Dulu saya sering bertanya pada diri sendiri, mengapa pemerintah mewajibkan pajak bagi rakyatnya? Tidakkah hal itu hanya akan menjadi beban terutama bagi mereka dengan penghasilan yang pas-pasan. Saya juga sering merasa sebal sendiri ketika ada perlombaan yang hadiahnya dipotong pajak, ketika saya harus membayar pajak kendaraan setiap tahunnya, atau ketika membeli barang-barang yang dibungkusannya bertuliskan “harga belum termasuk pajak”. Untuk apa sebenarnya pajak itu? Sempat saya berpikir jika pajak itu hanya alibi pemerintah untuk menguras harta rakyat lalu membagi-bagikannya kepada para pejabat. Terlebih lagi ketika kasus Gayus Tambunan, salah satu pegawai pajak yang menyelewengkan jabatannya menguat kepermukaan beberapa waktu silam membuat saya semakin bingung dengan pajak dan semakin malas untuk membayar. Untuk apa? Kalau akhirnya hanya akan dikorupsi.
Seiring berjalannya waktu, saya semakin banyak belajar tentang pajak. Menelaah alasan pemerintah yang mewajibkan rakyatnya untuk membayar pajak. Ternyata itu semua karena pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya untuk melanjutkan pembangunan.
Idealnya, pajak dapat dianggap sebagai bentuk keikutsertaan kita dalam membela dan membangun tanah air Indonesia. Karena dengan pajak, negara bisa menjalankan fungsi-fungsinya, baik itu di bidang eksekutif (pemerintahan) legislatif (pengawasan) dan yudikatif (penegakan hukum) yang berguna untuk mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Seandainya pajak tidak ada, berarti sumber penerimaan negara juga nihil, atau kalaupun ada minim jumlahnya. Alat-alat pemerintahan kemungkinan tidak bisa bekerja dan berjalan secara optimal sebagaimana yang diharapkan. Penyebabnya adalah ketiadaan dana untuk menggerakkan atau menjalankan tugas-tugasnya.
Pajak tidak hanya ada di Indonesia. Pajak sudah menjadi fenomena umum sebagai sumber penerimaan negara di seluruh dunia. Sesuai dengan salah satu fungsinya (budgeter), pajak merupakan salah satu sumber kas negara (di negara kita disebut sebagai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/APBN). Dengan pajak yang kita bayar, ketersediaan alat pertahanan negara diharapkan cukup atau memadai. Demikian halnya dengan alat keamanan negara. Sehingga masyarakat bisa hidup dalam ketenangan dan kenyamanan dalam menjalankan tugas pekerjaan masing-masing secara rutin.
Selain itu, melalui distribusi anggaran (pengeluaran) dalam APBN, saudara-saudara kita sebangsa dan setanah air di mana pun mereka berada tanpa terkecuali di perkotaan maupun di perdesaan, di pegunungan atau di lembah, di darat ataupun di perairan dapat menikmati berbagai barang dan jasa publik (public goods and services) yang disediakan pemerintah. Misalnya saja, jalan raya sebagai sarana dalam menunjang transportasi dapat dibangun sehingga kegiatan perekonomian (arus barang) dan kunjungan (arus orang) bisa berjalan dengan baik. Demikian juga pengairan di berbagai lahan pertanian sehingga para petani tidak kekurangan air dalam kegiatan pertaniannya. Dermaga atau pelabuhan air/laut untuk kapal, perahu dan sejenisnya sebagai alat transportasi masyarakat yang menghubungkan antar pulau-pulau yang bertebaran merupakan bentuk realisasi dari pajak yang dibayar. Bahkan, menurut Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat, Djoko Slamet Surjoput, cita-cita bangsa untuk mengalokasikan 20% APBN sesuai amanat UUD 45 (revisi) untuk membiayai pendidikan nasional sangat mungkin dicapai apabila kontribusi pajak terus meningkat. Pajak merupakan biaya yang paling sehat dan .berkelanjutan (sustainable), karena dengan tingginya penerimaan pajak, siklus ekonomi nasional akan dengan sendirinya bergulir.
Minimnya Pengetahuan, Kesadaran dan Kepedulian
Namun demikian, banyak diantara kita yang masih belum paham tentang pajak dan hal ini kerap menjadi alasan mengapa kita enggan membayar pajak. Untuk itu diperlukan upaya sosialisasi dan kampanye oleh pemerintah agar orang-orang menjadi tahu bahwa kewajiban membayar pajak berdasarkan undang-undang (UU).
Tanpa dipungkiri, diantara sekian banyak rakyat Indonesia yang belum paham tentang pajak, ada sebagian besar lainnya yang sudah mengetahui tentang kewajiban membayar pajak. Namun, kenapa mereka tetap tidak melunasi kewajibannya sebagai warga negara? Hal ini disebabkan karena kurangnya kesadaran untuk membayar pajak. Mereka belum menyadari betul pentingnya pembayaran pajak bagi pembangunan. Untuk itu, pemerintah lagi-lagi perlu upaya ekstra untuk memberikan penyuluhan secara persuasif agar masyarakat menyadari arti penting pajak bagi keberlangsungan roda pemerintahan dan pembangunan.
Orang sudah tahu dan sudah sadar akan pentingnya pajak, apakah mereka otomatis akan membayar pajak? Belum tentu. Walaupun sudah tahu dan sudah sadar, tetapi sepanjang mereka belum peduli untuk membayar pajak, maka tetap saja mereka belum membayar pajak. Mereka melihat tetangga, sahabat, maupun mitra bisnisnya tidak membayar pajak, tetapi tenang-tenang saja. Diperlukan upaya penegakan hukum yang kuat agar dapat menimbulkan efek jera bagi masyarakat. Dengan demikian, masyarakat akan peduli untuk membayar pajak.
Di negara maju di mana partisipasi rakyatnya sudah tinggi dalam membayar pajak, upaya pemberian pengetahuan tentang pajak tetap gencar dilakukan, baik melalui media massa, brosur, buku panduan, informasi telepon dan sarana-sarana lainnya. Informasi pajak yang disampaikan sedapat mungkin harus menghindari ‘jargon’ pajak dan bahasa yuridis yang sulit untuk dipahami oleh orang awam.
Lewis (1982) mengemukakan bahwa di Inggris terdapat ada brosur penuntun pajak yang semaksimal mungkin menghindari ‘jargon’ pajak, dengan ilustrasi gambar yang tidak menampilkan gambar petugas pajak, tetapi anak sekolah. Salah satu brosur panduan pajak yang sangat menarik, berjudul Income Tax and School Leavers. Hal ini menunjukkan bahwa menumbuhkan sikap positif terhadap pajak perlu dilakukan sejak dini pada masa usia sekolah terlebih lagi di tingkat perguruan tinggi (mahasiswa).
Hal itu seharusnya juga diterapkan oleh pemerintah kita. Kampanye-kampanye pajak sepatutnya tidak hanya di kalangan masyarakat saja, tetapi juga mengajak mahasiswa untuk berpartisipasi dalam mensosialisasikan kewajiban membayar pajak. Seperti yang kita ketahui, mahasiswa adalah harapan bangsa, calon pemimpin negeri di masa mendatang. Dipundaknya digantungkan asa bahwa mahasiswa mampu memberikan perubahan ke arah lebih baik bagi masyarakat. Salah satu contohnya adalah dengan melaksanakan Tax Goes to Campus. Kegiatan ini dapat dijadikan sebagai wujud dari pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi, yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Tax Goes to Campus ini diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran dan kepedulian masyarakat akan pajak khususnya di lingkungan mahasiswa. Agar kedepannya mereka menjadi masyarakat yang taat dan peduli akan pajak, dan juga diharapkan dapat menginspirasi mahasiswa sejak dini untuk lebih mengetahui pajak dan lebih peduli tentang penerapan pajak itu sendiri terutama di Indonesia. Jika mereka telah memiliki pengetahuan, kesadaran, dan kepedulian tentang perpajakan yang begitu tinggi, ini tentunya modal awal yang sangat besar bagi kelangsungan masa depan bangsa.
Tulisan ini mendapatkan Juara II dalam Essay Competition dengan tema “Jiwa Muda Harus Ngerti Pajak” yang diselenggarakan Pema Unsyiah dan Kakanwil Pajak Aceh
Zico Alviandri says
Wuiih… sering menang lomba nulis ya? Hebat 😀
mercadee says
Partisipasi semua pihak dalam mendiskusikan berbagai permasalahan keuangan negara di republik ini akan merupakan usaha bersama untuk melakukan studi tentang konsepsi keuangan negara dan memberikan edukasi kepada seluruh masyarakat.