Dalam sebuah kesempatan, mantan presiden Afrika Selatan, Nelson Mandela, menghadiri sebuah acara di Amerika Serikat. Terang saja kehadiran tokoh revolusiner ini mengundang begitu banyak perhatian. Saat itu Afrika Selatan dianggap (Amerika) bersahabat dengan beberapa negara yang menjadi musuh bebuyutan Amerika seperti Libya dibawah Khadafi dan Kuba yang saat itu masih dibawah Fidel Castro. Kesempatan ini tentu tak dilewatkan oleh publik Amerika, dalam hal ini para kuli tinta yang terkenal kritis dengan lawan politik negaranya. Jadi, kehadiran Mandela di negeri mereka merupakan kesempatan mereka untuk bertanya memgenai kebijakan politik Afsel. Salah satu pertanyaan yang diajukan mereka adalah, Kenapa Mandela atau Afrika Selatan mau berteman dengan kedua negara ini, padahal Amerika dan kawan-kawannya telah bermusuhan dan melakukan berbagai embargo terhadap mereka?
Mendapatkan pertanyaan ini, dengan santai mandela menjawab “betapa banyak dari kita berfikir bahwa musuh saya seharusnya juga menjadi musuh sahabat saya?’ ingat, musuh anda bukan berarti harus menjadi musuh saya!”, mendapatkan jawaban yang tidak diprediksi sama sekali seperti ini, mereka terdiam, dan tentunya diikuti dengan tepuk tangan gemuruh. Bagaimana dengan keseharian kita?
Tidak hanya di level negara, di level kantor, dalam hubungan antar individu, kita juga sering menghadapi masalah demikian. Baru saja kita tiba di kampus atau kantor, tiba-tiba ada kawan dekat yang bercerita tentang orang yang tidak dia sukai, cerita tentang segala keburukan orang tersebut, segala aibnya, dan sebagainya. Mendapatkan cerita seperti ini, sering kita jadi terpengaruh, orang yang biasanya kita anggap biasanya saja, kini mulai menjadi awas saat kita berhadapan dengan dia, bahkan tidak jarang ikut-ikutan menjadi musuh dia. Ini kasusnya kalau orang yang dimusuhi sahabat kita itu sudah duluan kita kenal. Kalau belum, bisa saja kita tak mau berkenalan dengan orang yang diceritakan tadi.
Padahal, seperti kata Mandela, belum tentu orang yang diceritakan itu lebih jelek dari yang menceritakan. Bahkan sering sebaliknya, justru teman kita yang bercerita yang lebih punya banyak masalah, dibandingkan orang yang dia musuhi. Ingat ya, makin banyak musuk seseorang, makin bermasalah pula dia sebenarnya. Jadi harus hati-hati kalau berteman dengan orang yang banyak musuh, jangan sampai kita dengan mudahnya terpengaruh dengan ceritanya.
Yang baik tentu kita harus melakukan cek dan ricek dengan ceritanya, jangan langsung percaya, apalagi ikut-ikutan memusuhi. Baiknya lagi, kalau kita mengingatkan kawan kita tadi, jangan suka memusuhi seseorang, jangan langsung bilang seseorang tidak baik, tapi coba lakukan evaluasi terhadap diri sendiri, apakah kita seperti orang yang kita ceritakan? Atau jangan-jangan kita sendiri yang bersalah. Satu hal lagi yang harus diingat, punya musuh itu tidak enak, apalagi kalau musuhnya banyak. Punya musuh itu bisa menyebabkan kita menderita, terus-menerus memikirkan kejelekan dia, kalau ini dipelihara, bisa bahaya jadinya. Kalau punya musuh, sebaiknya minta maaf, lupakan segala hal yang telah berlalu. Dengan bermaafan, perasaan kita juga jadi senang, hidup lebih produktif dan lebih sehat. Semoga bermanfaat.
leyla hana says
Kalo mau kenal seseorang, harus nginep dulu di rumahnya 3 hari 😀
Liza Fathia says
setuju sekali 🙂
Moersalin says
ah, itu juga cerita dari saya, anda inilah..