• Skip to primary navigation
  • Skip to main content
  • Skip to primary sidebar
  • Home
  • About
  • Recognition
  • Advertise
  • Disclosure
  • Contact

LIZA FATHIA

a Lifestyle and Travel Blog

  • ABOUT ME
  • Traveling
  • Advertorial
  • Kesehatan
  • Feature
  • Kuliner
You are here: Home / Aceh / Nasib Nisan “Batu Aceh” yang Menyedihkan

February 7, 2014

Nasib Nisan “Batu Aceh” yang Menyedihkan

sebuah nisan yang berbentuk balok dan terdapat ornamen cermin, sulur, dan kaligrafi arab tergelat begitu saja di atas tanah dan patah terkena akar pohon. Lokasi : Lamcot, Darul Imarah, Aceh Besar

sebuah nisan yang berbentuk balok dan terdapat ornamen cermin, sulur, dan kaligrafi arab tergelat begitu saja di atas tanah dan patah terkena akar pohon. Lokasi : Lamcot, Darul Imarah, Aceh Besar

Batu berukiran sulur, flora, dan kaligrafi arab itu tergeletak begitu saja di atas tanah. Di antaranya ada yang telah tertimbun dan menyatu dengan warna tanah. Bentuknya sudah tidak lagi utuh, terlihat beberapa bagian batu yang telah patah dan tersebar di mana-mana, ada juga yang berlumut. Batu itu adalah batu Aceh, nama lain yang disematkan untuk nisan umara dan ulama Aceh tempo dulu. Sampah-sampah plastik dan botol bekas minuman juga berserakan di sana sehingga sulit membedakan apakah tempat tersebut adalah areal pemakaman atau tempat pembuangan sampah.

***

Siang itu, saya dan suami sebenarnya hendak makan siang di sebuah warung yang terletak di Lamcot, Darul Imarah, Aceh Besar. Bang Thunis merekomendasikan tempat tersebut karena dulu beliau pernah KKN (kuliah kerja nyata) di sana. Ia ingin bernostalgia sambil mengisi perut di desa yang terletak berbaatasan dengan kota Banda Aceh.

Sebuah warung di samping meunasah Lamcot adalah tujuan kami. Bangunannya terbuat dari kayu, dindingnya hanya seperempat saja yang tertutup dengan pelepah rumbia, selebihnya dibiarkan terbuka agar udara segar dari sawah di seberang jalan masuk ke dalam warung. Atapnya juga terbuat dari daun yang sama sehingga ketika angin berhembus kencang dedaunan kering itu menimbulkan bunyi “krek-krek”.

Pengunjung warung itu tidak banyak. Maklum, warung nasi di kampung sedikit pembelinya karena masyarakat di sana lebih suka menyantap makanan di rumah sendiri. Yang sering menjadi langganan adalah tukang bangunan yang datang dari luar Aceh dan sedang menyelesaikan sebuah perkantoran yang tidak jauh dari warung.

Bagian belakang warung yang terdapat pepohonan  yang rimbun. Tempat ini juga dimanfaatkan pemilik warung tersebut sebagai tempat duduk pembeli. Tidak peduli kalau sebenarnya tempat tersebut adalah kompleks pemakaman

Bagian belakang warung yang terdapat pepohonan yang rimbun. Tempat ini juga dimanfaatkan pemilik warung tersebut sebagai tempat duduk pembeli. Tidak peduli kalau sebenarnya tempat tersebut adalah kompleks pemakaman

Setelah mengambil sepiring nasi lengkap dengan lauk, saya mengajak Bang Thunis ke meja yang terletak di belakang warung. Letaknya juga lebih tinggi sehingga angin sepoi-sepoi dari persawahan semakin terasa. Kami pun mengambil tempat di meja yang diletakkan tepat di tengah-tengah pepohonan besar nan rimbun. Meja tempat kami meletakkan nasi tidak lain adalah kulkas rusak yang telah beralih fungsi.

Selesai menyantap makanan, pandangan saya tertuju pada sebuah batu yang terletak tidak jauh dari tempat duduk. “Bang, itu nisan kuno!” seruku terkejut.

“Iya! Di sana juga ada nisan. Terus di semak-semak itu juga. Kayaknya tempat kita sekarang kuburan lah,” Bang Thunis ternyata juga baru mengetahui kalau tempat kami berada sekarang adalah kuburan kuno. Bukannya takut, saya malah penasaran dengan batu nisan yang berserakan di sekitar kami.

Batu nisan di antara sampah warung. Tergelatak begitu saja tanpa diketahui dimana tempat asalnya

Batu nisan di antara sampah warung. Tergelatak begitu saja tanpa diketahui dimana tempat asalnya

Di seluruh areal tempat kami berada terdapat nisan “batu Aceh” yang tidak lagi utuh. Ada yang tergeletak begitu saja di akar pepohonan, ada juga yang berukuran besar yang telah roboh dan tertutup tanah. Hanya beberapa batu nisan diletakkan secara terpisah. Tidak jelas alasan dipisahkannya nisan-nisan tersebut.

Batu nisan yang berbentuk balok yang terletak beberapa meter dari pepohonan tempat kami berada

Batu nisan yang berbentuk balok yang terletak beberapa meter dari pepohonan tempat kami berada

Ketika melihat ke bawah bangku tempat saya duduk, lagi-lagi ada pecahan  batu nisan di sana. Di sekitar kandang ayam yang tidak jauh dari tempat kami juga ada. Tidak salah lagi, tempat ini adalah pemakaman kuno yang terbengkalai. Parahnya lagi, pemiliki warung tersebut tidak tahu kalau tempat ia mencari rezeki adalah situs pemakaman kuno.

Sama seperti batu nisan yang pernah saya temui di Kampung Pande, Banda Aceh, terdapat berbagai jenis batu nisan dengan ukiran yang beraneka ragam terpancang di kompleks ini. Ada yang berbentuk balok, pipih bersayap dan pipih. Ornamen atau ukirannya juga beragam, antara lain adalah motif bingkai cermin, tumpal, flora, sulur-suluran, dan kaligrafi.

Ukiran nisan yang berbentuk sulur dan kaligrafi
Ukiran nisan yang berbentuk sulur dan kaligrafi
Nisan yang terletak di semak belukar yang bermotif flora dan terdapat anting-anting di samping kiri dan kanan yang menandakan nisan terbut milik perempuan
Nisan yang terletak di semak belukar yang bermotif flora dan terdapat anting-anting di samping kiri dan kanan yang menandakan nisan terbut milik perempuan
Bagian atas batu nisan yang telah terpisah dari badannya yang berbentuk bulat
Bagian atas batu nisan yang telah terpisah dari badannya yang berbentuk bulat

Melihat kenyataan di kompleks pemakaman Lamcot itu, saya sudah tidak heran lagi. Sangat banyak pemakaman kuno Aceh yang terbengkalai. Kalau pun mendapatkan perawatan, hal itu atas inisiatif pihak keluarga dan sangat sedikit campur tangan pemerintah. Contohnya saja saat saya ke Kampung Pande, beberapa waktu silam. Sangat banyak nisan kuno yang tergeletak begitu saja di tambak ikan dan perumahan warga. Tidak sedikit pula batu-batu hasil kerajinan masyarakat Aceh tempo dulu itu yang dijadikan batu asah pisau dan parang.

Padahal, nisan-nisan tersebut adalah bukti nyata sejarah tempo dulu. Bukti kalau masyarakat Aceh sangat lihai dalam mengukir batu menjadi ukiran atau ornamen yang indah. Bukti nyata bahwa seni “batu Aceh” merupakan suatu tradisi kesenian Islam yang amat berarti bagi seluruh kawasan Nusantara.

Semoga pemerintah Aceh Besar segera memugar kompleks pemakaman di Lamcot  agar tampak jelas kalau tempat tersebut adalah kompleks pemakaman. Batu nisan yang hancur dan tertanam di dalam tanah hendaknya direposisi letaknya. Mungkin untuk mengembalikan ke wujud asli sudah mustahil tetapi setidaknya yang telah tertimbun tanah tidak semakin masuk ke dalam sehingga tidak terlihat lagi. Identifikasi makam juga perlu dilakukan agar kita semua tahu tentang sejarah kebudayaan Islam yang berkembang di Lamcot.

Mungkin pepatah Aceh yang mengatakan ”Mate aneuk meupat jeurat mate adat pat ta mita” (Anak yang meninggal dapat diketahui makamnya, Adat yang hilang hendak dicari kemana) sudah tidak berlaku lagi zaman ini. Sekarang, tidak hanya adat istiadat Aceh yang mulai mati, makam pendahulu yang menjadi bukti sejarah kemegahan Aceh masa lalu kini sudah sulit ditemukan. Saya yakin, jika kita hanya diam saja melihat bukti sejarah yang kian hancur dan hilang, kelak anak cucu kita akan menganggap bahwa sejarah Aceh yang kita ceritakan pada mereka hanyalah dongeng belaka.[]

IMAG3858
Di bawah kursi juga terdapat batu nisan
IMAG3836
Pecahan batu nisan yang tertanam dalam tanah
IMAG38432
Pecahan batu nisan yang terletak dekat dengan kandang ayam

Share this:

  • Click to share on LinkedIn (Opens in new window)
  • Click to share on Facebook (Opens in new window)
  • Click to share on Pinterest (Opens in new window)
  • Click to share on WhatsApp (Opens in new window)
  • Click to share on Telegram (Opens in new window)
  • Click to share on Twitter (Opens in new window)
  • Click to share on Tumblr (Opens in new window)
  • Click to email a link to a friend (Opens in new window)
  • More
  • Click to share on Pocket (Opens in new window)
  • Click to share on Reddit (Opens in new window)

Like this:

Like Loading...

Filed Under: Aceh, Feature, Indonesia, Traveling Tagged With: batu Aceh, jenis-jenis batu nisan, nisan raja Aceh, ukiran pada nisan raja Aceh

  • 1 Liza Fathia
    • 8 Kafe Unik dan Cozy yang Wajib Dikunjungi di Tokyo
    • Stabilizer Listrik: Lindungi Peralatan Elektronik Anda
    • Membangun Keluarga Bahagia dengan Sekolah Keluarga Samara
    • Mengenal Tanda-tanda Hamil Anggur
    • Keuntungan Memilih Bayar Listrik Online di Aplikasi Belanja Online

Reader Interactions

Comments

  1. arielkahhari says

    February 7, 2014 at 1:52 PM

    hmmm…. apakah sejak ke “restoran” itu pada malam harinya ada yang mengikuti kalian??

    Reply
  2. Hayatullah Pasee says

    February 7, 2014 at 1:58 PM

    dan yang perlu disayangkan hari ini tidak ada lagi di Aceh yang mewarisi ilmu pemahatan batu nisa seperti tempo dulu…..

    Reply
  3. Muna Sungkar says

    February 7, 2014 at 3:27 PM

    Ya begitulah org Indonesia, Msh blm punya rasa menghargai apalagi keinginan menjaga peninggalan bersejarah.. Sedih liatnya 🙁

    Reply
  4. monda says

    February 7, 2014 at 4:58 PM

    waaah…., sayang ya.., apa para ahli sejarah udah tau tentang ini?
    mungkin aja ini nisan tua

    Reply
  5. Makmur Dimila says

    February 8, 2014 at 12:23 AM

    Kalo kita mau telusuri di gampong2 di Aceh, pasti ada banyak nisan tua yg tak terurus.

    Reply
  6. Sie-thi Nurjanah says

    February 8, 2014 at 9:57 AM

    Nisan Aceh sangat unik bentuknya, sangat disayangkan terbuang begitu saja

    Reply
  7. buzzerbeezz says

    February 9, 2014 at 2:20 PM

    Sedih deh liat kayak gini. Ada dikonfirmasi sama pemilik warungnya gak Liza tentang nisan-nisan itu?

    Reply
  8. i-one says

    February 12, 2014 at 12:19 AM

    moga pemerintah aceh baca postingan ini ya…

    Reply
    • Liza Fathia says

      February 12, 2014 at 3:10 PM

      amiin..semoga yaa

      Reply
  9. Hafian says

    February 12, 2014 at 10:41 AM

    Ya Allah, mbak, kalau saya nge-warung dan tahu itu makam kuno, saya merinding sendiri. Ornamen batu nisannya unik, ya, mbak. Semoga ada perbaikan makam, membayangkan kalau rumah masa depan saya nantinya akan menjadi warung -___-“.
    Salam kenal dari Surabaya, mbak 🙂

    Reply
    • Liza Fathia says

      February 12, 2014 at 3:10 PM

      iya mbak, entah apa yang dipikirkan sang empunya warung itu ya. salam kenal kembali 🙂

      Reply
  10. Liza Fathia says

    February 12, 2014 at 3:11 PM

    iya mbak ade, kasian banget. parahnya ini bukan satu2nya, banyak makam kuno yang hancur di aceh

    Reply
  11. Munier Lukman says

    March 29, 2014 at 11:39 AM

    kata teman teman di kampus, itu urusan Prof Otman Yatim dari UKM 25 thn yl hee hee, sementara bagi adek adek sekarang mendingan chating atau kongkow di warkop ngapain ke semak semak belukar gitu, oh generasi aceh yg malaaaang yg sdh kehilangan sejarah endatuuuuu

    Reply
  12. TRDC says

    September 7, 2015 at 4:38 PM

    Di Tunggu tulisannya di serambi indonesia…

    Reply
  13. adminfer says

    September 16, 2015 at 5:30 PM

    Reply

Leave a ReplyCancel reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Primary Sidebar

Liza Fathia

Welcome to liza-fathia.com!

Hi, I 'm Liza, a working mom with a beautiful daughter who loves blogging and traveling. I started blogging to create a lifestyle and travel blog that allows me to spend more time focusing on the things I love. Grab a cup of coffee and enjoy reading this blog. I hope you leave the site with some new exciting ideas!

Follow Me

  • Twitter
  • Instagram
  • Pinterest
  • LinkedIn
  • Facebook

Recent Posts

  • 8 Kafe Unik dan Cozy yang Wajib Dikunjungi di Tokyo
  • Stabilizer Listrik: Lindungi Peralatan Elektronik Anda
  • Membangun Keluarga Bahagia dengan Sekolah Keluarga Samara
  • Mengenal Tanda-tanda Hamil Anggur
  • Keuntungan Memilih Bayar Listrik Online di Aplikasi Belanja Online

Community

blogger perempuantravel blogger indonesiagaminong blogger

Copyright© 2023 · by Liza Fathia

 

Loading Comments...
 

    %d