Jalan yang kami lalui begitu mulus. Pepohonan yang tumbuh begitu rindang dan bebas dari tempelan iklan “Sedot WC” atau foto-foto caleg narsis yang mengumbar janji. Nyaman dan damai, itulah yang terasa ketika sepeda motor kami melaju kencang melewati perbukitan di jalan Blang Bintang – Krueng Raya, Aceh Besar.
***
Sore itu, saya dan suami berniat menikmati senja sambil melihat pesawat terbang di dekat Bandara Sultan Iskandar Muda, Blang Bintang. Sambil menyeruput es kelapa muda, rujak manis, dan ditemani angin persawahan nan sepoi-sepoi. Sayangnya, tidak ada pesawat di lapangan udara kebanggan rakyat Aceh itu sehingga kami pun memutar haluan ke arah kompleks perumahan dan tempat latihan Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI).
Tak ada pemandangan yang mengasyikkan di sana dan kami pun terus berjalan meninggalkan kompleks tersebut. Sawah-sawah yang menguning menyambut kami. Hanya satu-dua bangunan seperti gudang terlihat di sana, selebihnya adalah sawah dan semak belukar.
Langit begitu cerah kala itu tapi cuaca begitu sejuk. Aspal yang kami lewati sangat mulus, tak ada lubang atau polisi tidur di sana. Masyarakat pun tidak banyak yang berlalu lalang di jalan itu kecuali mereka yang mencari umpan untuk ternaknya atau pengembala sapi yang membawa pulang binatang gembalaannya.
Sawah yang menguning lalu berganti dengan bukit-bukit berbatu dan perkebunan warga. Semuanya begitu asri dan elok di pandang mata. Tak jauh kemudian, kami menemukan gundukan tanah merah yang tinggi dan kalau dari kejauhan tampak seperti padang pasir. Ternyata, itu adalah tempat pengolahan dan penimbunan sampah.
Kami pun tertarik untuk mendaki gundukan tanah merah yang menyerupai padang pasir itu. Violaa! Indah sekali pemandangan di atas sana. Syukur, tempat tersebut masih alami dan belum terkotori oleh tangan-tangan jahil manusia.
Perjalanan belum usai. Kami melanjutkannya sampai akhirnya kami melihat pelabuhan Malahayati dari balik perbukitan. Indah sekali. Beberapa meter berikutnya, jalanan tak semulus yang telah kami lewati. Itu artinya kami telah tiba di Kecamatan Krueng Raya.
Sebuah pamflet bertuliskan Wisata Ie Suum Suhom, Visit Aceh, terpancang disudut jalan. Ingin rasanya berbelok ke sana dan menikmati wisata air panas itu. Namun, matahari semakin beranjak ke ufuk barat. Magrib akan segera tiba. Akhirnya kami pun memutuskan untuk pulang melewati Krueng Raya.
Krueng Raya yang langsung berbatasan dengan pantai membuat kami dengan mudah melihat matahari tenggelam meski sedang berada di atas motor. Sungguh, sore itu menjadi “JJS” yang sangat menyenangkan.
Tunis says
kayaknya saya kenal lah sama yang jadi model di postingan ini, gk ada model lain yg lebih ceudah apa? 🙂
Liza Fathia says
Eh, komentar kak eki kok sama kayak abang? Dia copas yaaa?
Aulia says
Lage jalan tajak u calang keudeh, tajak u ie seum Krueng Raya jalan pih that gron 😀
Liza Fathia says
Nyang keuh. Cukop hayeu. Cetar membahana
Fardelyn Hacky says
kayaknya saya kenal lah sama yang jadi model di postingan ini, gk ada model lain yg lebih ceudah apa? 🙂
Liza Fathia says
Stoknya cuma itu kak 😀
lisa Tjut Ali says
Wisata Ie Suum Suhom suasananya lebih nyaman liza, klo kesana jangan lupa bawa telur untuk direbus setengah matang
Liza Fathia says
Siip kakak, belum sempat kesana nih 🙂
Shabrina Ws says
Indah bangeeeet
Liza Fathia says
Tq mbak brina
Liza Fathia says
Iya mbak, apalagi kalau dikampung saya, pidie, malah dapat julukan kandang sapi terpanjang di.dunia
Heni Puspita says
Iiiiih, maulah seluruh provinsi Lampung jalannya diubah mulus begituuuuh