Malam itu, langit di Homestay Hj. Dorani terlihat sangat cerah dengan cahaya bulan dan kerlipan bintang. Puluhan masyarakat sekitar berbondong-bondong memadati halaman depan penginapan yang terletak di kawasan Sungai Haji Dorani, Sungai Besar, Selangor. Semua mengambil posisi masing-masing dengan berdiri atau duduk bersila di atas tanah lapang tersebut. Tidak ketinggalan saya dan teman-teman peserta acara Rentak Selangor, sebuah program wisata tahunan dari Jawatan Kuasa Pembangunan Generasi Muda, Sukan, Kebudayaan dan Pembangunan Usahawan Selangor (Selangor Youth Generation Development, Sports, Cultural and Entrepreneurship Development) Unit Perancang Ekonomi Negeri (UPEN) Selangor, dan Gaya Travel Magazine. Setelah puas menikmati makan malam, kami pun berkumpul bersama di lapangan yang luas dan di kelilingi oleh sawah yang baru siap di panen. Tujuan kami sama; hendak menyaksikan persembahan tarian kuda kepang dan barongan.
Sejarah hadirnya kuda kepang di Selangor juga tidak jauh berbeda dari asal muasal tradisi kebuyaan Gamelan dan Wayang Kulit di negeri ini. Semuanya bermula dari kedatangan masyarakat Jawa ke wilayah ini dan membentuk sebuah komunitas.
“Karena suntuk tidak ada hiburan, maka terbesitlah untuk memainkan kuda kepang.” Kata Cik Rusli, pelatih kuda kepang pada komunitas Jawa di Sungai Besar, Selangor.
Demikian juga dengan tarian barongan yang ikut dimainkan bersama dengan kuda kepang. “Kalau di Jawa Timur disebut dengan reog, di Malay disebut barongan. Yang bawa ke sini juga orang tua kami yang merantau ke Malay,” imbuhnya lagi.
Baca juga : Rentak Selangor: Ketika Tradisi Melayu dan Jawa Bersatu
Di tengah kerumunan warga, kuda kepang telah berdiri tegap. Anyaman buluh yang disusun dan diukir sehingga menyerupai kuda itu seakan tidak sabar lagi menunggu ditunggangi oleh penunggangnya. Beberapa saat kemudian, para penari kudang kepang menunjukkan kebolehannya. Dengan iringan musik yang dihasilkan oleh gendang, gong, bonang, kenong, dan saron, para Adam yang menginjak usia remaja itu menari sambil memegang kuda masing-masing.
Para penari kuda kepang yang berjumlah 9 orang itu mengayunkan langkahnya ke depan dan ke belakang, lalu berputar-putar, sesuai irama musik. Gerakan mereka dipandu dengan pukulan cemeti oleh seorang danyang.
“Lebih kurang, ada 25 orang yang andil dalam tarian kuda kepang ini,” jelas Cik Rusli, “9 orang sebagai penari, 5 orang pemain musik, 15 orang sebagai penjaga (danyang), dan 2 orang sebagai pawang atau bumoh pemulih,” tambah laki-laki yang telah 30 tahun lebih bermain kuda kepang ini.
Usai menari, para penunggang kuda kepang tersebut bubar dan kuda-kuda itu kembali diletakkan di tengah-tengah lapangan. Beberapa saat kemudian, Cik Rusli meletakkan satu talam sesajian yang terdiri dari buah kelapa, beras, pisang masak, kemenyan, kain putih, jarum, benang, ayam putih, padi, telur dan bunga rampai.
“Mohon tidak ada yang mengenakan pakaian berwarna merah dan menghidupkan lampu cahaya dari kamera atau smartphone karena bisa menarik perhatian penari kuda kepang,” salah seorang panitia mengingatkan kami.
Persembahan Tarian Kuda Kepang dan Barongan
Cik Rusli, lelaki keturunan Jawa yang juga berperan sebagai pawang pada persembahan kuda kepang tiba-tiba menuju ke tempat sesajian berada. Ia lalu membakar sesuatu hingga berasap. Dari aroma asap tersebut saya langsung bisa menebak kalau itu adalah bau kemenyan. Membakar kemenyan adalah salah satu ritual kesenian kuda kepang ini.
Setelah bau kemenyan menyerbak ke seantero lapangan, dengan mulut yang terus berkomat-kamit seperti sedang mengucapkan sesuatu, lelaki paro baya itu kemudian menengadahkan kedua tangannya. Ia seperi sedang membuka sesuatu di udara. Ia menghadap ke segala penjuru mata angin, barat, timur, utara, dan selatan dengan muka dan kedua tangan ditengadahkan ke udara. Cik Rusli sedang “membuka gelanggang”, istilah untuk kegiatan memanggil makhluk gaib.
Semua penari kuda kepang berbaris dan mengusap muka mereka dengan asap kemenyan secara bergantian. Pada persembahan malam itu, Cik Rusli meminta 3 relawan dari peserta Rentak Selangor untuk menjadi penari. Maka, majulah dua lelaki dan satu perempuan mewakili kami semua.
Ketika alat musik mulai di dendangkan dan danyang memukul cemeti ke tanah, semua penari memegang kuda yang terbuat dari anyaman buluh tersebut dan menari mengikuti irama alat musik. Mereka bergerak maju mundur dan berputar seakan sedang berada di medan pertempuran.
Waktu terus berlalu. Semakin lama, para penari kuda kepang itu semakin larut dalam tarian kuda kepangnya. Pun demikian dengan penonton, tak bosan-bosan melihat gerakan kaki sang penari.
The Real Kuda Kepang and Barongan
Suasana pun mendadak gaduh ketika barongan berwujud harimau datang dan diikuti beberapa pria bertopeng. Barongan ikut menari bersama penari kuda kepang, mengikuti irama gendang, gong, bonang, dan sarong. Namun, lama kelamaan gerakannya semakin menyeramkan. Bulan yang semula terang benderang tiba-tiba tertutup awan.
Barongan harimau yang ditunggangi oleh dua laki-laki dewasa itu memakan sesajian yang ada di tengah-tengah lapangan. Kelapa gading yang berwarna kuning mampu ia kupas dengan gigi geliginya. Batoknya ia pecahkan menggunakan kepala. Semua penonton terperanjat saat itu.
Penari kuda kepang pun mulai berlaku aneh. Bocah-bocah itu berubah seperti kera. Pisang yang berada di tengah persembahan mereka makan, pun demikian dengan telur dan bunga. Di antara penari itu ada juga yang saling berkelahi seperti kera-kera yang sedang berebut makanan.
Homestay Sungai Hj. Dorani tiba-tiba mencekam. Para penonton tarian kuda kepang dan barongan yang semula sangat menikmati alunan musik dan tarian para penari tiba-tiba ketakutan. Terlebih ketika para penari yang seperti kerasukan kera itu menuju ke arah kami.
“This is the real kuda kepang,” ucap Bang Sham dari Gaya Travel.
“Maksudnya?” saya yang baru pertama sekali melihat tarian kuda kepang tidak paham maksud ucapannya.
“Saya belum pernah melihat kuda kepang macam ini. Biasanya tidak semengerikan ini.” Jawabnya kemudian.
Sebuah kelapa gading berwarna kuning digulingkan ke arah saya oleh penari cilik tersebut. Dengan memberanikan diri, saya pun menggulingkan kembali kelapa itu. Ia lalu mengambil buah kelapa dan mengupasnya dengan gigi kecilnya sampai habis. Lalu dengan menggunakan kepalanya sendiri, ia memecahkan batok kelapa itu.
Malam semakin larut. Cik Rusli, sang Bomo Pemulih mulai membisikkan sesuatu ke telinga para penari. Ada beberapa yang kembali tenang dan keluar dari area persembahan. Tetapi ada juga yang enggan keluar dari tubuh sang penari. Anak-anak itu tampak semakin ganas saat menari.
Pun demikian dengan barongan. “Sesuatu” yang terdapat di tubuh pemain barongan itu seakan tidak mau keluar. Ia terlihat begitu beringas sampai-sampai sang pawang kewalahan untuk menghadapinya.
Kemudian Cik Rusli menunjuk ke kami yang duduk di sudut kiri. Semuanya terkejut dan berlari menjauhinya. Ia berjalan cepat mendekati kami. Syukurnya, yang ia tuju ternyata bukan kami melainkan pohon kelapa yang terdapat di belakang sana. Lelaki itu kemudia menggali tanah tidak jauh dari pohon kelapa dan mengambil sesuatu. Ia berjalan kembali ke arena dengan tangan kiri memegang keris dan tangan kanan menggepalkan yang kami pun tidak tahu apa isinya.
Musik terus dimainkan. Tiga peserta rentak Selangor yang menjadi relawan untuk menari kuda kepang masih saja menari mengikuti irama. Mereka terlihat sangat menikmati irama musik tersebut dan enggan untuk berhenti. Gerakannya pun tetap bersemangat seperti saat pertama tarian ini dimainkan.
Semua penari dan barongan kembali sadar dan menepi. Tiga relawan itu masih saja menari. Keringat yang bercucuran di tubuh mereka seakan tidak menjadi masalah. Mereka sangat bersemangat.
Teman-teman kami tersebut. Satu persatu dibisikkan mantra oleh Cik Rusli dan mereka pun kembali sadar. Persembahan tarian kuda kepang dan barongan pun selesai.
“Rasanya seperti kamu sedang menikmati alunan musik yang sangat indah. Itulah yang saya rasakan,” jelas salah satu dari mereka.
“Tubuh saya pun terasa sangat ringan dan lentur. Tidak lelah sama sekali. Pokoknya saya benar-benar menikmati tarian dan musik yang dimainkan,” tambah yang lain.
“Kepingin main lagi?” tanyaku kemudia.
“Sebelum dibisikkan sesuatu oleh pawing itu, saya merasa marah saat musik berhenti. Rasanya ingin terus menari. Tapi sekarang sudah biasa lagi.”
Begitulah persembahan kuda kepang dan barongan yang kami saksikan di Homestay Hj. Dorani. Menegangkan, mencekam, dan membuat adrenalin semakin melonjak. Dan di sinilah pertama sekali juga saya melihat persembahan kuda kepang atau yang lebih dikenal dengan kuda lumping di Indonesia. Pun demikian dengan barongan, inilah the first time in my live melihat langung barongan mengamuk dan mengupas kelapa dengan geliginya. Seru.() Liza Fathia
indah says
Wah mistis sekali jika berhubungan dengan adat dan tradisi barongan seperti itu. Bisa kerasukan kera ya mbak keren.
Liza Fathia says
iya mbak indah. ngeri euy
jokokendal says
Kuda kepang dan Barongan Upacara budaya ini pernah di adakan di Majlis2 keramaian saperti Majlis Walimah Masyrakat Jawa di-Singapura pada tahun 70an, 80an, dan awal 90an. Ia amat di sukai dan di-banggai. Tapi, kebelakangan ini sudah kurang di-adakan, kerana sebab mistis, pemujaan roh2 dan sajen (Sajian) yang ramai menganggap becanggah dengan landas2 Ugama. Yang tinggal adalah Gamelan. Itupun kalau yang mengadakan Majlis benar2 jawa asli dan mempunyai dana untuk mengadakan persembahan di Majlis mereka. Otherwise Karaoke sudah mencukupi.
Liza Fathia says
oh seperti itu. terima kasih infonya mas joko
omnduut says
Bener-bener beti alias beda tipis sama Indonesia. Yang kayak begini juga ada ternyata. Wow.
joko kendal says
Ono mas. iku lah kami womg Jowo nan Singapur. Kepercayaan agama membatasi segala, walaupun sudah kehadapan, kami tetap berpegang pada teras agama. Kami sanggup membuang adat jika ia-nya melanggar ajaran agama. Peribahasa Biar mati anak asal tidak mati adat tidak berlaku di-sini. Buat kami biar buang adat jika ianya melanggari dasar Agama.
Liza Fathia says
@omduut: iya oom. Orang jawa sendiri yang mempopulerkannya
@jokokendal: benar sekali mas joko. kalau bertentangan dengan agama sebaiknya ditinggalkan
yuniandriyani77 says
Waduh, aku baru tahu kalau di Selangir ada kuda lumping mbak…kirain cuman ada di Jawa….
Liza Fathia says
sepertinya dimana ada orang jawa, kesenian ini pasti ada mbak yuni
Ophi Ziadah says
Weeww ngeri2 sedap yaa ngebayangin ada disitu langsung za
Liza Fathia says
iya mbak ophi..hihihi
Amir Mahmud says
Kalau di tempat saya namanya Ebleg, terus yang jadi rajanya namanya Barong
Liza Fathia says
Mirip berarti ya bang amir.
rahmat2709 says
Masih nggak bisa bayangin ketika tiba2 roh itu berpindah ke tubuh kita
Liza Fathia says
Hahahaha. Iya benar sekali
SITI FATIMAH AHMAD says
Assalaamu’alaikum wr.wb, Liza Fathia….
Apabila pengalaman dengan melihat sendiri tentu lebih banyak kenangan dan kekal di ingatan. Malah sempat membuai banyak emosi ya. Kudang Kepang memang sudah lama malah saya bersekolah rendah (dasar) juga bermian kuda kepang sebagai aktiviti kesenian di sekolah.
Salam manis dari Sarikei, Sarawak.
Liza Fathia says
Waalaikumsalam ummi. Wah ummi pernah memainkan kuda kepang masa kanak2 dulu? Seronok sangat ya
jarwadi says
namanya juga serumpun. budayanya mirip mirip 🙂
Liza Fathia says
Iya. Terus yang tinggal disanaa juga orang jawa
ysalma says
Wow, ternyata benar2 ada mistisnya berarti yaa.
Membacanya aja merinding, gimana ada dilokasinya langsung?
Liza Fathia says
Hihihi. Ngeri2 sedap gitu mbak salma
Sasa says
kuda kepang itu hampir sama kaya kuda lumping aslin Indonesia yah mba ?
Liza Fathia says
memang sama mbak sasa
Oeky says
aku liat fotonya kok serem ya … O_O agak bikin merinding gimana gitu.. malem pula. yang aku gak ngerti gimana cara roh bisa masuk ke tubuh orang…. nanti klo rohnya ga mau pergi gimana? waaaaaa serem bangeeeeet >_<
Liza Fathia says
hahahahhaha…. aku pas nulisnya juga ngeri2 gitu
Nusantara Adhiyaksa says
Tradisi asli Indonesia, yang sudah berakulturasi dengan kearifan lokal di selangor …
semoga Reog Ponorogo akan selalu menjadi Identitas Bangsa kita …. Amin
Liza Fathia says
amiin. dan semoga generasi penerus bangsa ini mau mendalami lebih banyak warisan leluhur kita
Blogger Kendal says
Mba Liz, di Kendal juga ada Barongan dan jaran kepang
sama mba, mereka juga kerasukan gitu kalo udah gitu apa aja dimakan
dan bawaannya pengen gila-gilaan gitu. Kadang takut tapi ya seru hehehhe
Liza Fathia says
iya, bener say. ngeri tapi seru
April Hamsa says
Budayanya mirip ya mbak dengan kuda lumping di Jawa.
Tentang budaya ini saya selalu suka sama filosofi yg mendasari bgmn dulu mulai aalnya pertunjukan budaya ini.
Tengkyu sharingnya Mbak Liza, jd nambah pengetahuan ttg budaya 😀
Liza Fathia says
iya mbak april, soalnya sama2 dari jawa kan
momtraveler says
Paling ngeri nonton yg beginian pasti banyak yg kesurupan
Liza Fathia says
bener banget kak, ngeri2 sedap nontonya
Hadi Prayitno says
Permainan ini memang identik dengan klenik.
fanny fristhika nila says
aku serem ih bacanya… agak2 gmn yaaa, apalagi sampe memanggil makhluk halus… trs ada sesajen… Kadang budaya ama agama itu suka bertolak belakang ya mba… tapi aku sendiri juga suka penasaran ama ritual2 budaya begini
Lia Lathifa says
wih kaya kesurupan gaya monyet ya mbak, bisa begitu. Gak sangka juga di Selangor ada atraksi kuda lumping, kirain di Indonesia aja
Liza Fathia says
Iya mbak lia. Banyak org indonesia soalnya disana
helenamantra says
Naah iya seperti kuda lumping. Serem ih pakai sesajen segala
Liza Fathia says
iya, sereeem
joko kendal says
Kalau serem kok masih di amali. Kan baik di-pinggiri. Lebih2 lagi bila ada element element yang boleh merosakkan akidah sebagai muslim.
wisnutri.com says
tak kira yang ada ritual ritualnya cuma kuda kepang di Indonesia aja
ternyata di malaysia nggak kalah ngeri…
Liza Fathia says
iya.. mengerikan apalagi pas ada yang kerasukan
Babang Travengler says
kalau di Jawa namanya kuda lumping,sama-sama ada nuansa mistisnya juga
Liza Fathia says
iya, sama persis
Naqiyyah Syam says
Jadi ini budaya Indonesia atau Malaysia ya Mak? Mirip banget ya?
Liza Fathia says
budaya Indonesia yang dibawa oleh masyarakat jawa ke malaysia mbak naqi
jokokendal says
Budaya Jawa tak kira D Indonesia, Malaysia, Singapura, Suriname selagi ada orang Jawa. Di-Suriname d panggil Jaran kepang.
joko kendal says
Ia nya tidak boleh di-ketegorikan sebagai budaya Indonesia sebab pengamal budaya ini mostly orang Jawa atau mungkin Bali dan Sunda. Ia tidak di amalkan oleh masyarakat Indonesia lain nya saperti, Melayu, Dayak, Batak Aceh, Padang. Mohon Ampun kalau saya tersalah (Correct me if I am wrong, Doc Liza)
WarnaCodex says
Datang ke kotaku yach
ada kesenian tradisional menarik disini 🙂
Liza Fathia says
dimana mbak?
alhaka says
ngeri juga ya kalo pas kemasukan jin ga bisa ngendaliin, ntar yang nonton jadi korban lagi.
Liza Fathia says
iya, kalo ga ada pawang, bisa2 yang nonton ikut keasukan
Ibnu Syahri Ramadhan says
Di kampung kami dulu sering nih Kuda Kepang,
“awas baju merah!” Teriak Pawangnya 😀
Liza Fathia says
iya betul. baju merah ga boleh dekat2
kelapa sawit says
jaranan klo di kamppungku namanya
Liza Fathia says
berarti ada banyak nama ya mas
Firsta | A Travellers Journey says
Jadi ingat pertama kali nonton atraksi kuda lumping. Itu juga agak gimana gituuuu.. :/
Liza Fathia says
apalagi pas ngeliat yang kerasukan ya
atrasina adlina says
serem sekali liat itu kuda kepangnya. tapi gak ada yang kerasukan karena pake baju merah kan ya?
Elina says
Dulu, jaman2 aku masih sd sering banget yg ngadain acara kuda kepangan dan barong kaya gitu.
Aimarahman says
Salam, ada tak no contact cik rusli or ketua persatuan kumpulan kuda kepang ?