Masalah sampah rumah tangga menjadi salah satu tantangan utama yang dihadapi oleh masyarakat di berbagai daerah di Indonesia, termasuk masyarakat Bireuen, Provinsi Aceh. Di tengah gempuran era konsumsi yang semakin tinggi, jumlah sampah yang dihasilkan juga terus meningkat. Keadaan ini tentu menjadi ancaman terhadap keselamatan lingkungan dan kesehatan manusia. Syukurnya, di tengah tantangan yang dihadapi terkait masalah sampah, hadir sosok inspiratif yang terus berjuang membangun lingkungan agar tetap bersih dan sehat.
Pahlawan sampah, julukan itu sangat pantas disandingkan pada individu yang dengan penuh keberanian dan ketekunan memberikan kontribusi nyata dalam mengatasi masalah sampah di kawasan tempat tinggalnya. Tidak hanya itu, layaknya seorang pahlawan, ia juga menjadi inspirasi bagi orang-orang di sekitarnya.
Salah satu pejuang sampah yang kontribusinya patut diteladani adalah Abdul Halim, laki-laki berusia 30 tahun yang berasal dari Kecamatan Kuta Blang, Kabupaten Bireuen. Berawal dari masalah sampah di kawasan Bireuen yang tak kunjung terselesaikan membuatnya merasa terpanggil untuk memberikan sumbangsih yang berarti.
Permasalahan sampah di kabupaten yang memiliki julukan Kota Juang ini memang sudah lama terjadi. Problematika pengelolaan sampah sampai saat ini belum mendapatkan titik terang. Belum lagi konflik yang terjadi antara masyarakat dengan pemerintah daerah terkait pemilihan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) . Semua itu membuat Halim, begitu ia kerap dipanggil, merasa sangat gundah dan mendorongnya untuk berkontribusi dalam menyelesaikan masalah di kota kelahirannya.
Keinginan kuat Abdul Halim seakan mendapat titik terang setelah ia ikut serta mendampingi anggota DPRD Bireuen melakukan kunjungan kerja ke Surabaya tahun 2019 silam.
“Waktu itu saya mewakili LSM tempat saya bekerja mendampingi anggota dewan ke Surabaya untuk melihat bagaimana pengelolaan sampah di sana. Saya begitu terkesima dengan pengelolaan sampah di kota itu dan mencoba untuk menerapkan di Bireuen,” ucap Abdul Halim.
Ya, Kota Surabaya memang terdepan dalam pengelolaan sampah. Hal ini terbukti dengan prestasi yang diraihnya sebagai satu-satunya kota di Indonesia yang mendapat Adipura Kencana. Dari segi sarana, Surabaya juga mempunyai salah satu pusat daur ulang sampah yaitu Pusat Daur Ulang (PDU) Jambangan yang layak menjadi panutan. Fasilitas daur ulang sampah yang dibangun pada 2015 ini dapat mengelola 5-6 ton sampah per hari, dengan kapasitas maksimum 20 ton/hari, serta pendapatan harian dari sampah yang terolah adalah Rp 6 juta/hari.
Baca juga : Ratna Eliza, Ibu Peri Anak-Anak yang Menderita Kanker
Daftar Isi
Dampingi Blang Asan Terbebas Dari Sampah
Sepulang dari kunjungan kerja di Surabaya, Abdul Halim tertarik untuk menyalurkan ilmu dan pengalaman yang didapatkannya di Desa Blang Asan, Kecamatan Peusangan, Bireuen. Ia melihat bahwa Desa Blang Asan merupakan desa yang memiliki masalah sampah yang cukup serius. Sampah di desa tersebut sering berserakan di jalan dan selokan, sehingga membuat lingkungan menjadi kotor dan tidak sehat. Selain itu, Blang Asan terletak di pinggiran kota dan tidak memiliki tempat pembuangan sampah.
“Di Blang Asan tidak ada tempat pembuangan sampah, warga membuang sampah ke selokan, pinggir jalan, dan di tempat keramaian. Kalau kita lihat, dimana-mana ada tumpukan sampah dan sangat bau. Selokan penuh dengan sampah, sudut jalan juga ada tumpukan sampah. Masalah sampah disini juga sering menjadi sorotan di media massa,” keluh lulusan Sosiologi Universitas Malikussaleh ini.
Abdul Halim kemudian melakukan pendekatan dengan perangkat Desa Blang Asan terkait pengelolaan sampah di wilayah tersebut. Gayung pun bersambut, Kepala Desa Blang Asan yang selama ini kewalahan dengan masalah sampah di wilayah kerjanya langsung menyetujui solusi yang ditawarkan oleh Halim yang pernah menjadi aktivis pada sebuah LSM lingkungan hidup ini.
Pada awal tahun 2020, Halim mulai mendampingi Pemerintah Desa Blang Asan untuk mengelola sampah. Atas inisiasi dari Kepala Desa, pengelolaan sampah ini langsung berada di bawah Badan Usaha Milik Gampong/Desa (BUMG) Asan Jaya.
Di bawah BUMG Asan Jaya pengelolaan sampah pun dimulai dan tidak sedikit warga yang berpartisipasi.
“Awal hadirnya BUMG ini, dari total 110 kepala keluarga (KK) yang ada di Blang Asan, ada 60 KK yang berpartisipasi,” jelas Halim.
Selain mendapatkan dukungan dari perangkat desa dan partisipasi warga, Halim juga melakukan advokasi dengan Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Bireuen. Walhasil, Desa Blang Asan mendapatkan batuan berupa becak untuk mengangkut sampah. Tidak hanya itu, DLHK juga memfasilitasi sampah yang sudah dikumpulkan untuk dibuang ke TPA.
Awalnya, usaha Abdul Halim tidak berjalan mulus. Banyak masyarakat yang pesimis akan ide pengelolaan sampah yang dicetuskannya. Namun, Abdul Halim terus berupaya untuk menyadarkan masyarakat tentang pentingnya pengelolaan sampah yang baik.
Ia sering mengadakan sosialisasi dan penyuluhan kepada masyarakat. Ia juga membentuk kelompok-kelompok pengolah sampah untuk membantu masyarakat memilah sampah.
Akhirnya, usaha Abdul Halim membuahkan hasil. Masyarakat Desa Blang Asan mulai sadar akan pentingnya pengelolaan sampah. Sampah di desa tersebut pun mulai berkurang dan lingkungan menjadi lebih bersih.
Menabung Sampah di Bank Sampah
Setelah berhasil mendampingi warga Blang Asan mengelola sampah, pada tahun 2021, Abdul Halim kembali mencetuskan gagasan pembangunan Bank Sampah yang diberi nama Bank Sampah Asri.
Bank Sampah ini berfungsi sebagai tempat mengumpulkan dan mengelola sampah dari masyarakat. Sampah yang dikumpulkan kemudian diolah menjadi barang-barang bermanfaat, seperti pupuk kompos, kerajinan tangan, dan lain-lain.
“Di Bank Sampah, masyarakat bisa menabung sampah yang bermanfaat atau bernilai. Hasilnya sangat lumayan untuk membayar retribusi sampah yang dikutip oleh petugas khusus dari desa,” papar Abdul Halim.
Meskipun sudah memiliki Bank Sampah Asri, Abdul Halim tidak menampik bahwa fungsi Bank Sampah yang telah dirintisnya belum maksimal.
“Karena lokasi Blang Asan yang memang di pinggiran kota, selama ini Bank Sampah baru berfungsi sebagai tempat memilah sampah yang bernilai jual. Akibat terbatasnya lahan, untuk mengolah sampah-sampah belum bisa diolah menjadi barang bermanfaat seperti bros, kompos, dan lain-lain,” ungkapnya.
Kolaborasi dengan Komunitas
Selain mendampingi Blang Asan keluar dari masalah sampah, pada tahun 2022 Abdul Halim juga menjadi pendamping di Dusun Geudong Teungoh, Desa Pulau Ara, Kecamatan Kota Juang, Bireuen. Di sana, ia bersama komunitas perempuan The Power Emak-emak Community membangun Bank Sampah. Komunitas yang selama ini berfokus pada kegiatan sosial dan olahraga sangat antusias saat diajak untuk memilah sampah.
Menurut Halim, salah satu upaya untuk mengatasi masalah sampah adalah dengan menerapkan pengelolaan sampah berbasis komunitas. Pengelolaan sampah berbasis komunitas merupakan pengelolaan sampah yang melibatkan masyarakat secara langsung dalam proses pengelolaan sampah, mulai dari pengurangan, pemilahan, pengumpulan, pengolahan, hingga pemanfaatannya.
“Lokasi Bank Sampah di Dusun Geudong Teungoh ini sangat strategis. Ke depan kita akan mengumpulkan sampah di sana dan mengolahnya menjadi barang-barang yang bermanfaat dan bernilai jual,” ucap Halim penuh harap.
Halim juga berharap Kabupaten Bireuen memiliki Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) yang menghubungkan desa-desa lainnya yang ingin berpartisipasi. “Harapannya banyak desa yang ikut berpartisipasi terutama yang berada di perkotaan, desa yang padat penduduk, tempat wisata, dan tempat pendidikan. Kita ketahui kalau produksi sampah di sana sangat banyak dibanding dengan lokasi lainnya.”
Meraih Apresiasi Satu Indonesia Award 2021
Usaha Abdul Halim ini mendapat apresiasi dari berbagai pihak, termasuk PT Astra International Tbk. Pada tahun 2021, Abdul Halim dinobatkan sebagai salah satu peraih apresiasi Satu Indonesia Award tingkat Provinsi Aceh dalam kategori Lingkungan.
SATU Indonesia Awards adalah Apresiasi Astra bagi Anak Bangsa yang telah berkontribusi untuk mendukung terciptanya kehidupan berkelanjutan melalui bidang Kesehatan, Pendidikan, Lingkungan, Kewirausahaan dan Teknologi, serta satu kategori Kelompok yang mewakili lima bidang tersebut.
“Sejauh ini, selain memeberikan apresiasi kepada saya, Astra juga membuka jaringan dengan berbagai pihak. Saya juga bisa saling berbagi dengan penerima award lainnya. Astra juga membantu saya dengan ide kreatif dan inovatif sehingga keberlanjutan program ini tetap berjalan,” jelas Halim.
Kisah Abdul Halim ini menjadi bukti bahwa perubahan itu bisa dimulai dari hal-hal kecil. Dalam hal pengelolaan sampah desa menunjukkan bahwa pengelolaan sampah bukanlah hal yang sulit. Dengan komitmen dan kerja keras, kita bisa mengubah paradigma masyarakat tentang pengelolaan sampah.
Abdul Halim tidak menyerah ketika banyak masyarakat yang masih enggan memilah sampah. Ia terus berupaya untuk menyadarkan masyarakat tentang pentingnya pengelolaan sampah yang baik.
Usaha Abdul Halim telah berdampak positif terhadap lingkungan dan masyarakat. Sampah di Desa Blang Asan pun mulai berkurang dan lingkungan menjadi lebih bersih. Selain itu, usaha Abdul Halim juga berdampak positif terhadap perekonomian masyarakat.
“Pengelolaan sampah adalah tanggung jawab kita bersama. Dengan memilah sampah, kita bisa mengurangi jumlah sampah yang dibuang ke tempat pembuangan akhir.”
Hana Tour Jogja says
Bank sampah bener-bener solutif banget untuk meminimalisir sampah di suatu wilayah. trims artikelnya