Fatherless kids, mungkin istilah ini masih jarang di telinga kita. Kekosongan figur ayah dalam kehidupan sehari-hari kerap dirasakan oleh anak-anak tetapi ia tidak menyadari sepenuhnya bahwa ia sedang mengalami fatherless sampai sang anak merasakan dampak dari kondisi tersebut dalam dirinya.
Daftar Isi
Fatherless Kids, Ber-Ayah tapi Tidak Punya ayah
Saya ingat jelas masa-masa saya bekerja di sebuah instansi pemerintah yang dulunya BUMN dan kini bertransformasi menjadi badan hukum publik. Saat itu, saya ditempatkan di Aceh Barat Daya, sebuah kabupaten di Aceh yang jaraknya 8 jam perjalanan dari Banda Aceh. Hanya saya dan putri saya Naqiya yang pindah ke sana sedangkan bang Tunis setelah menyelesaikan pendidikannya di Jerman beliau mengabdikan diri sebagai dosen di Banda Aceh. Jadilah kamu pasangan long distance marriage (LDM).
Bagi seorang wanita karir, rasanya tidak ada masalah berarti ketika harus menjalankan LDM ini. Sebagian besar waktu saya habis dengan pekerjaan di kantor. Namun, itu tidak berlaku ketika saya berada di posisi seorang ibu.
Pengasuh Naqiya sering bercerita jika putri sulung saya sering mengeluh iri dengan anaknya. Naqiya kerap berkata,” Kak Jihan enak, ada ayah sama-sama kakak. Adek engga punya ayah, ayah Adek di Banda.” Rasanya hancur hati ini mendengar cerita itu.
Rasa bersalah dan sedih semakin memuncak ketika saya dan Naqiya mengikuti family gathering yang diselenggarakan oleh sekolah TK-nya. Waktu itu, bang Thoenis tidak bisa hadir karena masih di Banda Aceh dan beliau harus mengajar di hari itu.
Saat family gathering itu, ada permainan yang melibatkan ibu, ayah, dan anak. Naqiya ingin sekali ikut serta dalam permainan itu, tetapi sedihnya tidak ada ayah bersama kami.
Saya pun kemudian merenung, sampai kapan saya harus mempertahankan ego saya untuk mengejar karir sementara anak saya sedang butuh sosok ayahnya? Akhirnya, setelah mempertimbangkan manfaat dan mudharat selama berkerja, saya memutuskan untuk resign. Keluarga kami yang sebelumnya terpisah-pisah akhirnya bersatu kembali.
Banyak hal yang berubah dari Naqiya ketika ayah dan ibunya bersama. Ia yang dulu sering termenung kini kembali ceria. Sesuatu yang tidak pernah ia dapatkan saat hanya berdua dengan saya kini bisa ia peroleh.
Naqiya berubah menjadi lebih baik, lebih dewasa, lebih berani, lebih tegas dan berkarakter setelah figur ayah hadir bersama dirinya.
Jangan biarkan anakmu menjadi fatherless kids
Fatherless adalah ketiadaan peran dan figur ayah dalam kehidupan seorang anak. Hal ini terjadi pada anak-anak yatim atau anak-anak yang dalam kehidupan sehari- harinya tidak memiliki hubungan yang dekat dengan ayahnya.
Sebagai seorang anak yatim sejak usia 9 tahun, kondisi fatherless ini saya alami. Walaupun mamak, dimata saya adalah sosok yang luar biasa dalam membesarkan saya dan adik seorang diri, tetapi ketika beranjak dewasa seperti saat ini, saya menyadari bahwa banyak kekurangan dari dalam diri saya karena saya hanya sebentar merasakan figur ayah.
Dulu, saya adalah orang yang sangat plin plan, tidak enakan, tidak tegas, dan berbagai sifat lain yang biasanya didapatkan anak dari didikan seorang ayah. Syukurnya saya dikelilingi oleh orang yang baik dan suami yang selalu mengajarkan saya untuk menjadi lebih baik. Namun, bagaimana dengan mereka yang tidak bernasib sama dengan saya?
Ketiadaan peran ayah juga dialami oleh anak-anak yang memiliki ayah tetapi sang ayah tidak hadir dalam kehidupan mereka. Entah itu karena perceraian atau budaya yang menempatkan pengasuhan anak hanya oleh ibu saja.
Banyak penelitian yang menyebutkan bahwa ketiadaan peran-peran penting ayah akan berdampak pada rendahnya harga diri (self-esteem) ketika ia dewasa, adanya perasaan marah, rasa malu karena berbeda dengan anak-anak lain dan tidak dapat mengalami pengalaman kebersamaan dengan seorang ayah yang dirasakan anak-anak lainnya.
Kehilangan peran ayah juga menyebabkan seorang anak akan merasakan kesepian, kecemburuan, dan kedukaan, dan kehilangan yang amat sangat, yang disertai pula oleh rendahnya kontrol diri, inisiatif, keberanian mengambil resiko, serta kecenderungan memiliki neurotik, terutama pada anak perempuan.
Peran ayah seharusnya dapat menjadi pelindung, penyokong materi dan model keteladanan bagi anak-anaknya. Sehingga hal-hal tersebut di atas tidak sepatutnya terjadi. Idealnya, ayah dapat memberikan kenyamanan tempat tinggal dan keamanan dari bahaya yang mengancam secara fisik maupun psikologis. Dengan begitu perlindungan, jaminan finansial dan pemenuhan spiritual yang menyeluruh dapat menyentuh jiwa dan raga anak-anak dan seluruh anggota keluarga.
Kedudukan „financial providers‟ sama pentingnya dengan peran sebagai pelindung dan memberikan keteladanan bagi anak. Keterlibatan ayah dalam pengasuhan adalah suatu partisipasi aktif ayah secara terus menerus dalam pengasuhan anak dalam dimensi fisik, kognisi, dan afeksi pada semua area perkembangan anak yaitu fisik, emosi, sosial, intelektual dan moral.
Bersama membesarkan buah hati
Pengasuhan anak bukanlah tugas ibu saja, tetapi ayah juga perlu mengambil peran penting. Ketidakhadiran sosok ayah dalam hidup seorang anak dapat menjadikannya fatherless kids.
Dalam perkembangan seorang anak kehadiran ayah sangatlah diperlukan. Tak hanya untuk anak laki-laki, anak perempuan juga butuh figur ayah dalam hidupnya. Karena ayah adalah cinta pertama anak perempuannya.
Menjadi seorang ayah yang baik bukan berarti harus menjadi superman atau superdad. Cara paling mudah adalah dengan meluangkan waktu, memberikan telinga untuk mendengarkan kisah dari anak-anak, memberikan kehangatan melalui ciuman, pelukan, atau bentuk kasih sayang lainnya, itulah yang diperlukan oleh anak.
Oleh karena itu, stop fatherless kids. Anak kita butuh kita, ayah dan ibunya.
Referensi
- AR Sundari, 2013, Dampak Fatherless Terhadap Psikologis Anak https://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/11617/3973/A23.pdf
Leave a Reply