Detikan jam seolah tak kunjung beranjak, berlari, menghabiskan sisa-sisa waktu tutorial yang hanya tinggal beberapa menit lagi. Pagi itu, aku sudah memutuskan untuk bolos kuliah umum dengan dr.Krisna karena keinginanku untuk segera menginjakkan kaki di tanah kelahiran sudah pada taraf yang tidak bisa ditoleril lagi.
“Kita ngga jadi kuliah dengan dr. Krisna,” ucap Syah, komting kelasku tiba-tiba membuyarkan fokusku terhadap diskusi tentang hipertiroidisme. Syah yang juga temanku ketika SMP, SMA dan kuliah itu langsung berlalu.
Hatiku bersorak riang. Itu artinya, aku tidak akan melakukan perbuatan dosa dengan tidak hadir kuliah. Aku pun segera beranjak pulang setelah dr.Syahrul, yang menjadi tutorku hari itu keluar dari kelas. Di depan pintu gerbang, aku menunggu Mimi teman sekampusku yang juga berasal dari Sigli untuk pulang bersama.
“Za, lon kalueh woe uroe Rabu.Tapi, bah lon intat droe u terminal.” jelasnya.
It’s okay. No problem. Yang penting aku pulang kampung. terlepas sendiri atau berdua. Pokoknya pulang. niatku sudah bulat. Sebenarnya aku bisa saja pulang ke Tangse bersama abang sepupuku dan keluarganya. Jam 3 nanti dia juga akan berangkat. but, aku harus menunggu enam jam lagi dan itu artinya kalau aku pulang, aku sudah bisa istirahat di rumah.
Aku pulang….
Dari rantau…
Bertahun-tahun di negeri orang oh Kuta Raja…
Jam 3, bus yang kutumpangi sampai ke pegunungan Tangse.
“Tangse benar-benar eksotik dengan pemandangan alamnya,” kata seorang teman.
Thats right. sayup-sayup angin pegunungan langsung saja menyambutku. Hawa dingin segera merasuk. Perbedaan cuacanya sangat terasa dibandingkan dengan Banda Aceh atau pun Sigli.
“Di rumah cecek enak. Banyak AC. Di mana-mana ada AC.” ucap Vina, keponakanku dengan polosnya. Di rumahnya ia hanya punya dua AC, begitu jelasnya.Dinginnya udara di Tangse menurutnya itu bagaikan air conditioner.
Ketika azan Ashar berkumandang, aku tiba di rumah. Tak ada orang di sana. Mamaku ke Blang Jeurat, tempat Nyak wa karena ada acara kenduri thon. Setelah shalat magrib, aku juga pergi ke sana. Jarak Pulo Masjid- Blang Jeurat sebenarnya hanya 2 km dan sering kutempuh dengan berjalan kaki. Tapi, kalau malam hari sangat tidak mungkin itu dilakukan. Pertama, hamparan sawah yang begitu luas akan mengiringi perjalanan malamku. Kedua, tak ada perumahan penduduk di sepanjang jalan. Ketiga, sangat banyak cerita mistis yang membuatku enggan untuk berpergian malam hari sendiri dan berjalan kaki. Akhirnya, aku memilih pergi dengan Cek Wod, tetanggaku yang juga tukang ojek.
Pesta Kereuling dan Durian
Selain kenduri, ternyata di rumah Nyak wa juga ada pesta Keureuling. “Kaleuh bu?” tanya Nyak wa, saudara mamaku satu-satunya itu ketika aku menuju ke dapur. langsung saja aku menjawab “BELUM”.
Aroma kuah asam keueung ungkot keureuling itu sudah menyatu dengan rasa lapar yang sedari tadi telah menggerogoti jiwa. “Pasti sangat lezat. Apalagi itu dimasak oleh mamaku.” batinku dan langsung menyambar piring di rak.
Ternyata ikan kereuling yang dimasak asam pedas itu untuk menyambut abang sepupuku dan juga beberapa orang temannya yang datang bersama keluarga mereka. Selain itu, apa Dullah, tetangga Nyak Wa, yang telah lama bekerja dengan wanita paruh baya itu telah membakar leumang untuk disantap dengan durian. sedaapppp.
Aku berpikir kalau sangat tidak sia-sia kepulanganku kali ini. Karena memang setiap kepulanganku ada banyak hal yang bisa kuceritakan. Dan ini sangat fantastik menurutku. Bener ngga?
Jam 9 malam, rombongan sepupuku baru tiba. Kebanyangkan kalau aku pulang bersama mereka? Mereka yang sudah dari tadi menahan lapar akibat demonstrasi para cacing di dalam perut dan gerakan peristaltik usus yang semakin meningkat langsung menyerbu hidangan. Ludes semuanya. Termasuk pepesan telur ikan kereuling yang dibuat Nyak Wa dan asam pedas buatan mama. Setelah makan, ya tau sendiri jawabannya apa? Kecapean, lapar, makan dan mengantuk kemudian tidur.
Aku sendiri sibuk di belakang bersama dengan apa Dullah dan Cek Wod. Aku melihat mereka sedang seru-serunya membelah puluhan durian yang di beli oleh sepupuku dalam perjalanan pulang. Sesekali (berkali-kali, hehe) aku mencicipi durian-durian tersebut sampai aku merasa mual sendiri.
Hunting Pakis
Pakis yang tumbuh di daerah pegunungan rasanya sangat berbeda dengan yang ada di dataran rendah. Ini kuakui dengan sangat. Tau kenapa? Karena aku maniak tumisan pakis. Jadi aku bisa membedakan mana yang lezat dan nggak, selain dari pengolahannya tentu. Dan itu juga diakui oleh para istri yang ikut bersama rombongan sepupuku itu. Mamaku menyediakan tumis pakis sebagai hidangan siang, dan langsung mereka menanyakan bumbu-bumbu untuk memasaknya apa saja kepadaku yang kebetulan menjadi penggiling bumbu. “Tidak banyak, cuma asam sunti, cabe rawit, dan bawang merah.” jawabku seperti koki saja.
Selain itu, mama juga menumis pete. wah, ternyata teman-teman sepupuku itu pecandu pate. hiiii, aku ngga benci sih. Apa sih yang ngga aku sukai? Aku kan pemakan segala (omnivora), kata temanku. Dengan syarat harus halal dunk.
Siangnya, semua teman-teman abangku pulang. Sedangka ia dan keluarganya serta satu orang temannya, Bu Bet, menyusul mereka di sora hari. Nah, rombongan yang telah duluan pulang itu menitipkan sekarung pakis untuk dibawa pulang ke Banda Aceh. Alamakkk. Dan langsung saja, sepupuku itu membawa kami semua untuk hunting pakis.
Awalnya kami memilih Blang Pandak, sebuah desa yang terletak tepat di kaki gunung Halimun, sebagai tujuan untuk mencari pakis. Namun, perjalanannya terpaksa dihentikan karena jalanan yang sangat rusak dan masih dalam perbaikan. Bisa-bisa mobil sepupuku kandas di tengah jalan. Akhirnya kami memutuskan untuk mencarinya di pinggir sungai Lhok Meusae, sebuah dusun di Krueng Meriam, yang terletak berhadapan dengan gunung Singgah Mata dan jalan menuju Geumpang-Meulaboh. Pakis yang kami dapatkan lumayan banyak, walau tak sebanyak yang kupikirkan sebelumnya. Setelah itu kami pun pulang.
Piyoh says
hmmm, jadi tambah pengen ke Tangse ni…haduh-haduh, jangan sampe terkomporkan..hehe, Mana sini Duriannya?
ijal says
sepertinya liza berbahagia sekali ya..
Durian yang dulu belum sempat liza makan akhirnya tergantikan juga yaa..
kapan2 kalo dikasih ijin sama Tuhan pengen juga ke tangse, pengen makan eungkot keureling (baru tau ada ikan jenis ini, waduh sori kalo malu2in) dan makan durian tangse.
za..za..bentar2 pulang ke kampung..beda li ma kita ni..lama2 sekali baru bisa pulang hiks..
Anonymous says
kasihan ijal… yang sabar ya..
mau bang hijrah? ohya bg, bg haris kemarin nikah udah tau kan?
ridha says
ijal jayus.. wakakaka..
berat jal.. pidie jal.. beraat..
wakakakaka
Anonymous says
salam kenal (lagi)….
hmmm… biarlah blm pernah tau mana itu tangse, tapi masih ada foto2 yang bisa dijadikan refferensi untuk membayangkan betapa indah nya tangse 🙂
Jadi ingat waktu dulu semasa sering camping 😉 Dingiiinn kali ya…..
dariorangpendatangdibekasi
selamat tahun baru 1430H dan 2009M
Anonymous says
berat la broe…
menyoe aceh rayeuk 10 Mayam, pidie 30 Mayam…
bRAat that,,
han ek ta pike nyan…
Anonymous says
wow….
berarti Liza 30 Mayam….??
Ya Subhanallah….
tapi, mangat sang nyan….
wakakakakakakakkak…..
liza fathiariani says
wow… apa yang telah terjadi dengan blogku??? pertengkaran masalah mayam? mayam pinang atau padi banyak tuh.. petik aja sendiri…
sekedar mengklarifikasi bahwa liza dan ijal hanya teman titik. ngga lebih,.. siapa yang menyebarkan fitnah ini harus ikut fitness dulu nih sepertinya…
lagian lagi krisis begini, emas mahal lho… apalagi 30 mayam? cape dehhhh…
ijal says
apaan sih ridha n anonim..?
ijal ma liza tu cuma kawan..
masak kalian udah piker`masalah mayam..
bikin malu aja..
alah hai..
ridha says
teman?
wah..
pupus sudah harapan..
aku ikut berduka cita..
ijal says
iya,fitnah yang berbahaya..soalnya bisa banyak yang salah paham sehingga mengakibatkan patah hati nanti..
hahaha..kenapa harus ikut fitness dulu za..?ada2 aja liza ni..
liza fathiariani says
ridha mentang-mentang juragan emas, seenaknnya bilang mayam2.. pupus? ya sudahlah.. mau gimana lagi 8-}
ijal says
pupus apa maksud ridha?
yang aku tau cuma berjuang
kalo masalah hasil akhir, cuma Tuhan yang tau..
ridha says
bukan abang yang ngomong mayam2 dek liza sayang…
tapi si mas anonim tu yang ga jentle ga berani pake nama sendiri..
Anonymous says
ridha!!! sejak kapan jadi mentel gitu, pake abg2 segala??? bukannya liza lebih tua dari ridha… ihhh, mengerikan bgt..
ijal says
ridha yang ngasih komen itu bukan m ridha adhari..itu ridha yang berbeda za..
liza fathiariani says
bukan berantem tapi perang mulut!!! ^_^
Anonymous says
kayaknya ada yg berantem ni…
hehe
ijal says
cuma becanda mas anonim..gabung yuk..biar rame 😛
Anonymous says
ayukkk,..siapa takutt
razi*+* says
hmmm….tangse. klo udaranya sprti AC ad yg kurng setuju tuh (aq mksdnya..hee..). pertama x kesana udaranya lbh menyegarkan ketimbang AC. kalo d bandingin, bandung ato padang udara tangse lbh cocok buat aq
jd pengen balik
Ikhwan Zubir says
menurut kabar burung tangse sudah tak sedingin dulu lagi… apa benar bu liza?