• Skip to primary navigation
  • Skip to main content
  • Skip to primary sidebar
  • Home
  • About
  • Recognition
  • Advertise
  • Disclosure
  • Contact

LIZA FATHIA

a Lifestyle and Travel Blog

  • ABOUT ME
  • Traveling
  • Advertorial
  • Kesehatan
  • Feature
  • Kuliner
You are here: Home / Feature / Dakwah Maulid Nabi

January 24, 2013

Dakwah Maulid Nabi

“Kaom Mak ngen kaom Ayah yang berbahagia. Dalam rangka memperingati maulid Nabi Besar Muhammad SAW, mari sama-sama tanyoe saksikan dakwah islamiyah yang akan geusampaikan lee guree geutanyoe Teungku… “

Sayup-sayup suara pengumuman yang diucapkan dengan pelantang terdengar sampai ke kontrakan saya. Pengumuman dakwah itu diserukan oleh rombongan laki-laki dengan menggunakan mobil pick up ke seluruh desa yang ada di kecamatan Gandapura. Dakwah islamiyah itu akan diselenggarakan ba’da isya di pasar Grugok, tidak jauh dari tempat tinggalku.

Pengumuman itu mengingatkan saya saat masih kecil dulu. Sore hari setelah kenduri maulid diselenggarakan, entah itu di rumah, mesjid atau meunasah, rombongan panitia maulid sudah bersiap-siap mengumumkan acara dakwah dengan pelantang sambil mengendarai mobil pick up. Ohya, pelantang adalah bahasa Indonesia dari microphone.

Dengan mobil terbuka belakang itu, para lelaki dewasa berjumlah 4-5 orang mengelilingi desa kami dan beberapa desa tetangga. Mereka mengumumkan acara puncak maulid nabi yang diisi dengan pidato oleh teungku atau ustad dari desa atau kecamatan lainnya. Biasanya, ketika seruan itu sampai ke jalan depan rumah, saya langsung berlari keluar untuk melihat mobil itu sambil teriak, ye ye ye… Tidak hanya saya, adik semata wayangku dan anak-anak kecil lainnya pun demikian. Kami baru kembali ke rumah ketika suara dari pelantang itu tidak terdengar lagi. Sesampai di rumah, saya dan adik merengek pada mamak agar mau datang ke acara dakwah. Rengekan itu baru berhenti waktu kepala mamak mengangguk atau lidahnya berucap “iya”.

Ketika malam tiba, rasa-rasanya sudah tidak sabaran lagi untuk segera ke meunasah padahal magrib baru saja usai. Dakwah baru dimulai setelah isya.

Di depan meunasah, sebuah podium telah dihias indah dengan kertas kilat beraneka warna. Sinar lampu membuat hiasan kertas itu bercahaya. Tak hanya itu, lampu kecil kerlap-kerlip pun ikut dipasang. Podium yang nantinya akan dinaiki teungku penceramah begitu mencolok dan menarik perhatian.

Suara qasidah yang diputar melalui tape mampu menghibur masyarakat yang sedang berdatangan dari penjuru desa. Para pendengar dakwah itu sudah siap dengan tikar pandan yang dibawa dari rumah untuk dijadikan alas duduk. Ada juga yang menggunakan kertas koran.

Pedagang asongan juga ketiban untung dengan adanya acara dakwah maulid nabi ini. Ada yang menjual kacang rebus, kacang goreng, jagung rebus dan bakar, telur puyuh, mie goreng, pokoknya banyak. Bagi anak-anak, acara seperti ini bagaikan hari raya. Dengan bebasnya mereka berlari, kejar-kejaran dengan temannya. Ada juga yang merengek pada orang tuanya untuk dibelikan jajanan. Serta ada yang menangis karena tidak tahu ayah ibunya duduk di mana.

Sedangkan saya? Sebelum berangkat ke meunasah, mamak menegaskan bahwa tujuan kami pergi adalah untuk mendengar ceramah bukan untuk lari sana-sini.

“Kalo ngga dengar mamak, kita ngga usah pergi. Dengar dari rumah juga bisa,” ucap mamak sebelum kami berangkat.

Suara pelantang di meunasah memang terdengar ke seluruh desa. Jadi tanpa ke sana pun, suara ceramah teungku akan sampai ke indera dengar. Namun karena ingin melihat kemeriahan acara, saya pun mengangguk. Meski agak kesal karena ngga bisa loncat sana sini dengan anak-anak yang lain, tapi tidak masalah, yang penting pergi ke dengar dakwah.

Sekarang, ketika sudah beranjak dewasa, suasana seperti itu sudah jarang saya rasakan. Terlebih sejak SMP sampai sekarang saya tidak pernah ikut merayakan maulid nabi di kampung halaman. Kalau pun sempat, saya harus kembali lagi ke perantauan tanpa sempat mendengarkan dakwah.

Hari ini, setelah mendengar pengumuman dari pelantang yang disiarkan menggunakan mobil pick up, saya kembali ingin menikmati suasana maulid dan dakwah di kampung tercinta.

Setelah isya, saya pun mengajak suami untuk menyaksikan dakwah di Pasar Greugok. Meski gerimis di luar sana, kami tetap pergi dengan menggunakan sepeda motor. Di tanah kosong yang siang harinya menjadi tempat digerainya dagangan warga, masyarakat telah duduk rapi. Para kaum hawa duduk bershaf di atas tanah dengan beralaskan tikar. Para lelaki ada yang berdiri, ada juga yang duduk d atas motor mereka. Para pejabat kecamatan dan tokoh masyarakat duduk manis di bangku di depan pertokoan. Podium yang telah dihias diletakkan paling depan sehingga semua pengunjung dapat melihat teungku penceramah.

Ketika saya dan suami tiba, dakwah telah dimulai. Teungku penceramah sudah selesai menyampaikan mukaddimah. Gerimis masih saja membasahi pasar Grugok. Namun, animo warga untuk mendengar dakwah tidak surut dengan rintikan air dari langit itu. Begitu pun saya. Akan tetapi, suasana dakwah kali ini jauh sekali berbeda dengan dakwah waktu saya kecil. Teungku penceramah dengan lantang dan mengesankan memapar sejarah kelahiran nabi lalu dibandingkan dengan masa sekarang. Tanpa unsur politik, tanpa membawa nama partai politik yang diikutinya. Dakwah ketika saya kecil benar-benar mengajak para pendengar untuk tidak hanya mencintai dunia tetapi akhirat juga, dakwah yang membuat saya semakin cinta kepada rasulullah. Tapi, saya tidak menemukannya di dakwah malam ini. Saya pun mengajak suami pulang. Toh, jika ingin mendengar lagi, kami bisa melakuksnnya di rumah. Pelantang yang digunakan tengku penceramah adalah pengeras suara yang kerap digunakan bilal saat mengumandangkan azan. Ah, bukan dakwah seperti ini yang saya idamkan, tetapi ceramah maulid waktu saya masih kecil.

Keude Lapang, 24 Januari 2013

Share this:

  • Click to share on LinkedIn (Opens in new window)
  • Click to share on Facebook (Opens in new window)
  • Click to share on Pinterest (Opens in new window)
  • Click to share on WhatsApp (Opens in new window)
  • Click to share on Telegram (Opens in new window)
  • Click to share on Twitter (Opens in new window)
  • Click to share on Tumblr (Opens in new window)
  • Click to email a link to a friend (Opens in new window)
  • More
  • Click to share on Pocket (Opens in new window)
  • Click to share on Reddit (Opens in new window)

Like this:

Like Loading...

Filed Under: Feature, Traveling Tagged With: dakwah islamiyah, maulid nabi, pelantang

  • 1 Liza Fathia
    • 8 Kafe Unik dan Cozy yang Wajib Dikunjungi di Tokyo
    • Stabilizer Listrik: Lindungi Peralatan Elektronik Anda
    • Membangun Keluarga Bahagia dengan Sekolah Keluarga Samara
    • Mengenal Tanda-tanda Hamil Anggur
    • Keuntungan Memilih Bayar Listrik Online di Aplikasi Belanja Online

Reader Interactions

Comments

  1. Lidya says

    January 25, 2013 at 8:09 AM

    Allhamdulillah masih ada yang memperingati hari maulid ini ya

    Reply
    • Liza Fathia says

      January 27, 2013 at 12:10 PM

      Memangnya ditempat Mbak Lydia ngga ada perayaan seperti itu ya?

      Reply
  2. moersalijn says

    January 25, 2013 at 6:10 PM

    ish ish ish….romantis sekali, salam ya buat suaminya…:D
    ada makan cindoi en makan kacang dstu?

    Reply
  3. Aulia says

    January 25, 2013 at 11:42 PM

    menyoe di gampong mulod abeh gura emang :mrgreen:

    Reply
    • Liza Fathia says

      January 27, 2013 at 12:10 PM

      Nyankeuh. Prut karap bertoh sang karena lee that pajoh bu

      Reply
  4. puji senja says

    January 26, 2013 at 5:31 PM

    😐 jadi rindu pondok bila suasana maulid spt yg terceritakan.

    Reply
    • Liza Fathia says

      January 27, 2013 at 12:09 PM

      Di pondok gitu juga ya puji?

      Reply
  5. sii isni says

    January 26, 2013 at 5:41 PM

    Jadi timbul pertanyaan, emang apa isi ceramahnya kak sampe pengen hengkang segera dari sana?

    Reply
    • Liza Fathia says

      January 27, 2013 at 12:08 PM

      Itu, promosiin partai bangsa aceh. Promosiin dia Udh ke Malay, Jd timses, ah banyak isni

      Reply
  6. ihsan saidi says

    January 29, 2013 at 2:12 PM

    lihat aja postingan yg lain’a =))

    Reply
  7. ihsan saidi says

    January 29, 2013 at 2:16 PM

    kak, saran aku sekarang, setelah lihat komen ini segera bikin remender malam jumat stay tune di station radio As Fm Sigli jam 10.00 malam, bs streaming lewat bb/laptop.
    aku gtw org as fm ngerekam dmn dakwah yg lucu2 dan ada bnyak pesan kebaikan yg dapat diambil.

    pengalaman aku sich selalu batuk2 setelah dengar dakwah, krn lucu’a tengku yg dakwah. =))

    Reply

Leave a ReplyCancel reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Primary Sidebar

Liza Fathia

Welcome to liza-fathia.com!

Hi, I 'm Liza, a working mom with a beautiful daughter who loves blogging and traveling. I started blogging to create a lifestyle and travel blog that allows me to spend more time focusing on the things I love. Grab a cup of coffee and enjoy reading this blog. I hope you leave the site with some new exciting ideas!

Follow Me

  • Twitter
  • Instagram
  • Pinterest
  • LinkedIn
  • Facebook

Recent Posts

  • 8 Kafe Unik dan Cozy yang Wajib Dikunjungi di Tokyo
  • Stabilizer Listrik: Lindungi Peralatan Elektronik Anda
  • Membangun Keluarga Bahagia dengan Sekolah Keluarga Samara
  • Mengenal Tanda-tanda Hamil Anggur
  • Keuntungan Memilih Bayar Listrik Online di Aplikasi Belanja Online

Community

blogger perempuantravel blogger indonesiagaminong blogger

Copyright© 2023 · by Liza Fathia

%d