Sebagai orang tua, kita pasti menginginkan yang terbaik untuk anak-anak kita. Kita ingin mereka menjadi insinyur, dokter, guru dan sebagainya. Mereka yang berlatar belakang bisnis juga ingin anaknya kelak juga bisa melanjutkan bisnis yang sudah dimiliki oleh orang tuanya. Keinginan kita tersebut terkadang secara tak sadar membuat kita mengontrol anak secara berlebihan dan mengabaikan masa kanak-kanak mereka untuk bermain.
Cukup sering kita mendengar cerita orang tua tentang anaknya yang penuh dengan kegiatan belajar, les bahasa, les matematik, dan sebagiannya. Semakin banyak les, semakin banyak waktu yang dihabiskan untuk belajar, maka semakin dibanggakan oleh orang tuanya. Seolah semua les yang dilakukan oleh anak-anak mereka akan menjamin masa depan yang lebih baik, begitu asumsi mereka.
Padahal kalau kita flash back ke masa kecil kita dulu, terutama yang tinggal di kampung atau di pelosok desa, kita hampir tak pernah mendengar istilah les ini itu. Mau sekolah dari Senin sampai Sabtu saja sudah syukur, sisanya lebih banyak waktu yang kita habiskan untuk bermain, ya bermain karena memang gurunya tidak ada. Masih belum puas di sekolah, pulang ke rumah dan ganti baju, makan dan langsung keluar lagi, bermain.
Bandingkan kedua kenyataan itu sekarang, apa yang kita lakukan dulu dan apa yang kita terapkan untuk anak kita, secara kasat mata saja, apakah itu cukup adil? Kita memaksa anak untuk meninggalkan fitrah mereka untuk bermain, diganti dengan kegiatan belajar, demi kebanggaan dan keinginan kita yang belum tentu diingini oleh anak-anak kita. Adilkah?
Dan bagi kita yang mungkin waktu kecil dulu diminta oleh orang tua untuk ikut les ini itu, berapa banyak pelajaran yang kita dapatkan saat itu dan masih kita ingat hingga sekarang? Saya tidak yakin kalau kita masih ingat semua. Begitu juga dengan anak kita yang kita paksa untuk les ini itu, belum tentu semua pelajaran tersebut membuat dia lebih baik dimasanya nanti
Kenapa bermain penting untuk anak?
Karena dengan bermain, anak bisa memperoleh haknya sebagai seorang anak-anak. Selain itu, tentu dengan bermain, dia belajar berinteraksi, berteman, belajar percaya diri, belajar menganalisa hidup dan kehidupan, yang bermanfaat untuk membentuk karakter sianak itu sendiri. Sebagai orang tua, baiknya kita menuntun keinginan anak, memberi penjelasan baik buruknya sebuah permainan, mengajak mereka diskusi dan mendengarkan pendapat serta keinginan mereka, tidak hanya semata-mata memaksa keinginan kita ke mereka.
Dengan bermain pula, aktivitas fisik mereka bisa dipertahankan, mencegah kegemukan dan sebagainya. Permainan yang saya maksud disini adalah bermain yang melibatkan aktivitas fisik, bukan main game atau permainan elektronik seperti PS, video game dan sebagainya, yang kalau boleh jujur lebih banyak ruginya dibandingkan untungnya.
Semoga sebagai orang tua, kita bisa memberikan hak anak-anak kita, tidak mengambil hak mereka demi kebanggaan dan keinginan kita dimasa depan mereka, semoga!
Oh iya, saya jadi punya ide untuk menulis tentang hal ini setelah nonton lagu karya Liza Aulia berikut. Liza Aulia ya, bukan Liza fathia :p Judul lagunya makmeugang, tapi di dalam video klip lagu tersebut ada adegan anak-anak bermain engklek, suatu permainan yang hampir tiap hari saya mainkan dengan kawan-kawan waktu kecil dulu. Sayangnya, saat ini saya jarang melihat anak-anak sekarang memainkannya.
Ini lagunya
Fahmi (catperku.com) says
Jadi nostalgia jaman SD, yang gak pernah berhenti main sampe dimarahin ibuk 🙂
myra anastasia says
setuju. Bermain adalah hak semua anak 🙂
Mugniar says
Anak-anak pun belajarnya melalui bermain, ya Liza
echaimutenan says
kirain yang nyanyi mak liza sendiri hihih
mariii ibermainnnn
Lidya says
main game di gadget cum aboleh hari sabtu minggu mbak kalau di rumah, nonton tv juga jarang banget
Jefry Dewangga says
Bermain juga sebagai sarana belajar bagi anak untuk lebih mengenal dunia dan lingkungannya. Sayang banget kalau dari kecil anak lebih suka main gadget daripada bermain permainan tradisional lain.