini hanya tahu garis besarnya saja. Saya pikir, pernikahan cukup dijalani seperti air mengalir. Tapi, ternyata penyebab perceraian terbanyak adalah ketidakpahaman soal hak dan kewajiban ini. Hak istri, misalnya, mendapat mahar, nafkah, dan tempat tinggal. Kita sebagai istri boleh kok menuntut hak-hak ini, asalkan tidak lupa akan kewajiban kita, seperti menghormati dan melayani suami. Begitu pula dengan suami, ada hak-hak yang harus kita penuhi sebagai istri tetapi suami juga engga boleh lupa akan kewajibannya.
Selain itu, materi dari Dr. Abizal Muhammad Yati menyoroti pentingnya komunikasi cinta dalam pernikahan. Berbicara dengan penuh kelembutan, menunjukkan ekspresi kasih sayang, dan menyampaikan perasaan dengan cara yang baik dapat mempererat hubungan suami istri. Sakinah, mawaddah, warahmah bukan hanya harapan, tetapi juga hasil dari usaha komunikasi yang harmonis.
Dr. Asmawati Husaini dalam materinya membahas Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Beliau menjelaskan berbagai bentuk kekerasan—fisik, psikologis, seksual, dan ekonomi—serta cara menghindari dan menanganinya. Salah satu hal yang sangat membekas bagi saya adalah kutipan beliau: “Rumah tangga bukan tempat berlindung dari bahaya, tetapi tempat berlindung dari dunia luar yang penuh bahaya.”
Yang tak kalah menarik, kami juga belajar tentang bagaimana Islam mengajarkan ijma’ dalam hubungan suami istri. Topik ini sering dianggap tabu, padahal sangat penting. Seksualitas dalam pernikahan adalah bagian dari ibadah yang tak boleh diabaikan.
Seks adalah aspek terpenting dalam sebuah pernikahan. Awalnya, cinta dan ketertarikan adalah yang memainkan peran penting dalam menjaga hubungan bersama, namun seiring waktu, seks menjadi signifikan dalam memastikan keharmonisan dan keutuhan hubungan pernikahan.
Materi dari Dr. Syafrilsyah menegaskan bahwa kepuasan dalam hubungan seksual sangat berpengaruh terhadap keharmonisan rumah tangga. Islam memberikan panduan adab sebelum, saat, dan setelah berhubungan, termasuk pentingnya komunikasi dan pemahaman terhadap kebutuhan pasangan.
Di hari kedua, ilmu yang saya dapatkan tak kalah berharga. Ummidokter Aslinar membahas pentingnya memperhatikan tumbuh kembang anak, terutama pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Mulai dari ASI eksklusif, MPASI sesuai usia, hingga imunisasi. Selanjutnya pemaparan tentang Penyimpangan Seksualitas oleh dr. Ima, SpOG mulai dari faktor psikologis yang menyebabkan seseorang bisa menyimpang dan ternyata memiliki kaitan yang erat dengan pengasuhan serta dampak yang ditimbulkan oleh kaum yang dilaknat oleh Allah itu.
Dr. Sarina Aini dalam materinya tentang fatherless menyoroti bahaya ketidakhadiran sosok ayah dalam pengasuhan. Beliau mengingatkan bahwa peran ayah tidak bisa digantikan sepenuhnya oleh ibu, karena pengasuhan yang seimbang adalah kunci tumbuh kembang anak yang optimal.
Materi tentang kesehatan jiwa keluarga yang dipaparkan oleh psikiater anak dan remaja, dr. Subhan Rio juga sangat relevan, terutama untuk kami para PPDS yang kelak 90% waktunya akan dihabiskan di rumah sakit. Bagi yang sudah memiliki anak, tantangan pengasuhan akan semakin besar. Jangan sampai sibuk mengurus hidup orang lain tetapi lupa pada keluarga sendiri, tempat kita pulang dan berlabuh.
Psikolog Nucke Yulandari memberikan perspektif tentang penyesuaian diri dalam pernikahan. Menurutnya, pasangan yang mampu menyesuaikan diri satu sama lain akan lebih mudah mengelola konflik. Ia mengutip sebuah pepatah: “Jika ingin mendapatkan pasangan yang baik, jadikanlah diri kita baik terlebih dahulu.”
Sebagai penutup, Dr. Khairuddin menyampaikan kisah-kisah inspiratif keluarga dalam Al-Qur’an. Dari kisah Nabi Ibrahim dan kesabarannya dalam menghadapi ujian keluarga, hingga kisah Nabi Nuh yang menunjukkan bahwa iman lebih utama dari sekadar hubungan darah. Kisah-kisah ini mengajarkan bahwa setiap keluarga akan diuji dengan berbagai cobaan, tetapi kesabaran dan keimanan akan menjadi kunci untuk bertahan.

Dua hari di Sekolah Keluarga Samara ini benar-benar membuka mata dan hati saya. Ternyata, pernikahan bukan sekadar “jalani saja.” Ada ilmu, usaha, dan kesadaran yang harus terus dipupuk agar bahtera rumah tangga tetap berlayar meski ombak datang menghadang. Program ini bukan hanya sekadar pelatihan, tetapi investasi jangka panjang untuk kebahagiaan keluarga kita. Tentunya sekolah ini adalah salah satu wadah dan ikhtiar agar rumah tangga yang kita bina menjadi keluarga yang sakinah mawaddah warahmah.
Biasanya Samawa, ini menjadi Samara. Btw, kayaknya komprehensif banget deh materinya.