Orang tua mana yang tidak teriris hatinya ketika melihat anak yang mereka sayangi mengamuk, berteriak-teriak, memecahkan barang, dan mengaku dikejar-kejar oleh banyak orang. Amukannya tidak dapat dikendalikan sehingga sang buah hati harus diikat dan dibawa ke rumah sakit jiwa. Semuanya bermula saat sang anak menjadi korban bully di sekolahnya dan orang tua abai akan hal ini.
Selama 4 tahun lebih bekerja di IGD Rumah Sakit Jiwa, bukan sekali dua kali saya mendapatkan kasus anak-anak terutama anak laki-laki yang dibawa oleh orang tuanya dalam keadaan sangat gaduh gelisah. Matanya merah karena sudah berhari-hari tidak tidur. Tetapi tenaganya dan amukannya sangat kuat sehingga saat dibawa ke RSJ tidak jarang orang tua harus meminta pertolongan polisi atau Satpol PP.
Setelah saya mewawancarai orang tua tersebut, saya mendapati rata-rata anak-anak itu adalah korban bully di sekolahnya. Sebelum sakit, kebanyakan anak itu adalah sosok yang introvert (pendiam dan tertutup) asehingga orang tuanya sama sekali tidak menyangka jika mereka telah dirundung oleh teman-teman atau kakak kelasnya di sekolah.
Ada juga orang tua yang mengaku kalau anaknya pernah bercerita jika dia malas ke sekolah karena “dikerjai” teman-temannya. Sang ayah/ibu merasa kalau itu hanya alasan anaknya saja karena malas ke sekolah. Toh berantem dengan teman itu adalah hal yang biasa.
Ada juga orang tua yang mengeluh anaknya menjadi pendiam daripada biasanya, menarik diri dari pergaulan dan keluarga, prestasi menurun, merasa tidak berharga, tidak mau berangkat sekolah, ada beberapa yang sudah cutting pergelangan tangan (self-harm), bahkan ada yang sudah melakukan percobaan bunuh diri.
Keluhan-keluhan tersebut setelah digali ternyata berawal dari pengalaman bullying yang mereka terima di masa sekolah, baik mulai dari tingkat SD sampai masa perkuliahan.
Para orang tua tersebut tidak pernah menyangka, jika perundungan yang dialami anak-anak mereka berakhir dengan gangguan mental sampai harus dirawat di RSJ.
“Memang sih, dok, saat sebelum mengamuk, anak saya lebih sering di kamar, lebih pendiam, dan tidak mau ke sekolah. Bukannya menanyakan sebabnya, saya malah memarahinya karena malas,” Sesal sang orang tua.
Sebagai dokter IGD saya mendengar dengan penuh empati cerita ayah-ibu yang anaknya akhirnya harus dirawat karena mengalami depresi berat. Ada juga yang sampai mengalami gangguan jiwa berat seperti skizofrenia karena orang tuanya merasa sang anak diguna-guna dan dibawa ke orang pintar untuk diobati penyakitnya. Walhasil, karena pengobatan di orang pintar tidak menyembuhkan si anak, barulah mereka berkonsultasi dengan psikiater atau psikolog.
Miris sekali memang. Apalagi posisi saya saat ini adalah seorang ibu dari 3 orang anak. Sebaik apapun saya menjaga anak-anak di rumah, mereka pasti akan berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, baik itu di sekolah, tempat mengaji, atau sekitar rumah. Tidak tertutup kemungkinan bully itu juga akan mereka alami.
Rasa marah, sedih, dan kecewa semakin berkecamuk saat membaca berita baru-baru ini tentang anak SD yang mengakhiri hidupnya dengan gantung diri. Ternyata, sang anak mengalami depresi karena dibully oleh teman-temannya. Dia yang tidak memiliki ayah karena sudah meninggal, menjadi sasaran ejekan sang teman sehingga membuatnya depresi yang berujung dengan bunuh diri.
Dan yang menyakitkan lagi adalah pihak sekolah tempat almarhum menuntut ilmu mengaku jika ia tidak dibully oleh teman-temannya. Padahal menurut sang ibu, setiap pulang sekolah selalu menangis dan dongkol.
Melihat kenyataan ini, terkadang kita pasti bertanya-tanya, sebenarnya apa sih bully itu? Sejauh mana batasan yang disebut bully atau sekadar bercanda dengan teman?
Daftar Isi
Apa itu bully?
Bully atau perundungan adalah tindakan atau perilaku yang dilakukan seseorang atau sekelompok orang untuk menyakiti, mengintimidasi, atau merendahkan orang lain secara terus-menerus. Bully dapat terjadi di berbagai lingkungan, seperti di sekolah, tempat kerja, atau di lingkungan sosial.
Contoh tindakan bully antara lain:
1. Mengolok-olok atau mengejek seseorang secara terus-menerus
2. Menyebarkan rumor atau informasi palsu yang merugikan seseorang
3. Mempermalukan atau merendahkan seseorang di depan umumMengancam atau memaksa seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak diinginkan
5. Membuat seseorang merasa terisolasi atau tidak diakui keberadaannya
4. Mengancam atau memaksa seseorang untuk melakukan sesuatu yang tidak diinginkan
5. Membuat seseorang merasa terisolasi atau tidak diakui keberadaannya
Perundungan adalah tindakan yang dilakukan secara rahasia yang membuat korban atau bahkan saksi mata tidak berani melapor. Hal inilah yang membuat bully itu sering tidak cepat terdeteksi. Terkadang perlakuan perundungan ini baru diketahui jika korban sudah menunjukkan perilaku yang berbeda dari biasanya.
Bully dapat berdampak buruk pada kesehatan mental dan fisik korban, seperti stres, depresi, kecemasan, dan bahkan dapat menyebabkan bunuh diri. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk menghindari tindakan bully dan mempromosikan lingkungan yang aman dan ramah bagi semua orang.
Pengalaman Traumatis Menjadi Korban Bully
Menjadi korban bully adalah pengalaman yang menyakitkan. Siapa sih yang sanggup menyimpan peristiwa traumatis secara terus menerus? Sungguh ini adalah hal yang berat.
Bayangkan bagaimana kondisi korban ketika ia setiap hari selalu diganggu, disakiti, dipermalukan secara berulang-ulang? Pasti ia mengalami rasa tidak aman, guncangan psikologis, trauma bahkan gangguan jiwa.
Terkadang tanpa kita sadari, anak-anak yang menjadi korban bully itu telah mengirimkan sinyal kepada kita akan tetapi kita sering mengabaikannya.
Agar tidak terulang atau sebagai pelajaran bagj orang tua, bagaimanakah bentuk sinyal seorang anak telah menjadi korban bully?
Tanda Anak Korban Bully
Tahapan paling awal dalam mendeteksi perundungan adalah adanya perubahan perilaku dan emosi pada korban. Di bawah ini bisa menjadi tanda-tanda anak kemungkinan mengalami perundungan:
- Mengalami luka yang tak bisa dijelaskan
- Sering kehilangan barang-barang
- Barang-barangnya sering rusak
- Perubahan pola makan
- Muncul perilaku yang tidak biasa
- Sulit tidur dan sering mimpi buruk
- Prestasi sekolah turun, mogok sekolah
- Muncul perilaku destruktif
- Depresi dan cemas
- Rendah diri akut
Saat menemukan salah satu atau lebih tanda di atas, sebagai orang tua kita jangan panik dulu, belum tentu juga anak mengalami bully. Namun, sebaiknya kita waspada karena tak ada satupun dari tanda-tanda di atas yang bisa diabaikan begitu saja.
Sulit memang untuk korban bisa jujur dan terbuka menceritakan dan melaporkan bahwa ia menjadi korban bully, meskipun ia sudah mengalami tanda-tanda diatas. Mengapa? Korban bully umumnya tidak melaporkan perlakuan yang diterimanya pada siapapun. Kalaupun ada yang melaporkan tanda-tanda awal perundungan, banyak yang tidak mendapatkan tanggapan baik. Hal ini disebabkan banyaknya anggapan yang keliru seputar perilaku bully.
Mem-Bully bukan Sekadar Kenakalan Remaja Biasa
Banyak dari kita yang menganggap pelaku bully hanyalah sekedar kenakalan anak yang biasa. Ada juga yang berpendapat kalau bully diperlukan untuk membentuk anak menjadi pribadi yang tangguh. Bahkan ada juga yang menganggap pengabaian pada kasus bully yang dialami anak merupakan cara untuk mendorong kemampuan anak menyelesaikan masalah. Akibatnya seringkali guru dan orang tua baru mengetahui peristiwa bully setelah munculnya berbagai gejala-gejala gangguan mental atau kesehatan.
Merasa takut pada pem-bully dan khawatir semakin dijauhi teman karena dianggap tukang mengadu adalah alasan yang sering menghambat korban untuk melaporkan perundungan yang dialami. Padahal ‘mengadu’ dan ‘melapor’ adalah dua hal berbeda. ‘Mengadu’ bertujuan membuat teman mendapat hukuman, sedangkan ‘melapor’ bertujuan melindungi diri sendiri atau teman dari bahaya.
Sebelum bereaksi membabi buta atau malah bersikap tidak peduli, kita sebaiknya meneliti lebih dulu, apakah peristiwa yang diceritakan anak adalah hal yang perlu ditindaklanjuti atau bisa diabaikan.
Lalu bagaimana cara agar korban bisa terbuka dan berani melaporkan perundungan yang sudah dialaminya?
Ada yang bisa kita lakukan untuk membantu anak mau terbuka dan jujur atas apa yang ia alami, yaitu sebagai berikut:
- Membangun komunikasi yang sehat dengan anak dan peka akan setiap perubahan sikap anak, betapapun kecilnya, adalah cara yang efektif untuk mendeteksi perundungan yang mungkin diterima anak. Beri pengertian kepada anak bahwa perundungan bukanlah cara untuk membuat anak menjadi kuat dan tabah, bahkan sebaliknya membuat anak menjadi rendah diri, merasa tidak berharga dan tidak bahagia.
- Temukan sumber permasalahan. Langkah awal untuk kita dapat membantu korban adalah mencari penyebab kenapa ia dirundung. Dengan mengetahui akar masalahnya maka kita dapat memberikan solusi atau langkah berikutnya yang harus dilakukan.
- Tingkatkan rasa percaya diri. Dampak dsri bully adalan anak menjadi minder, kurang percaya diri dan menarik diri. Oleh karena itu kita perlu menjadi teman yang bisa diajak bicara dan berbagi cerita sehingga menumbuhkan trust terhadap kita, lalu kita bisa memotivasinya bahwa korban bukanlah seburuk apa yang pelaku labelkan kepada korban.
- Sarankan untuk berani bertindak. Beri pengertian kepada korban untuk tidak diam saja namun berani bicara kepada pihak yang terkait seperti orangtua, guru BK, atau wali kelas.
- Hindari pergaulan yang toxic. Ajari korban untuk memilih teman yang membangun karakter dan kualitas pribadi, bukan teman atau pergaulan yang justru menurunkan kualitas pribadi maupun prestasi. Teman yang positif adalah teman yang bisa selalu mendukung di saat kita lemah/terjatuh, teman yang bisa menerima keadaan kita apa adanya dan bersedia membantu saat kita membutuhkannya. Sedangkan teman yang toxic adalah teman yang harus membuat kita memakai topeng (tidak apa adanya), teman yang hanya memanfaatkan kita demi kepentingan mereka saja tanpa memperhatikan kepentingan kita sendiri.
- Cari bantuan dari ahlinya. Apabila korban mengalami trauma sampai ia mogok sekolah, sulit tidur, sering bermimpi buruk, depresi dan mengurung diri, menyakiti diri sendiri (self harm) atau bahkan sudah mencoba bunuh diri, maka perlu segera pertolongan ke psikiater atau psikolog. Dengan demikian korban segera tertangani dan dapat segera pulih dari tekanan psikologis yang dialaminya tersebut sehingga tidak berlarut-larut menjadi gangguan jiwa berat.
Bully dapat dihentikan apabila di segala lapisan dan lingkungan, dimulai sejak di rumah, di lingkungan tetangga, dan di lingkungan masyarakat luas, memahami dan melaksanakan golden rules, yaitu “perlakukanlah orang lain, sebagaimana kita ingin diperlakukan”. Niscaya di manapun kita berada tidak akan kita jumpai kasus perundungan dan kita semua akan merasa aman dan nyaman.
Bullying is never fun. It’s cruel and terrible thing to do to someone. If you are being bullied, it is not your fault. No one deserves to be bullied, ever.” (Perundungan tidak pernah menyenangkan. Perundungan adalah hal jahat dan mengerikan untuk dilakukan kepada seseorang. Jika kamu dirundung, itu bukanlah salahmu. Tidak ada seorang pun yang pantas dirundung)
Referensi:
1. Dampak Psikologis Korban Perundungan https://rs-amino.jatengprov.go.id/dampak-psikologis-korban-perundungan/
2. https://www.detik.com/jatim/berita/d-6598252/sosok-siswa-sd-yang-gantung-diri-gegara-dibully-di-mata-guru
3. https://www.detik.com/jatim/berita/d-6598189/7-fakta-menyayat-hati-anak-sd-di-banyuwangi-gantung-diri-usai-dibully-teman
fanny_dcatqueen says
Sediiih banget kalo udh baca ttg bully ini. Apalagi kalo sampe korbannya bunuh diri , terkadang sampe ga paham kenapa pelaku segitu teganya mba 😭. Seperti apa didikan dr ortunya sampe mereka bisa bully yg menjurus kriminal di sekolah. Yg bikin marah, kdg pelaku malah ga dihukum juga, Krn dianggab anak2 😔
Ke anak2ku, aku selalu ingetin utk berteman dengan siapa aja, dan ga boleh pilih2..kalo ada temen yg mungkin kurang dari segi fisik, jgn pernah dijauhin. Kalo bisa malah bantu. dan ajak berteman.
Dan mereka aku tekanin banget, jgn pernah takut kalo ada yg ganggu di sekolah, kasih tau ke aku atau papinya anak2. Krn kami ga bakal diem2 aja kalo sampe anak2 di bully
Liza Fathia says
Betul mba fanny, sering kali bully itu dianggap hal biasa dan sepele.nah itu dia, aku penasaran bagaimana sikap atau didikan ortu dari anak yang suka membully itu ya. Soalnya pasti kelakuan buruknya juga terjadi di rumah, engga hanya di sekolah.