“Mengenalkan dan mempertahankan budaya itu penting, supaya manusia bisa mengenal dirinya sendiri dan lebih saling menghargai, dan sebagainya.”― Maisie Junardy, Man’s Defender
Sebagai orang Aceh, sudah sepantasnya kita mengenal budaya Aceh. Ibarat kata pepatah tak kenal maka tak sayang, maka kita tidak akan mengetahui betapa indah, betapa kaya, betapa agungnya kebudayaan yang kita miliki jika kita tidak menyatu dengannya. Kali ini, saya akan mengisahkan tentang salah satu budaya Aceh yang mulai terkikis zaman, Khanduri Apam namanya. Sebuah jamuan makan-makan dengan menu utamanya adalah apam (serabi) yang disantap dengan kuah tuhe (santan yang dicampur dengan daun pandan, gula dan pisang) khusus di bulan Rajab. Alhasil, tidak mengherankan jika dalam almanak Aceh, bulan Rajab disebut juga dengan Buleun Apam (buleun; bulan, apam: serabi).
Mengkaji Kembali Sejarah Khanduri Apam
Jika menilik kembali sejarah khanduri apam dan alasan penamaan Rajab sebagai buleun Apam, belum ada referensi pasti yang saya temukan. Ada yang menyatakan bahwa khanduri apam ini tidak terlepas dari peristiwa Isra’ Miraj Nabi Muhammad sehingga sebagai wujud untuk meningkatkan amalan pada bulan ini, masrarakat Aceh menyelenggarakan khanduri apam.
Ada juga yang mengemukakan bahwa kenduri ini pada mulanya ditunjukkan kepada laki-laki yang tidak salat Jumat di mesjid 3 kali berturut-turut. Sebagai denda, laki-laki itu diperintahkan membuat kue apam sebanyak 100 buah untuk diantar ke mesjid dan akan dikenduri sebagai sedekah. Tujuannya adalah agar laki-laki tersebut merasa malu karena diketahui oleh masyarakat bahwa ia sering meninggalkan kewajiban salat Jumat.
Selain itu, menurut Snouck Hurgronje, khanduri Apam tidak dapat dipisahkan dari kisah seorang lelaki Aceh yang ingin mengetahui nasib orang di dalam kubur, terutama tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh malaikat Munkar dan Nakir serta hukuman yang mereka jatuhkan. Ia kemudian berpura-pura mati dan dikuburkan. Segera ia diperiksa oleh malaikat mengenai agama dan amalnya, karena banyak kekurangan maka orang tersebut dipukul dengan pentungan besi. Tetapi pukulan tersebut tidak dapat mengenainya, sebab ada sesuatu yang tidak dapat dilihatnya dengan jelas dalam kegelapan dan mempunyai bentuk seperti bulan. Ia pun akhirnya berhasil keluar dari kuburan dan segera menemui anggota keluarganya. Ketika ia menceritakan pengalamannya, diketahuilah bahwa yang menolongnya sewaktu dipukul di kubur bulat seperti bulan adalah kue apam yang sedang dibuat oleh keluarganya.
Melestarikan Budaya Aceh ala Millennial Mom
Tidak dipungkiri bahwa khanduri apam mulai dilupakan oleh generasi muda Aceh. Kenduri apam hanya kita temui di kampung-kampung dan dilakukan oleh wanita paro baya. Sedangkan kaum millennial seperti saya hanya bisa menyantapnya saja.
Pernah terlintas di pikiran saya, seandainya saja saya dan millennial moms di Aceh memanfaatkan teknologi digital untuk melestarikan budaya Aceh, tentu keragaman budaya ini tidak akan pernah luntur. Misalnya saja dengan mengajak anggota komunitas yang kami ikuti untuk menyelenggarakan khanduri apam lalu membuat konten di Youtube, blog, atau Instagram tentang tradisi ini. Pastinya kearifan lokal yang mulai tergilas zaman ini akan kembali dikenal.
Millennial moms harus bisa toet apam agar kelak ketika anak-anak kita tumbuh dewasa, kita bisa mengajari mereka tentang kekayaan kuliner Aceh.
Oleh karena itu, ketika bulan Rajab tiba dan orang tua mengabari jika di kampung saya Tangse, Pidie akan diselenggarakan khanduri apam, maka saya menyempatkan diri untuk pulang dan ikut serta dalam prosesi pembuatan apam.
Ada Kebersamaan dalam Proses Toet Apam
Hari masih pagi ketika para tetangga berkumpul di bawah kolong rumoh Aceh milik kami. Ada Cupo (kakak.red) Rasyidah, Kak Yan, Kak Aisyah, dan mamak di sana. Atas tikar yang terbuat dari daun pandan, mereka meletakkan semua bahan-bahan dan peralatan yang dibutuhkan untuk membuat apam.
Bahan-bahan untuk membuat apam antara lain tepung beras, santan, kelapa parut, air putih, dan garam. Tepung beras yang digunakan adalah tepung yang ditumbuk sendiri oleh mamak yang berasal dari beras Tangse yang tidak perlu diragukan lagi kepulenannya. Sedangkan alat untuk memasak apam adalah periuk tanah (caprok tanoh), batu bata, dan daun kelapa kering.
Kak Yan dan kak Aisyah sudah siap menyusun batu bata sebagai tempat memasak dan daun kelapa kering sebagai pengganti kayu bakar. Penggunaan daun kelapa sebagai bahan bakar akan membuat aroma dan rasa apam semakin enak dan gurih.
Kedua wanita yang berusia 50 tahunan itu kemudian membersihkan periuk tanah dengan garam dan serabut kelapa. Kemudian di atas batu bata yang daun kelapa tua telah dihidupkan api, periuk dipanaskan. Baru setelah itu, apam dimasak.
Sementara itu, Cupo Rayidah mengaduk-aduk tepung beras sambil menunggu mamak siap memeras santan kelapa. Tampak sekali kekompakan dan pembagian tugas yang merata tanpa harus dikomandoi pada perempuan yang tak lagi muda itu.
Cupo Rasyidah mencampurkan pati santan yang telah diperas dengan tepung lalu menambahkan sedikit garam agar gurihnya semakin terasa. “Untuk tiga bambu tepung, santannya diambil dari pati lima buah kelapa,” jelasnya sambil terus mengaduk tepung dengan santan sampai menyatu dan tangannya terlihat berminyak.
Setelah adonan tepung dan santan menyatu, ia menambahkan air ke dalam adonan tadi. “Jangan terlalu encer, nanti apamnya lembek,” terang tetanggaku itu.
Mamak bertugas menyiapkan kuah tuhe sebagai pendamping apam. Kuah tersebut dibuat dari santan kelapa yang patinya diambil untuk membuat adonan tepung. Di dalamnya terdapat potongan pisang raja, nangka, dan daun pandan nan wangi. Tak lupa, agar manis dan gurih kuah tersebut dicampur dengan gula dan sedikit garam.
Sedangkan saya? Saya bertugas memasak apam.
“Ini apam pertama untuk kamu. Biar nanti anakmu banyak,” canda kak Aisyah. Kenapa makan apam pertama diasumsikan agar dapat banyak anak? Menurut mamak, ini sebagai analogi karena setelah apam pertama akan ada apam–apam selanjutnya. Diharapkan, setelah lahir anak pertama, nanti akan lahir anak-anak selanjutnya.
Apam yang bagus adalah apam yang berbentuk bulat layaknya bulan dengan pori-pori kecil di tengahnya dan permukaan bawahnya rata serta tidak hitam.
Sebelum azan dzuhur menggema dari meunasah, apam selesai dibuat. Piring-piring dan baskom berisi kuah tuhe sudah saya keluarkan dari dalam rumah ke bawah rumoh Aceh. Lalu saya bertugas meletakkan apam pada setiap piring dan merendamnya dengan kuah. “Apam itu baru enak dimakan kalau kuahnya sudah meresap,” ucap cupo Rasyidah.
Khanduri Apam, Sarana Saling Berbagi dan Memperat Silaturrahmi
Sebelum kami menyantap apam nan lezat bersama kuahnya, beberapa apam dibagikan terlebih dahulu kepada anak yatim dan tetangga yang tidak dapat hadir ke bawah rumoh Aceh. Itulah hakikatnya khanduri. Tujuannya adalah agar kenikmatan apam tidak hanya dirasakan oleh kami yang sedang berada di bawah rumoh Aceh, tetapi juga bagi mereka yang mungkin tidak pernah mencicipi lezatnya makanan khas Aceh itu. Orang-orang yang lewat di depan rumah untuk ke sawah pun turut dipanggil untuk menyantap apam khas Pidie ini.
Yelli says
Wah, baru tau Yel kak cerita di balik kenduri Apam itu kak. Di tempat Yel di Aceh Selatan juga masih ada tradisi khanduri apam, bahkan saat acara kenduri pernikahan, sunatan, atau kematian, wajib satu hari menyuguhkan menu apam untuk para tamu undangan.
@nurulrahma says
Apamnya mirip di surabaya sini, pakai kuah jugaaa. kami sebutya SERABI kuah.
Duh, kalo paham filosofi kenduri apam ini, jadi makin bangga dgn Indonesia ya Mak.
Kayaaaaaa bgt nih filosofi dan kearifan lokalnyaaa
lianny hendrawati says
Baru tau ternyata ada sejarahnya khanduri apam. Apam kalo di tempatku biasanya disebut dengan apem, makannya tanpa kuah. Mirip juga dengan serabi yang ada kuah santannya.
Ana ike says
Somehow cuma dengan baca cerita ini aja aku sudah merasa bahagiaaa banget, haha. Kebayang suasana memasak bersama di bawah rumah. Seru banget. Kalau di sini, adanya apem. Bentuknya sama bulat tapi teksturnya lebih padat dab empuk. Dimakan tanpa kuah. Kalau yang pakai kuah, serabi. Ihh jadi pengen ikutan proses khanduri apam
Dian E. Suryaman says
wuiihhh apemnya menggoda bangett…Apalagi jadi bagian dari tradisi atau budaya daerah…jadi pensaran pengen icip2..meskipun bisa jadi rasa apem dimana-mana ya gak beda2 jauh …Semoga budaya ini terus lestari ya…
ameliatanti says
tampilan apamnya menggoda selera yaaa, ini kok rada mirip serabi ya? Kalo serabi ini ternyata di mana mana mungkin beda rasa beda bentukannya
Sapti nurul hidayati says
Kalau kita tahu latar belakang suatu peristiwa, kita akan lebih bisa menikmati prosesinya ya.. Intinya kenduri apam ini mengajak masyarakat gemar sedekah mungkin ya… Bagus kisahnya.
Inna Riana says
seperti serabi ya kalo di jawa barat. seru liat pembuatannya. jadi pengen makan kuehnya juga 😀
ophiziadah says
Di Cirebon jg ada tradisi sejenis ini dek
Saling berkirim apem dengan kuah gula jawa dan santan menjelang bulan ramadhan
nur rochma says
Jadi ini ada sejarahnya ya. Makin bangga dengan kuliner lokal. Mungkin kalau di tempatku mirip dengan serabi karena ada kuah santannya. Rasanya gurih.
Mugniar says
Masih ada yang melestarikan Khanduri Apam, ya Liza.
Saya baru tahu bahwa orang Aceh punya almanak sendiri ?
Rohmahdg says
Sayang sekali mbak, jika budaya yang sudah mengakar seperti itu terkikis begitu aja
Jadi perlu di bagikan dan up lagi supaya generasi millenial juga semakin tahu, oh ini budaya kita gitu
Kalau tradisi di tempat tinggalku, saat Kenduri, atau istilahnya kirim doa baik acara 40, 100, 1000, pendak gitu, selalu dan wajib ada apam. entah itu yg bentuknya kukus atau serabi.
Kalau di Aceh ada tradisi sendiri dg sebutan Khanduri Apam di bulan Rajab ya mbak
Makasih sharingnya ya mbak
Ade UFi says
Kok ya saya ketawa geli sama sejarah yg ketiga ya soal khanduri apam. Emang malaikat ga bs apa bedain yg mati dan hidup. Pastinya bisa lah. Jadi lebih masuk akal sejarah yg pertama dan kedua. Xixixi.
Apam nih macam serabi ya di Jawa Barat dan kalau org betawi bilang kue apem. Kalau apemnya sih sama aja ya, tapi yg bikin unik itu kuahnya. Di Aceh ternyata dicampur ama kuah santan dan pisang. Kayak kolak gitu kah, Kak?
Jiah says
Di daerahku juga ada perayaan kaya gini Mbak, tapi namanya Bodo Apem. Biasanya ada di hari Jumat di bulan Dzul Qo’dah
Untuk Apemnya, jenisnya macam2 gak cuma berkuah
Wiwied Widya says
Namanya apam, kalau di tempatku sebutnya serabi. ada juga yang namanya apem tapi bentuknya rada beda deh. Kayaknya resep ini menyebar ke seluruh Indonesia dan dimodifikasi di masing2 daerah ya. Tapi satu hal yang sama, apem di sini juga dimasak kalau ada hajatan, dimasak bareng2 gitu.
Nurul Fitri Fatkhani says
Kalau saya boleh menyebut makanan apam dari Aceh ini mirip dengan surabi yang dibanjur dengan kolak pisang. Sepertinya rasanya pun mirip seperti itu ya…
Yang buat apam/surabi menjadi lebih enak itu, banyaknya santan kelapa. Jadi rasanya gurih ya…
Dedew says
Tradisinya unik ya, harus dilestarikan biar anak tetap ingat akarnya walaupun nanti merantau hingga jauh…
artha amalia says
kalau di Jawa namanya serabi. iyah emang lebih enak dimakan kalau kuah kolaknya sudah meresap, rasanya jadi lebih lembut dan lumer di mulut
LIdya says
Oh ternata khanduri apam ini berhubungan dengan bulan Rajab ya mbak. Unik juga ya budayanya ditujukan buat laki-laki yang gak sholat Jumat. AKu baru tau budaya ini mbak, tapi bener banget harus dilestarikan supaya tidak hilang apalagi anak-anak jaman sekarang sudah banyak yang gak mengenal budaya sendiri. Btw kalua di sini namaya serabi mbak mirip cara buatnay seperti itu
Uniek Kaswarganti says
Mirip dengan serabi kuah kalau di Jawa ini mba.
Betul sekali, diadakan moment khusus untuk para milenial mom membuat apam ini lalu masing-masing diminta untuk membuat videonya. bakalan melestarikan kekayaan budaya Aceh ini mba.
Utie adnu says
Klo d Sunda ini serabi ya mba Dan gk punyaa sejarah istimewa,, tapi baru tahu nih klo apam disana Ada sejarahnya ternyata penting bngt utk anak lk mnjaga sholat dn ganjaranya bisa mngingatkan utk tdk mninggalkan kewajibanny
niaharyanto says
Aku baru tahu dengan acara begini. Btw, aku salfok dengan surabinya. Ngileeeer
ugikmadyo says
Ternyata cerita.awal kenduri apam ini untuk hukuman ya. Masyaa Allah hukimannya diharuskan sedekah banyak apam gitu. bTW penampakan apam kayak kue apem di Jawa Timur nih Kak.
resepdapurterbaik says
serabinya bikin ngiler, pengen icip dong 😀
Cut Intan Evtia Nurina says
Terima kasih sharingnya kak, betapa Provinsi Aceh kaya akan budaya, dari 1 jenis makanan seperti Apam bisa mengukir banyak cerita, dengan berkumpul bersama kerabat dan memasak bersama-sama 🙂
Sara Neyrhiza says
wah beda daerah, beda pula namanya ya..kalau diaceh namanaya apam, tapi kalau di solo namanya serabi..dan biasanya yang paling saya suka kalau pake taburan meses
Ika Puspitasari says
Duuuh baca tulisan dek Za jd pengen nyicipin apam asli Aceh deh. Semoga berkesempatan bisa ke Aceh dan nyicipin penganan tradisionalnya. Di Jawa pun ada tradisi membuat apem tiap bulan Rajab