“Liz, kamu udah daftar BPJS, belum?” Tanya dokter kandungan langgananku saat saya memeriksa kandungan yang telah memasuki usia 9 bulan.
“Belum, dokter.” Jawab saya pasti.
Wajah dokter bertubuh tambun itu tiba-tiba aneh. Pasti ia berpikir, “Hari gini belum punya asuransi kesehatan? So what gitu, lho,”
Gedubrakkk…
“Daftar aja terus. Yang mandiri aja biar bisa di kelas 1. Lagian cuma 60 ribu. Ya, sejauh ini sih kandunganmu oke-oke aja. Tapi kan untuk jaga-jaga aja.”
Pulang dari tempat praktek sang dokter, saya pun mulai mencari informasi di internet cara mendaftar BPJS Kesehatan Mandiri. Setelah membaca di situs BPJS Kesehatan dan juga dari postingan di blog teman-teman yang menceritakan proses mereka mendaftar asuransi kesehatan ini, saya pun tertarik. Lebih-lebih ada undang-undang yang mewajibkan setiap warga Indonesia memiliki jaminan kesehatan nasional ini. So, sebagai warga negara yang baik, saya harus taat aturan:)
Pendaftaran jaminan kesehatan ini bisa dua cara, yaitu online dan offline. Sayangnya, saat saya mencoba mendaftar secara online, website BPJS Kesehatan sedang mengalami perbaikan. Walhasil, saya pun langsung mengajak suami ke kantor BPJS Kesehatan di kota tempat tinggal saya untuk mendaftar langsung.
Awalnya sempat melintas di pikiran saya, ngapain ribet-ribet daftar asuransi kesehatan, toh saya sehat-sehat saja dan dedek bayi dalam kandungan juga tidak ada masalah. Namun, saya sadar, kita tidak bisa menduga kapan si sakit itu datang. Walaupun kita sudah menjagan tubuh dengan baik, tapi tidak tertutup kemungkinan kita tidak akan sakit. Apalagi saya yang sedang hamil waktu itu, segala sesuatu bisa terjadi dengan kandungan saya. Lagi pula, mana ada asuransi kesehatan komersial yang mau menanggung biaya persalinan seperti yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan?
“Hamil dan melahirkan adalah penyakit yang sengaja dibuat, Bu. Jadi, kami tidak menanggungnya.” Begitu jawab sales marketing sebuah asuransi swasta saat mempromosikan produk asuransinya ke saya. Deg, sakitnya tuh di sini saat mendengar jawaban si Ibu Sales.
Selain itu, jika Allah terus menganugerahi saya kesehatan, premi yang saya bayarkan bisa digunakan untuk membantu orang lain yang sedang sakit. Prinsip gotong royong itulah yang diemban oleh badan hukum yang menjamin kesehatan seluruh rakyat Indonesia ini.
Dengan perut yang semakin besar, saya dan suami pun mendaftarkan diri menjadi peserta BPJS Kesehatan. Yup, untuk mencapai cakupan semesta (begitu istilah yang digunakan orang BPJS), setiap ada peserta baru yang mendaftar, maka ia wajib mendaftarkan seluruh anggota keluarga yang ada dalam kartu keluarga (KK). Bagus juga sih, dengan ini, perlahan tapi pasti seluruh rakyat Indonesia akan menjadi peserta BPJS Kesehatan. Kalau sakit, tidak ada lagi istilah tidak ada uang untuk berobat. Kan, sudah ditanggung BPJS 🙂
Sebenarnya, sebagai penduduk Aceh, pemerintah Aceh telah memberikan Jaminan Kesehatan Rakyat Aceh (JKRA) untuk seluruh masyarakat yang berKTP/KK Aceh yang juga dikelola oleh pihak BPJS. Hanya saja, untuk kelas rawatan JKRA itu di level 3. Kalau nanti saya pindah dari Aceh, secara otomatis kepesertaan saya pun gugur.
Akhirnya, saya pun keluar dari peserta JKRA dan menjadi peserta mandiri. Nah, saat mengisi formulir, pegawai BPJS Kesehatan meminta saya dan suami untuk menandatangani surat pernyataan keluar dari peserta JKRA yang ada materainya.
Syarat untuk menjadi peserta mandiri pun cukup mudah. Cukup membawa KTP/KK, pas foto berwarna ukuran 3×4, dan foto kopi buku tabungan Mandiri/BNI/BRI. Di ketiga Bank inilah nanti kita akan membayar premi asuransi.
Ketika nomer antrian saya dipanggil, dengan ramah petugas BPJS itu menjelaskan tata cara pendaftaran dan pembayaran premi. Ada tiga kelas untuk peserta mandiri, kelas 1, kelas 2, dan kelas 3. Untuk kelas 1, premi yang harus dibayar adalah Rp 59.500, kelas 2 Rp 49.500, sedangkan kelas 3 Rp 25.500. Pengelompokan kelas ini hanya pada ruang rawatan dan tidak untuk pelayanan. Seluruh peserta JKN mendapatkan pelayanan yang sama entah itu dari dokter, perawat, obat yang digunakan, dan semua tindakan lainnya.
Setelah mendaftar, saya pun mendapatkan virtual account, yaitu akun virtual untuk pembayaran premi. Karena Bank yang bekerja sama ada 3, maka akun virtualnya juga 3. Sistem pembayarannya bisa transfer langsung, auto debet, transfer via ATM, mobile banking, atau internet banking.
Ketika akun virtual sudah di tangan, saya dan suami langsung membayar premi pertama. Kemudian kembali lagi ke kantor BPJS untuk mendapatkan kartu BPJS Kesehatan. Tujuh hari kemudian, kartu BPJS kami pun langsung aktif dan bisa digunakan untuk berobat.
Mudah bukan? Jadi tunggu apa lagi, yuk segera daftarkan diri Anda dan keluarga ke BPJS Kesehatan terdekat.
*PS: belum satu bulan saya menjadi peserta BPJS Kesehatan, saya mengalami Ketuban pecah dini dan persalinan tidak maju sehingga harus dilakukan sectio caesaria. Alhamdulillah, semua biayanya ditanggung oleh BPJS Kesehatan.
Lidya says
mudah ya mbak cara buatnya. Aku baru punya dua bulan ini di urus sama teman
Rinrin Irma says
BPJS mudah dan memudahkan, Bapak saya bolak balik dirawat di RS semua ditanggung BPJS kecuali biaya lab dan beberapa obat non generik yang tidak ditanggung BPJS… tapi alhamdulillah… kalau tidak ada BPJS entah habis berapa puluh juta biaya perawatan Bapak di RS
oto says
apakah obat BPJS itu bagus2 gak ya, ane dengar2 obat2 biasa ya dan kalau sudah ada JKA gimana ya buk dokto, apa bisa urus BPJS ? makasih sebelumnya ya
Liza Fathia says
JKA sudah masuk ke dalam bpjs juga pak. Jadi kalo sudah terdaftar JKA otomatis menjadi anggota bpjs
Amin says
makasih for infonya , sangat lengkap tentang BPJSnya, makasih buk dokter ya 🙂
Liza Fathia says
Sama-sama
andho says
kalau daftar BPJS saat usia kandungan 7bulan apakah bisa di pakai saat persalinan ?
Liza Fathia says
Bisa pak, yang penting bawa surat keterangan dokter. Nanti waktu diregistrasi menggunakan nomor kartu keluarga
dell says
katanya kalo bpjs itu wajib ya? kalo ga ikutan trus di denda?