Entah kenapa aku tiba-tiba teringat dengan seorang guru SMAku. Anwar Affan namanya. Ia mengajarakan pelajaran bahasa Indonesia. Pak AA, begitu kami bisa memanggil lelaki dengan kulit sawo matang itu.
Apa kabarmu Pak AA? Setelah lulus dari SMA Modal Bangsa, belum sekalipun aku bertatap muka dengannya. Namun demikian, wajahnya tak mungkin terlupa . Semangat yang selalu dilontarkannya selalu menjadi petikan api yang membakar semangat.
“Yang penting, apa yang anak Bapak lalukan itulah yang terbaik,” begitu kerap ia ucapkan ketika mengajari kami menulis karangan.
“Anak bapak harus menulis, menulis, dan menulis.”
Ia mengajari saya dan teman-teman IPA 3 lainnya ketika kami duduk di kelas tiga. Namun sosoknya telah kukenal sejak pertama sekali menginjakan kaki di sekolah yang terletak di Cot Geundret Kuta Baro itu. Suaranya yang khas dengan dialek melayu itu mampu menyihir pendengaranku. Ya, aku terkesima saat melihatnya mengajar tentang bahasa negeri ini.
Dus, ketika langsung bertatap muka dengannya, aku benar-benar bahagia. Sosok yang selama ini kukagumi telah hadir di depanku. Membimbingku tak hanya makna sebuah bahasa tapi juga pengorbanan hidup dan keikhlasan.
Tak ada alasan untuk tidak hadir ketika ia mengajar. Kalau pun harus bolos, itu karena sesuatu hal yang memang tidak bisa dielakkan. Karena ketika aku mencoba untuk bolos sekolah, beban morallah yang harus kuterima. Bayangkan saja, seorang lelaki paruh baya dengan penyakit diabetes mellitus yang sedang menggerogoti jiwanya, Pak Anwar Affan tetap hadir untuk memberikan ilmunya pada kami. Tak jarang, keringat bercucuran dan tubuh gemetaran karena produksi insulin yang tak lagi sesuai aku saksikan darinya. Namun, kobaran api semangat yang tertera di wajah tua itu seakan melenyapkan penyakit yang di deritanya.
Pernah sekali hujan begitu deras di Banda Aceh, jam sudah menunjukkan pukul 12.30. Artinya satu jam lagi sisa waktu untuk pelajaran Bahasa Indonesia. Belajar bahasa pada akhir waktu sekolah terkadang menimbulkan kebosanan dan rasa kantuk ditambah lagi dengan hujan yang deras dan guru yang belum datang. Karena berasumsi pak AA pasti tidak datang, kami pun berinisiatif untuk pulang saja apalagi jarak antara sekolah dengan asrama hanya sekitar seratus meterNamun tanpa dinyana, beliau tetap datang. Dalam keadaan kuyup dan melihat kelas kosong. Pak AA tidak marah, hanya saja ia mengingatkan
“Kalau tidak ada halangan apa-apa, bapak akan selalu hadir mengajar anak-anak bapak.”
Aku dan teman-teman benar-benar tersentuh kala itu. Rasa bersalah telah membuat guru yang sangat kami hormati itu harus pulang dengan rasa kecewa. Saat itu, aku dan teman-temanku bertekad untuk takkan pernah mengulanginya lagi.
Apa kabarmu Pak AA? Semoga engkau selalu berada dalam berkah dan lindunganNya.
Fahrie says
Guru yang ikhlas seperti itu semakin langka …
ardhan says
Wah wah.. luar biasa Bapak guru itu dek.. salam hormat saya tuk beliau. benar-benar terharu..
Ilham Maulana says
Guru memang pahlawan tanpa tanda jasa
Bintang Bumoe says
Ooo,, k2k lu2san MOSA yaa…. Mantrap that nyan.. Sy jg prnh duduk d bngku MOSA 2 minggu, hehehe…
Wah,, jasa2 guru memang gk bs dilupakan…
Semoga Allah membalas ketulusan hati mereka, Amin 😀
pendarbintang says
Luar biasa Pak AA yah,,,,jadi sangat tidak heran kalau apapun yang beliau katakan berkesan di hati kita 🙂
Salam kenal 🙂
ardhan says
makin penasaran deh saya dengan pak AA itu
petualang dari barat says
guru,,,,,,,,,,,,,, yang bertanggung jawab memberi motivasi.
Panda Aceh says
kebetulan saya juga seorang guru, terima kasih
jacki hasan says
guru dirimu memang tak ada duanya
yannie says
aku ingaaat, aku ingaat,
dan ya, aku kangen pak AA,
Semoga Beliau selalu dalam lindunganNya, amiiiin..
Zainal says
Kontribusi Pak Anwar Affan tidak di ragukan lagi…
Salah satu guru terbaik Bangsa Indonesia.
Tak akan pernah tergantikan jasa-jasa beliau.
rosa says
terharu… sosok yg penuh makna..
iqbal says
Guru saya juga kak saat di sekolah menengah atas. Beliau mengajar artinya pelajaran bahasa indonesia sebenarnya