Timphan, keukarah, ie bu peudah, mie caluk, mie aceh, roti sele Samahani, pulot, kuah beulangong, kuah pliek u, keumamah. Ah, tiba-tiba jadi ngiler sendiri saat menyebutkan aneka makanan khas Tanah Rencong ini. Keinginan untuk mencicipi beragam kuliner tersebut akhirnya terkabul saat saya mengunjungi Aceh Culinary Festival. Sebuah ajang tahunan yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh yang kali ini mengambil lapak di Taman Putroe Phang, Banda Aceh.
Setelah membaca kicauan dari akun twitter @iloveaceh tentang acara yang diselenggarakan tepat pada hari Minggu, 26 Oktober 2014 ini, saya langsung mengosongkan jadwal agar bisa hadir kesana. Lebih-lebih saat akun twitter tempat warga Aceh berbagi beragam informasi itu mengabarkan bahwa hanya dengan 50k, pengunjung bisa icip-icip sepuasnya peunajoh Aceh yang ada di sana. Pingiiin. Jadi tambah keroncongan perut saya saat membayangkan aneka kuliner
Aceh itu dapat saya cicipi dengan harga yang super duper murah.
Minggu pagi menjelang siang saya telah siap untuk memburu makanan khas tanah kelahiran itu. Hari itu, saya sengaja tidak memasak karena ingin mengenyangkan diri di Aceh Culinary Festival. Pada pukul 12 siang, tibalah saya ke lokasi acara.
Ketika memasuki gerbang Taman Putroe Phang, salah satu situs bersejarah Aceh yang dijadikan tempat perhelatan acara ini, saya langsung disambut oleh beraneka poster yang memamerkan makanan Aceh dan rempah-rempah untuk memasak yang dimasukkan ke dalam botol kaca.
Berjalan beberapa meter ke depan, sebuah papan bertuliskan aneka menu makanan tertancap di badan jalan. Setelah itu barulah saya menemukan stand-stand yang menyajikan makanan Aceh.
Para pemilik stand sedang sibuk menyiapkan aneka hidangan andalan mereka. Ada stand yang sedang memasak pulot, rebusan ketan yang kemudian dipanggang. Ada juga stand yang menyajikan nasi bakar.
Dan yang paling menarik adalah di tengah-tengah arena, ada dua buah meja yang di atasnya tersusun boh rom-rom atau yang dikenal dengan klepon aneka warna. Menakjubkannya lagi, ternyata camilan khas naggroe itu dibuat oleh anak-anak TK.
Masih di tengah-tengah lokasi festival Kuliner Aceh, sebuah panggung yang sedang diisi oleh grup band asli naggroe sedang bersiap-siap untuk menghibur para pengunjung. Para personel band tersebut sedang melakukan check sound saat saya tiba di sana.
Eits, jangan beranjak dulu. Masih ada beberapa stand lain lagi yang saya kunjungi. Di sebelah barat lokasi acara, para bapak-bapak sedang sibuk mengaduk-aduk kuah beulangong. Itu lho, kari kambing khas Aceh yang dicampur dengan nangka. Dari aromanya saja sudah lezat. Duh, perut semakin keroncongan dibuatnya. Tapi sayang, kuah beulangongnya belum masak sempurna, saya harus menunggu sekitar satu jam lagi.
Selain makanan tradisional, ada juga stand yang menghadirkan aneka hidangan kontemporer. Seperti cappuccino chinchau, minuman segar perpaduan cappuccino dan si hitam cincau. Maknyus sekali kalau diminum di saat cuaca panas seperti ini. Lalu ada juga stand cup cake maroon, sup buah, kebab, makanan Jepang, dan lain-lain.
Sayangnya, acara yang disponsori oleh iloveaceh, Ozradio, dan Bank BRI ini hanya berlangsung sehari saja. Maunya sampai seminggu, jadi saya bisa icip-icip sepuasnya makanan khas indatu di festival kuliner ini.
buzzerbeezz says
Aaaaaakkkkk.. Makin rindulah awak sama Aceh.. 🙁
Dulu pas aku di sana gak ada event kayak gini *hiks*
Liza Fathia says
Kasian deh ary :p sabar ya, kuliah dulu smp selesai, pas dedek bayi udh bs naik pesawat plg lagi k Aceh
Riski Fitriasari says
kecap kecap lidah.. ahh jadi lapeer.. 🙂
Lidya says
kalau dekat aku mau kesan adeh mbak aku suka makanan2 khas sana
muhardian says
Wiiih sepertinya enak banget tuh…kalo ke aceh pengen nyobain 😀
Fardelyn Hacky says
Aiiiiiiiih…..semuanya bikin ngileeeeeeerrrrrrrrrrrrrrrr
konveksi seragam jaket kaos says
hemmm enak tuh…hehe