Pantai Jilbab, saat mendengar atau membaca namanya pasti orang-orang yang tidak mengetahui tentang pantai ini bertanya-tanya, kok jilbab? Memangnya pantainya seperti jilbab? Hal itu juga yang menjadi tanda tanya besar dalam pikiran saya saat teman-teman merekomendasikan Pantai Jilbab sebagai tempat wisata di Aceh Barat Daya.
Setelah bertanya-tanya kepada warga setempat tentang asal muasal nama Pantai Jilbab ini, saya pun mendapat jawaban bahwa pantai ini memiliki nama ketika Aceh masih dalam suasana konflik.
“Dulu kami menyebutnya dengan pasie (pasir). Tapi waktu masa konflik dan belum berlaku syariat Islam, disini sering dibuat razia khusunya untuk wanita yang tidak berjilbab. Sehingga muncul anekdot kalau ke pantai ini harus lah berjilbab. Makanya dinamakan dengan Pantai Jilbab,” jelas seorang pedagang yang membuka lapak di pantai berpasir putih ini.
Pantai Jilbab adalah pantai berpasir putih yang terletak di Desa Palak Kerambil, Susoh, Aceh Barat Daya. Untuk tiba dis sana hanya butuh waktu lima menit dari Kota Blangpidie dengan mengenderai sepeda motor. Di objek wisata ini, selain bisa menikmati laut biru yang berpasir putih, kita juga bisa melihat Pulau Pusong atau yang dikenal dengan Pulau Gosong dari kejauhan. Tidak hanya itu, puluhan cafe juga didirikan di tepi pantai ini sehingga jika lapar mendera, perut langsung bisa diisi di sana. Rujak Aceh, Mie Aceh, air kelapa muda, es krim, dan beraneka makanan lain bisa kita nikmati di pondok-pondok yang disediakan oleh cafe tersebut.
Bagi yang membawa anak kecil, ada satu cafe yang saya rekomendasikan. Namanya Cafe FC Barcelona. Sebenarnya, kalau dilihat-lihat hanya tempat para pramusaji menyiapkan makanan yang dicat layaknya warna club sepakbola itu, mungkin pemilihan nama cafe tersebut karena sang empunya ngefans berat dengan Barca. Nah, di halaman cafe ini terdapat beragam permainan yang bisa menghibur anak-anak. Misalnya saja ayunan, jungkat-jangkit, perosotan, tempat mandi bola, dan replika perahu.
Yang paling menarik dari semua permainan di cafe Barcelona adalah replika perahu. Beberapa perahu berukuran mungil itu disusun di atas lingkaran dan bisa diputar layaknya komedi putar. Bedanya, jika komedi putar bisa berjalan dengan mesin maka replika perahu ini harus diputar secara manual. Naqiya sangat senang waktu saya mengajaknya menaiki perahu-perahuan tersebut.
Ada satu hal yang harus dicatat jika ingin jalan-jalan ke Pantai Jilbab, waktu berkunjung ke sana adalah sore hari. Pernah sekali saya dan Naqiya ke sana pagi hari, maka hanya sepi yang kami dapatkan. Pantainya sepi begitu juga dengan cafe-cafe belum ada yang buka. Cuaca pagi sampai siang hari juga sangat panas, mungkin itulah alasan mengapa orang-orang baru berkunjung ke pantai ini di sore hari.
hidayahsulistyowati says
Unik juga namanya, pantainya juga bersih seperti pantai di Aceh lainnya ya mbak
Suherlin says
wah sesuai dugaan saya, ke pantai ini harus berjilbab hehe
pantai di Aceh bersih-bersih ya, beda banget sama pantai di Jawa, udah banyak sampah 🙁
Lia Angraini says
wah kenang2an para muslim pendahulu kita bahwa peduli wanita
Fahmi (catperku) says
hooh, sampai sekarang kalau ke pantai ini harus memakai jilbab gitu? 😀
Liza Fathia says
Yang cowok ga usah kak. Heheheh
mangcara says
Unik nama pantainya 🙂 sayang jauh banget di Aceh
echaimutenan says
AAAKKKK lucuneeeeeee embilll…
tapi pantainya masih bersih ya
watilabs says
Lengkap juga fasilitasnya ada tempat bermain buat si kecil di pantai
cafe says
cowok cowok harus pakai jilbab juga yah… biar gk kena razia. hihihi
hijabalsa123 says
Wih unik dan menarik pantainya. kan selama ini identik dengan pakaian yang kurang enak di lihat kalo dipantai.
ruangtanya says
harus berhijab ya berarti kalo mau k sana