Bully atau perundungan adalah masalah yang sangat memprihatinkan tapi sering kali kita diabaikan. Seperti pada tulisan saya sebelumnya tentang korban bully yang mengalami gangguan mental hingga akhirnya dirawat di RSJ. Begitulah kenyataan yang terjadi saat ini. Ironisnya, orang tua korban, guru, atau bahkan di pem-bully itu sendiri tidak tahu kalau yang sedang terjadi itu adalah perundungan. Pem-bully juga tidak pernah memikirkan dampak jangka panjang yang terjadi terhadap si korban. Sama seperti dampak bully yang dialami Moon Dong Eun yang diperankan oleh Song Hye Kyo dalam drama Korea The Glory.
Ketika membaca tema tantangan hari ke 4 Blogspedia Challenge yaitu Tayangan Inspiratif Terbaru (boleh drakor, boleh podcast, boleh kajian, boleh film) maka saya langsung memilih drakor The Glory sebagai inspirasi untuk tulisan saya. Meskipun session 1 drama ini sudah selesai tayang di bulan Februari 2023 lalu, tetapi saya baru menontonnya di bulan Maret 2023. Jadi, engga masalah dong jika saya memilih tayangan terbaru versi saya adalah drama bergenre thriller ini.
Ketika menonton episode awal drakor yang ngetren di Netflix itu, perasaan saya bercampur aduk. Adegan kekerasan yang ditayangkan berulang-ulang membuat saya berdecak geram. Betapa teganya para perundung itu melakukan kekerasan pada siswa di sekolah. Mereka memukul bahkan membakar lengan Moon Dong Eun dengan alat catok rambut yang panas. Uangnya diambil oleh pelaku perundungan tersebut.
Akibat bully yang dialami, Mood Dong Eun tampak sangat depresi dan putus asa sampai ingin mengakhiri hidupnya, tetapi kemudian ia sadar bahwa kematian tidak akan menyembuhkannya dari rasa sakit. Ia kemudian bangkit dan mencoba menghadapi para pelaku intimidasi itu.
Mirisnya lagi ketika ia melapor kepada pihak sekolah dan ingin pindah dari sekolah tersebut karena dibully, wakil kepala sekolah malah memintanya untuk bungkam. Alasannya untuk pindah sekolah karena dibully disuruh ganti. Namun, Dong Eun tidak mau dan wakil kepala sekolah malah memarahi dan memukulinya habis-habisan.
Karena Dong Eun tidak mau mengubah alasan kepindahannya, pihak sekolah secara diam-diam mengganti alasan kepindahannya karena gagal menyesuaikan diri.
Akhirnya Dong Eun memutuskan untuk balas dendam. Ia berjanji kepada pem-bully-nya bahwa suatu saat nanti ia akan kembali lagi.
Intinya serial Netflix ini menceritakan tentang seorang anak yang dibully pada masa kecilnya kemudian melancarkan aksi balas dendam kepada pelaku ketika ia dewasa. Bahkan, beberapa kejadian di dalam drama ini berdasarkan dari kisah nyata perundungan yang terjadi di Korea Selatan.
Tayangan the Glory ini memiliki pengaruh yang sangat besar. Drama ini menjadi serial yang paling banyak ditonton untuk tayangan bukan berbahasa Inggris. Bahkan drakor ini juga menjadi perbincangan publik sampai-sampai Ohm Pawat, salah satu aktor kenamaan Thailand mengaku telah melakukan tindakan bullying terhadap temannya pengidap spectrum autism. Dia lantas meminta maaf atas tindakannya di masa lalu.
Pelajaran yang didapat dari Drakor The Glory
Melansir dari Psychology Today, menurut Paul Youngbin, seorang psikolog, drama The Glory bagus untuk mempelajari tentang kesehatan mental, khususnya yang berkaitan dengan bullying.
Bullying dapat menimbulkan luka yang tidak dapat dihapus begitu saja
Kekerasan fisik yang dialami Mon Dong Eun saat ia remaja sangatlah mengerikan. Bekas luka di tubuhnya berulang kali ditampilkan. Tetapi bagi Dong Eun, luka emosional justru lebih menyakitkan dan bertahan sampai dewasa.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang menunjukkan bahwa anak-anak yang di-bully mengalami tekanan emosional yang dapat berlanjut hingga dewasa (McDougall & Vaillancourt, 2015).
Terkadang, Orang Dewasa Ikut Andil Menjadi Palaku Intimidasi
Adegan wakil kepala sekolah yang menyuruh Dong Eun bungkam dan melakukan kekerasan terhadapnya sungguh sangat menyebalkan. Seorang guru yang seharusnya menjadi tempat siswa melapor kasus bully yang dialami malah menutup mata terhadap intimidasi meskipun mengetahuinya.
Ternyata perilaku wakil kepala sekolah di The Glory sesuai dengan penelitian yang menunjukkan bahwa guru ikut andil dari perilaku intimidasi, seperti pelecehan verbal terhadap siswa (Brendgen et al., 2006).
Status sosial atau kekuasaan menjadi penyebab terjadinya bully
The Glory dengan jelas menunjukkan bahwa faktor utama penyebab terjadinya bullying adalah perbedaan status—dalam hal ini status sosial ekonomi—antara pelaku dan korban. Penggambaran ini sesuai dengan teori dan bukti saat ini terkait mengapa beberapa anak mungkin terlibat dalam perilaku intimidasi (Rodkin et al., 2015)
Seharusnya seorang guru memberikan respon yang baik ketika ada siswa yang di bully
Mungkin itulah inti dari drakor the Glory. Setiap seri dari drama ini menunjukkan Mon Dong Eun harus menghadapi intimidasi dari teman sekolahnya seorang diri. Tidak ada guru yang membela Dong Eun, malah ketika ada seorang perawat di UKS yang menunjukkan rasa prihatinnya pada Dong Eun, ia malah dipecat dari sekolah itu.
Balas Dendam bukanlah solusi
Writer-nim drakor The Glory membuat karakter utama terlibat dalam perilaku agresif dan kekerasan yang ditujukan kepada pelaku bully—dan dengan mahir memanipulasi emosi penonton untuk memihak sang tokoh utama.D Drama ini mungkin ingin menunjukkan bahwa semua korban bully akan menjadi agresif dan bahkan melakukan tindak kekerasan karena pengalaman buruk yang mereka alami.
Padahal menyimpan dendam dapat memengaruhi kondisi kesehatan mental. Rasa dendam dan amarah yang tersimpan akan membuat kita lebih mudah marah dan kesal. Hal tersebut juga menempatkan kita pada lingkaran kebencian, rasa putus asa dan berbagai macam emosi negatif lain.
Referensi
1. Paul Youngbin Kim, The Glory”: Why It’s Good, and How It Falls Short, https://www.psychologytoday.com/intl/blog/culture-religion-and-psychology/202303/netflixs-the-glory-why-its-good-and-how-it-falls-short
2. McDougall, P., & Vaillancourt, T. (2015). Long-term adult outcomes of peer victimization in childhood and adolescence: Pathways to adjustment and maladjustment. American Psychologist, 70(4), 300–310. https://doi.org/10.1037/a0039174
3. Rodkin, P. C., Espelage, D. L., & Hanish, L. D. (2015). A relational framework for understanding bullying: Developmental antecedents and outcomes. American Psychologist, 70(4), 311–321. https://doi.org/10.1037/a0038658
4. Brendgen, M., Wanner, B., & Vitaro, F. (2006). Verbal abuse by the teacher and child adjustment from kindergarten through grade 6. Pediatrics, 117(5), 1585-1598. https://doi.org/10.1542/peds.2005-2050
Leave a Reply