Saya sangat menyukai gulai eungkot Yee. Santapan gulai khas Aceh yang berbahan dasar ikan hiu selalu menjadi pilihan saat memilih menu di rumah makan Aceh. Tekstur daging hewan predator begitu lembut, berbanding terbalik dengan keganasannya di tengah laut. Rempah-rempah yang menjadi bumbu untuk memasak ikan itu begitu terasa. Demikian pula dengan aroma dan rasa jeruk perut yang ditambahkan ke dalamnya, semakin menambah kenikmatan sepiring gulai ikan hiu.
Tak jarang, setiap berbelanja ikan ke pasar ikan yang terletak di Peunayong, Banda Aceh, saya membeli ikan hiu yang telah dipotong-potong dalam ukuran kecil. Memasak sendiri jauh lebih murah dibandingkan dengan membelinya di rumah makan. Bahan-bahan yang digunakan dan cara memasak gulai ikan ini juga gampang. Cukup sediakan jeruk perut, serai, daun temurui, garam dan haluskan bawang merah, cabai, kunyit, ketumbar, lengkuas, serta kelapa gongseng.
Namun, itu cerita dulu. Sebelum saya tahu bahwa “singa” lautan itu semakin hari populasinya semakin berkurang. Ikan yang kerap digambarkan sebagai hewan buas yang memangsa siapa saja di film-film action itu menjadi incaran pedagang illegal. Sirip, daging, dan tulang rawannya dijual dengan harga yang sangat mahal.
Semula saya acuh tak acuh dengan beragam aksi yang dilakukan oleh aktivis lingkungan untuk menyelamatkan hiu. Namun, ketika membaca berita dan melihat betapa mirisnya nasib ikan hiu saat ini, mata saya terbuka. Betapa tidak, banyak hiu yang dibunuh dengan kejam dengan cara mengambil siripnnya lalu dilemparkan kembali ke laut hingga mati. Semakin berkurangnya ikan dari kelompok superordo Selachimorpha ini akan berdampak buruk terhadap kehidupan laut yang pada akhirnya akan berimbas pada bumi tempat kita berpijak.
Pagi tadi, hati saya seperti teriris ketika melihat ikan hiu sedang dipotong-potong oleh salah seorang penjual ikan di Pasar Peunayong. Dulu ketika melihat atraksi tersebut, saya malah biasa-biasa saja dan ikut membelinya. Entah itu daging saja atau tulang rawannya. Hampir setiap hari ada hiu di lapak penjual ikan itu. Menurut penuturannya, ia mendapatkan pasokan hiu dari Lampulo, tempat penampungan ikan terbesar di Banda Aceh.
Ikan hiu di Pasar Ikan Peunayong, Banda Aceh“Kalau yang kecil itu, dua puluh ribu harganya,” aku penjual ikan itu sambil menunjukkan daging hiu yang telah dipotong berbentuk persegi, “ kalau seekor besar seperti ini harganya sampai satu juta.” Tambahnya lagi dalam bahasa Aceh.
Saya perhatikan tidak ada sirip pada hiu yang dijual oleh lelaki itu.
“Siripnya sudah dijual terpisah sama nelayan. Harga sirip lebih mahal lagi,” imbuhnya seraya membujuk saya untuk membeli sepotong saja.
Ketika saya mengajaknya berbicara tentang populasi hiu yang kian musnah lelaki itu terlihat tidak peduli sama sekali, “itu bukan urusan saya. Pekerjaan saya hanya jualan ikan dan asap di dapur istri saya menggepul. Soal ikannya musnah atau tidak, pikiran saya tidak sampai untuk menjangkaunya.”
Potongan daging hiu seharga 20 ribu rupiahSetelah mendengar penuturan lelaki penjual ikan itu, tidak heran kenapa Indonesia masuk dalam urutan teratas 20 negara penangkap hiu terbesar di dunia dan Aceh adalah salah satu provinsi yang menduduki rangking teratas untuk tindakan yang dapat mengganggu keseimbangan ekosistem laut ini. Asal kantong tebal, peduli setan dengan keselamatan lingkungan.
Saat ini saya memang belum bisa berbuat banyak untuk menyelamatkan hiu, tapi saya berjanji pada diri saya sendiri untuk tidak lagi memakan hiu selezat apapun dagingnya. Tidak hanya itu, saya pun mengajak keluarga saya untuk melakukan hal yang sama. Gulai ikan hiu memang lezat, tapi kelezatannya hanya sesaat. Lebih baik mengonsumsi ikan lain yang populasinya masih banyak daripada memakan hiu yang semakin hari semakin sedikit. Save our world by saving our sharks. Bukankah dengan berhenti menyantap gulai eungkot yee juga salah satu bentuk penyelamatan hiu?
Azhar Ilyas says
Udah lama juga nggak menyantap gulai eungkot yee, dulu itu makanan kesukaan kakek. habis baca ini jadi tau juga ikan hiu udah makin sedikit populasinya …
muzzriezal says
Nice post kak !!
Aku salah satu orang yang sangat suka Eungkot ye, tapi habis baca postingan kak liza. Jadi merasa bersalah pernah makan daging hiu..
Fardelyn Hacky says
Gulai ikan yang paling saya suka adalah gulau ikan hiu. dimasak pakai u neule dan banyak cabe, dibapo re’oh 😀
Indra Kusuma Sejati says
Gulai ikan hiu atau yang sering disebut dengan eungkot menerut saya masih segelincir orang Indonesia yang suka. Namun terjadinya perburuan ikan hiu tersebut biasanya di lakukan untuk memenuhi kuota ekspor yang di lakukan para oknum yang tidak mau peduli tentang keberadaan ikan ini. karena harganya cukup mahal bila di ekspor keluar negeri ya Mba ? Sedangkan maysarakat kita masih jarang yang tahu tentang manfaat dan kegunaan dari sirip ikan hiu ini, di samping itu juga lebih mereka lebih memilih untuk menjual ke luar negeri dengan daya beli yang lebih tinggi dari pada di dalam negeri.
Salam,
Liza Fathia says
Itu juga benar pak indra. Tapi di aceh setiap hari ada hiu.jadi kalo dikalkulasikan sebulan ada 30 yang diburu
Lidya says
Aku belum pernah makan hiu mbak, kasihan ah 🙂 Semoga Hiu-hiu tidak punah ya
Liza Fathia says
Iya mbak lyd. Semoga orang2 sadar dan tidak berburu hiu
buzzerbeezz says
Di Aceh ini.. Daging hiu dimakan, telur penyu juga dimakan. Kalaupun kita belum bisa berperan banyak untuk keberlangsungan spesies langka seperti hiu dan penyu, paling tidak kita bisa ikut berkampanye dan mengedukasi ya Liza.. Nice.
Liza Fathia says
Bener banget ari. Memang yang kita konsumsi tidak banyak tapi kalo semua orang berpikir seperti itu maka ujung2nya akan banyAK juga hiu yang punah akibat konsumsi selain dari yang siripnya diambil
Fahmi Anhar says
Appreciate banget dengan postingan ini. At least helps us to spread the words, membangun kesadaran sosial masyarakat agar peduli dengan lingkungan sekitarnya, dalam hal ini ekosistem laut & punahnya ikan hiu.
Teurimong gaseh kak Liza, let’s #SaveSharks
Liza Fathia says
Sama-sama kak fahmi. Ya memang, saat ini saya mungkin belum bisa.berbuat banyak. Tapi setidaknya saya sudah memulai untuk diri saya sendiri dengan berhenti makan hiu
aida says
Aku nulis save shark di novel Sunset in Weh Island 🙂
Liza Fathia says
i have read it kak
Nazri Z says
Go.. go! Save our world by saving our sharks!!
Liza Fathia says
rite brah!
Liza Fathia says
keep on spirit