Bisa menyusui buah hati selama 2 tahun adalah impian kebanyakan ibu. Namun, dalam perjalanannya memberikan ASI untuk sang bayi tidaklah mudah. Sama sulitnya dengan keinginan untuk bisa menggenapkan ASI eksklusif selama 6 bulan tanpa makanan pendamping lainnya. Terlebih jika sang ibu adalah seoarang working mom yang tidak bisa setiap saat bersama anak tercinta. Beragam tantangan, cobaan, dan godaan untuk segera mengakhiri masa penyusuan pun menghadang.
Itulah yang saya alami dalam proses memberikan ASI untuk putri saya Naqiya yang kini berusia 18 bulan. Bisa tetap memberikan ASI sampai usia ini bukanlah mudah. Beberapa kali saya hampir tidak bisa menyusui lagi. Memang, saat bekerja, saya memiliki waktu untuk memompa ASI di kantor. Ketika saya tinggal bekerja, maka ASI perah itulah yang dikonsumsi Naqiya. Baru pada malam hari putri saya itu bisa langsung menyusui dari saya. Beban kerja yang tidak stabil, kadang santai kadang mengejar deadline terutama pada akhir bulan, tekanan dari rekan kerja, atasan, mitra, dan pihak lainnya ternyata sangat berpengaruh pada produksi dan jumlah ASI yang saya pompa. Kalau sedang stress, kuantitas ASI pun menurun drastis.
Stress = Produksi ASI Berkurang
Itu baru masalah stress saat bekerja. Konon lagi jika saya harus bertugas ke luar kota, maka masalah lain pun muncul. Saya yang tidak memiliki simpanan ASI karena memang ASI yang saya pompa hari ini adalah cadangan untuk esok. Lantas bagaimana dengan ASI untuk Naqiya jika harus saya tinggalkan selama beberapa hari? Waktu itu Naqiya kebetulan sudah mulai MPASI dan ibu saya menyarankan agar diselingi dengan susu formula saja. Dan saya tidak bisa berargumen selain hanya menurut dan berpikir positif. Memang ASI adalah yang terbaik untuk bayi, tapi susu formula bukan zat yang diharamkan oleh agama dan pakar kesehatan, kan? Tidak semua bayi bermasalah dengan susu formula, termasuk Naqiya. Saya mencoba menenangkan diri dengan berpikiran positif termasuk memutuskan untuk keluar dari grup Ibu Menyusui yang suka nyinyir dengan ibu yang memberikan susu formula untuk anaknya.
Setiap bepergian jauh, saya selalu memompa ASI dimana pun saya bisa. Entah itu di bandara, di dalam pesawat, di hotel, di kamar mandi, dimana pun agar ASI tidak kering. Saya juga menyimpannya di kulkas hotel, jika tidak ada kulkas di kamar, tidak segan-segan yang menumpang di kulkas dapur hotel tersebut. Semua pikiran negatif akan keadaan ASIP saya, saya hilangkan dari pikiran. Pokoknya ketika pulang nanti, Naqiya harus dapat oleh-oleh ASI.
Ketika puluhan kantong yang berisi ASIP berhasil saya kumpulkan selama perjalanan dinas, drama lain kembali hadir. Jarak tempat tinggal saya sangat jauh dan tidak ada pesawat kesana. Saya harus menempuh 8 jam perjalanan dengan bus dari Banda Aceh untuk sampai ke Aceh Barat Daya, tempat tinggal saya sekarang. Bukan masalah jauhnya perjalanan yang merisaukan saya, tetapi kondisi ASIP yang mencair dan basi. Sedih sekali rasanya ketika harus mencampakkan ASI tersebut ke dalam tong sampah. Tapi kesedihan itu berkurang ketika melihat putri saya dengan lahapnya menyusui langsung dari PD. Ia seakan tidak ingin melepas lagi sumber nutrisinya itu. Saya mulai pun menyetok ASI lagi dan meninggalkan susu formula.
Drama menyusui yang lebih hebat dan pelik kembali terjadi ketika saya harus mengikuti Diklat Dasar (Latsar) di pusat latihan militer, Jakarta. Untuk menjadi pegawai tetap di instansi tempat saya bekerja, maka saya haru lulus Latsar yang diselenggarakan selama 40 hari. Waktu itu Naqiya usianya sudah setahun lebih. Berat sekali rasanya harus meninggalkan putri saya itu. Sebenarnya Latsar ini bisa ditunda tahun depan, tapi status pegawai tetap saya juga akan ditunda. Belum lagi jika pada tahun tersebut saya hamil lagi, maka akan terus tertunda entah sampai kapan. Ditambah lagi dengan peraturan yang setiap saat bisa berubah. Berkali-kali saya ingin resign, tapi keluar dari pekerjaan juga tidak akan menyelesaikan masalah. Saya harus membayar denda yang jumlahnya tidak sedikit jika saya keluar dari instansi tersebut sebelum dua tahun.
Sebenarnya, jika tetap ingin memberikan ASI saya bisa saja mengontrak rumah di dekat tempat saya latihan dan membawa mamak dan Naqiya ke Jakarta. Menurut cerita teman yang sudah lebih dahulu ikut, ada juga pegawai yang baru melahirkan dan mengontrak rumah di dekat asrama militer tempat kami diklat. Pagi, siang, dan malam suaminya menjemput ASI ke asrama. Tapi itu sulit saya lakukan karena di saat yang bersamaan suami sedang melanjutkan studi di luar negeri. Kasihan mamak jika harus berdua saja dengan Naqiya di kampung orang.
Syukurnya mamak dan suami selalu memberikan support. “Jalani saja. Bismillah, insyaallah ini adalah jalan yang terbaik dari Allah.” Akan tetapi, meninggalkan Naqiya sama artinya dengan memberikan lagi sufor padanya. Tapi toh Naqiya kan baik-baik saja? Saya mencoba menghibur diri. Ia tetap tumbuh dan berkembang, cerdas, serta jarang sakit. Di sana nanti saya akan tetap memompa ASI dan ketika pulang Naqiya bisa lagi saya susui. Saya kembali berpikir positif dan menyerahkan semuanya pada yang Maha Kuasa.
Alhamdulillah selama mengikuti diklat, saya diberikan kemudahan oleh para pelatih yang semuanya dari militer. Saya bisa meminta izin setiap kali waktu memompa ASI dan boleh meminjam kulkas di dapur untuk menyimpannya. Namun, harus memompa ASI selama 40 hari bukanlah perkara mudah. Rasa bosan kerap kali menerpa. Belum lagi dengan aktifitas yang padat, stress karena jauh dari anak, kurang tidur, lelah, sakit, semuanya akhirnya berujung pada menurunnya produksi ASI. Jumlah ASI yang biasanya sekali pompa paling sedikit 100cc berkurang menjadi 50 cc pada minggu pertama dan nyaris tidak ada lagi di minggu-minggu terakhir. Saya semakin kalut memikirkan PD yang telah lembek dan tidak keras lagi seperti biasa. Jika dua hari sekali dipompa hanya ada 5-10 cc. Tapi semangat saya tidak sirna, selama ASI masih ada walaupun sedikit, pasti akan banyak lagi ketika diisap langsung oleh putri saya.
Akhirnya selesai juga diklat 40 hari itu. Jika teman-teman lain menyempatkan jalan-jalan di ibukota selama sehari, maka saya langsung pulang ke Aceh. Saya ingin segera tiba di kampung halaman dan Menemui naqiya. Rasa kangen tidak terhingga akan putri semata wayang itu. Dan ketika sampai di rumah, Naqiya menatap saya dengan wajah sedih, ia seakan marah karena telah saya tinggal selama sebulan lebih. Awalanya ia tidak mau saya gendong, tapi kemudian, dia tidak mau kagi lepas dari saya. Sejengkalpun saya tidak boleh jauh darinya.
Menyapih atau Relaktasi?
Drama kembali dimulai ketika saya ingin menyusui Naqiya. Bukannya mendekati PD, ia malah menjauh dan malu. “Tutup, tup,” ucapnya dengan wajah malu-malu sambil menarik baju saya. Ketika ia haus dan meminta minum saya kembali menyodorkan areola padanya, ia kembali menolak. Sempat ia menangis histeris karena saya tidak membuatkan susu untuknya. Perasaan sesal dan sedih menyatu. Apakah ini artinya saya harus menyapihnya? Naqiya tidak maulagi menyusui dan saat dipompa pun tidak ada lagi ASI yang keluar.
Syukurnya, di saat yang bersamaan suami bisa pulang ke Indonesia dan saya bisa cuti tiga hari ditambah libur natal dan tahun baru. Sehingga pasca latsar, saya memiliki waktu seminggu untuk bonding dengan Naqiya sebelum masuk kerja lagi. Walaupun Naqiya tidak mau menyusu, saya selalu meminta suami untuk merangsang PD seperti waktu awal persalinan dulu. Alhamdluliilah, ASI kembali keluar walau sedikit dan sangat kental. Saya berulang kali menyodorkan PD ke Naqiya dan berulang kali pula ia menolak dengan wajah malu.
Sempat terpikir untuk konsultasi ke ahli laktasi perihal rencana relaktasi. Tapi percuma, jika ingin melakukan relaktasi. Dari referensi yang saya baca dan tutorial relaktasi dari video, butuh waktu lama untuk terus bonding dengan Naqiya dan kesabaran yang tinggi hingga relaktasi berhasil. Hati nurani saya ingin melakukan relaktasi, tetapi bagaimana dengan tanggung jawab saya di kantor? Tidak mungkin saya libur teralalu lama. Walhasil, saya pun berusaha siap dengan resiko Naqiya tidak lagi menyusui karena memang ASI saya yang hanya tinggal setetes.
Meskipun demikian, saya tetap berusaha menyusuinya. Sampai hari itu tiba, 2 hari sebelum cuti saya berakhir, dan waktu itu saya hanya berdua dengan Naqiya di kamar. Ketika kami sedang asyik-asyiknya bermain boneka, Naqiya tiba-tiba haus dan meminta susu. Bukannya membuatkan susu, saya malah menyodorkan PD kepadanya. Subhanallah, Naqiya yang masih dengan wajah maulu-malunya ketika melihat PD dengan lahapnya menyusu. Lidahnya masih terasa geli ketika bersentuhan dengan putih dan areola, tapi ia berusaha agar tetap latch on. Caranya mengisap payudara seakan ia ingin menuntut jatahnya yang tertunda sebulan lebih. Sesekali ia tampak malu tapi langsung mengisap lagi. Saya benar-benar terharu sampai menitikkan air mata melihat aksi putri saya itu. Suami yang kemudian masuk ke kamar dan melihat apa yang terjadi pada saya dan Naqiya ikut terkejut. “Alhamdulillah,” serunya. Itu tandanya, saya tidak perlu lagi menyapih Naqiya.
Sampai sekarang, ketika usia putri saya sudah 18 bulan, ASI masih deras mengalir. Benar sekali atas apa yang diteliti oleh ahli laktasi bahwa semakin sering areola dirangsang dengan menyusui langsung, maka semakin banyak pula ASI yang diproduksi. Bahkan ketika ASI berkurang hingga tinggal setetes, ketika tubuh ibu dan bayi kembali menyatu, hormon bahagia (endorfin) dan hormon cinta (oksitosin) terbentuk, maka hipofisa akan terangsang untuk memproduksi hormon prolaktin sehingga ASI pun terbentuk.
Itulah sekelumit drama menyusui saya hingga usia anak saya 18 bulan. Semoga keinginan untuk menyusuinya 2 tahun penuh tercapai. Amiin. Semangat menyusui bunda 🙂
boemisayekti says
salut! 🙂
Liza Fathia says
terima kasih mbak
echaimutenan says
semangattt sampai 2 tahunnnn
tapi aku sebenarnya lebih prefer susu formula daripada harus cari asi donor. imho dari kacamataku sendiri seh..
Liza Fathia says
iya cha, suamiku juga wanti2 jangan pernah kasih asi orang untuk anak, karena kita enggak tahu bagaimana ke depan. beda kasusnya dengan zaman rasulullah
Wida says
Semangat terus ya mbak, putri saya sebaya dengan putrinya mbak liza, dramanya juga mirip pas usianya 5 bulan saya disuruh diklat, tapi alhamdulillah sih bisa dibawa.
Liza Fathia says
wah sebaya ya mbak wida. alhamdulillah kalo bisa bawa ya mbak, kalau aku nginapnya di barak militer gitu, jadi kasian kalau dibawa n ngontrak dekat2 situ.
witriprasetyoaji says
Naqiya seumuran Juna, tapi Juna sejak usia setahun udah nyapih sendiri
Waktu itu nenen dan digigit sampai nanahen, eh ggmau sendiri
aku juga working mom, dari kecil Juna minumnya ASI plus sufor,
Liza Fathia says
alhamdulillah Naqiya gigitnya ga kuat mbak, tapi semakin besar isapannya semakin kuat ya, kadang nyeri sendiri
witriprasetyoaji says
Tetep semangat ya, Mbak… nyapih itu rasanya enggak enak, aku dulu berasa nyesel banget, tapi anaknya emang enggak mau sendiri sih…
Liza Fathia says
iya mbak wit, insyaallah semangat. soalnya anakku juga semangat mimiknya
witriprasetyoaji says
Siiipppp.. keren… salam kenal buat Naqiya dari Arjuna 🙂
Liza Fathia says
Salam kenal kembali buat Juna
niee says
Aku pure ASI aja sampe umur 19 bulan anaknya. Perjuangannya wuiiihhh nangis nangis dah. Hahahaha.
Alhamdulillah walaupun setelah 19 bulan udah campur sufor dan cuma malem dikasih asi sampe umurnya 2 tahun lebih ini masih menyusui. Belum pede buat myapih soalnya ?
Liza Fathia says
semangat ASI mama niee
Nchie Hanie says
halao dokter cantiiik
eeaa baru berkunjung lagi niy 😀
semangaat menyusui, dulu aku menyusui olive sampe 3,5 tahuun, sediih rasanya menyapih, biarkanlah ampe malu sendiri hihihi
Liza Fathia says
What? Hebat banget teteh… aku sampai kapan ya? Sampai naqiya punya adk x ya teteh cantik?
cumilebay.com says
Hebat kamu kak …
Temen ku juga lagi menyusui, kalo di kantor sering mompa trus dimasukan ke botol bekas uc1000 trus dikasih label
Sri Wahyuni says
Wah, smangat trus kak Liza. Sri jg prnh gt, wktu usia si kecil 3 bln smpt gk mau nyusu dua hr, tp d pksa trus. Alhamdulillah ASI lncr ampe skrg. Krn ank msh kcil, sri jg jd agak mls cr krj lg. Blm mau jauh2 sm anak. Hehee
Aireni Biroe says
Dek Naqiya malu-malu mau, ya 😀
Liza Fathia says
Iya mbak airen
liannyhendrawati says
Wah senangnya, baby sudah 18 bulan tapi ASI masih deras. Aku nggak keluar ASI nya, si sulung cuma 7 bulan aja minum ASI, anak yg ke 2 dan ke 3 malah cuma sebulan aja. Minum ASI anak jadi lebih nggak gampang kena penyakit ya 🙂
Liza Fathia says
Alhamdulillah mbak lianny
Retno kusuma wardani says
Senang kalau bisa memberi asi penuh ya mbak… anak keduaku cuma 4 bulan dapat asi, karena aku sudah hamil lagi … antara senang dan sedih jadinya…..
Liza Fathia says
Iya mbak retno, salut banget sama ibu yang bisa menyusu 2 tahun full
Rotun DF says
Aku kemarin nyapih anak kedua drama banget Kak. Bukan karena anaknya rewel atau gimana, tapi ASIku masih deres banget. Jadi payudara bengkak, rembes ke baju. Sakitnya bukan main. Akhirnya ke dokter dan disarankan untuk menyusui lagi. Nyapihnya harus bertahap, nggak boleh langsung, hihi.
Liza Fathia says
Waah, kayaknya aku bakal gitu juga mbak
emir says
kadang stress bisa menghambat jumlah produksi ASI juga ya mbak ?
Liza Fathia says
bener banget
ririkusnadi says
Aku jadi haru bacanya mbak … kebayang anakku sendiri hihihi … alhamdulillah si dede sudah mau nyusu langsung lagi ya mbak. Anakku 19 bulan masih sangat suka menyusu tp produksi asiku menurun nih mbak … aku dah coba minum feenugreek dan penambah asi lainnya tp blm keluar sederas dulu …. mohon doanya yaaa
Naqiyyah Syam says
Aku juga punya drama saat menyusui, dari PD keras kayak batu, PD bengkak, hingga bayi mengigit hiiks, tetap semangat deh
Alsya Manengkey says
Waktu diklat, pompanya brapa kali sehari?
Anakku baru 3 bulan, tapi ASI ku makin hari makin sdikit.. dipompa sehari sekali cuman dpt 100cc.. pdhal awalnya sblum kerja, 100cc setiap 2 jam pumping.. hiikkzz
Liza Fathia says
Waktu diklat, pas shalat dhuhur sekali, shalat ashar sekali, shalat isya, ttrs jam 3 malam dan jam 7.30
Liza Fathia says
Aku nekat aja waktu itu mbak, ga masalah asinya tambah dikit karena memang ga diisap. Nanti pas pulang diklat kasih trs mbak, yang penting selalu diisap dan dipompa. Nanti banyak lagi
inoene says
mbak liza, Hebat pengalamannya, saya sampai ikut nangis bacanya mbak,pas naqiya ga mau nyusu lagi dan ditinggal 40 hari,gak kebayang perasaannya mbak saat itu, antara harus konsen diklat dgn teringat anak terus..T.T. oiya mbak, minta masukannya dong utk pompa ASI, sebulan lagi sy akan masuk kerja. antara merk Pigeon Manual dgn Medela Harmony manual light, mending yg mana ya menurut mbak?Terima Kasih atas balasannya 🙂
Liza Fathia says
terima kasih mbak 🙂 hehehe begitulah drama busui yangbekerja say. ohya saya belum pernah pakai madela, tapi pernah pakai pigeon. pigeon bagus mba, pompanya kencang, tapi agak sakit sih kRena tarikannya kuat dan bikin puting membesar. tapi hasilnya maksimal n bikin payudara benar2 kosong