Sebagai orang Aceh atau pernah menetap di Bumi Serambi Mekah, tentu tidak asing lagi dengan Kota Bireuen. Kabupaten yang terletak 164 km dari ibu kota Provinsi Aceh ini memiliki keunikan tersendiri. Mulai dari letaknya yang sangat strategis yaitu tepat di tengah-tengah jalur lalu lintas darat yang menghubungkan bagian timur, tengah, dan barat Aceh, menjadikan kawasan pemekaran dari Aceh Utara tersebut cepat berkembang. Selain itu, di kabupaten yang namanya berasal dari Bahasa Arab, birrun, yang berarti kebajikan itu juga banyak kita jumpai pesantren atau dayah modern dan tradisional yang santrinya berasal dari seluruh Aceh dan juga luar Aceh sehingga tidak salah jika kawasan ini juga disebut sebagai kota santri.
Pada masa penjajahan melawan Belanda, kabupaten yang dinahkodai oleh Ruslan M. Daud itu juga mengambil andil sebagai pusat latihan militer terbesar di Aceh. Ditambah lagi dengan kehadiran Radio Rimba Raya pada saat perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Radio ini mampu mengabarkan pada dunia melalui siaran lima bahasanya bahwa informasi yang disampaikan Belanda tentang takluknya Indonesia ke tangan mereka pada masa agresi militer hanyalah propaganda belaka. Rakyat masih terus berjuang untuk melawan penjajahan di bumi Indonesia.
Akan tetapi, tahukah teman kalau pada masa sengit Agresi Militer II Belanda, Bung Karno pernah hijrah ke Bireuen dan menjadikan kabupaten yang mendapat julukan Kota Juang ini sebagai ibu kota negara selama satu minggu?
Seminggu Menjadi Ibu Kota NKRI
Sebagai pendatang, kurang afdhal rasanya jika saya hanya menetap di suatu daerah tanpa mengetahui seluk-beluk daerah itu. Begitulah yang saya alami ketika mendapat tugas menjadi dokter di kabupaten yang akan merayakan hari jadinya yang ke 15 pada 12 Oktober 2014 nanti. Lebih-lebih ketika saya tahu bahwa Bireuen pernah menjadi ibu kota Indonesia ketiga dan Meuligoe Bireuen yang merupakan pendapa bupati serta terletak tidak jauh dari RSU dr. Fauziah, rumah sakit tempat saya bertugas, adalah rumah tempat persinggahan Soekarno selama berada di sana. Berbekal mesin pencari di internet dan tanya jawab dengan teman-teman yang merupakan warga asli birrun, saya pun mencoba menelusuri sejarah dijadikannya kota yang terkenal dengan keripik pisang yang gurih sebagai ibu kota RI. Ya, informasi yang tidak pernah saya dapatkan ketika belajar sejarah kemerdekaan Indonesia saat di bangku sekolah dulu.
***
Hari itu (25/09/1945), Belanda yang tidak mengakui kemerdekaan Indonesia melancarkan serangan yang dikenal dengan Agresi Militer I. Pasukan kompeni bersama sekutu mendarat di Jakarta dan menyerang pertahanan negara kita sehingga menewaskan 8.000 rakyat tak berdosa. Jakarta yang merupakan ibu kota negara menjadi sangat tidak kondusif, bahkan nyawa Sutan Sjahrir, yang menjabat sebagai Perdana Menteri sempat terancam.
Dalam kondisi darurat tersebut, Raja Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono IX mengirim kurir ke Jakarta dan menawarkan kepada Soekarno-Hatta untuk memindahkan ibukota negara ke wilayahnya. Presiden dan Wakil Presiden pertama RI itu pun setuju. Selain karena letak Yogyakarta yang dibentengi pegunungan, armada perang RI paling kuat juga berada di Kota Gudeg ini. Ditambah lagi Yogya juga memiliki pangkalan udara Maguwo (kini dikenal dengan Bandara Adisutjipto) dan juga media komunikasi seperti surat kabar dan radio. Maka, pada 4 Januari 1946 Ibu Kota Republik Indonesia pun berpindah ke Yogyakarta.
Namun, tahun 1948 Belanda pun melancarkan Agresi Militer II ke Yogyakarta. Dalam tempo yang singkat, Yogya berhasil dikuasai para penjajah. Bung Karno yang sedang mengendalikan pemerintahan di sana harus berpikir keras untuk menyelamatkan bangsa ini dan ia pun memilih untuk mengasingkan diri ke Aceh, tepatnya Bireuen.
Pemilihan Bireuen sebagai tempat pengasingan Soekarno, bukan hanya karena daerah ini termasuk paling aman, tetapi juga karena Bireuen merupakan pusat kemiliteran Aceh. Letaknya pun sangat strategis dalam mengatur strategi militer untuk memblokade serangan Belanda di Medan Area yang telah menguasai Sumatera Timur.
Dengan menumpangi pesawat Dakota, Soekarno pun hijrah ke Bireuen. Tahukah siapa yang menjadi pilot pesawat itu? Dia adalah Teuku Iskandar, yang tidak lain adalah putra Aceh sendiri. Soekarno dan rombongan mendarat mulus di lapangan udara Cot Gapu pada 16 Juni 1948. Daud Beureu’eh, Gubernur Militer Aceh pada saat itu, menyambut langsung kedatangan mereka. Selain beliau, ada juga Panglima Divisi X, Kolonel Hussein Joesoef, para perwira militer Divisi X, alim ulama dan para tokoh masyarakat. Tidak ketinggalan pula anak-anak Sekolah Rakyat (SR) yang juga ikut menyambut kedatangan presiden sekaligus PanglimaTertinggi Militer itu.
Malam harinya, leising (rapat umum) akbar pun digelar di lapangan Cot Gapu. Dengan gaya khasnya yang berapi-api, Soekarno menyampaikan pidato tentang Agresi Militer yang dilakukan oleh Belanda di hadapan rakyat Bireuen. Setiap kata yang keluar dari mulutnya mampu membakar semangat juang masyarakat yang berbondong-bondong memadati lapangan tersebut. Mereka sangat senang dan bangga bisa bertatap muka serta mendengar langsung pidato sang Proklamator.
Meuligoe, Tempat Soekarno Menjalankan Roda Pemerintahan
Selama setahun bertugas di Bireuen, setiap kali melewati Jalan Mayjen (Purn) T. Hamzah Bendahara, mata ini tidak pernah lepas dari bangunan kuno berarsitektur Belanda yang terletak tepat di sudut jalan. Halamannya dipenuhi dengan pepohonan besar dan bunga yang bermekaran. Adem rasanya saat berada di dalam sana terlebih ketika cuaca Bireuen begitu panas menyengat.
Lekat-lekat saya ia saya pandangi. Mulai dari nama yang disematkan padanya sampai jendela besar yang menghiasi setiap sudut ruangannya. Ya, rumah berwarna putih itu adalah meuligoe atau kediaman Bupati Kabupaten Bireuen.
Melihat meuligoe, saya seakan merasakan Bung Karno sedang melepas lelah di salah satu kamar setelah membakar semangat rakyat Aceh dengan pidatonya yang menggebu-gebu. Ya, seminggu lamanya Soekarno beristirahat dan menjalankan roda pemerintahan di rumah yang saat itu merupakan kediamanan Kolonel Hussein Joesoef. Walau hanya seminggu, peristiwa ini menjadi bukti sejarah bahwa Bireuen pernah menjadi ibu kota ketiga negara ini.
Soekarno di depan Meuligoe/Pendopo Bireuen yang saat itu merupakan kediaman Kol. Hussein Joesoef. (sumber foto : di sini)Jangan Lupakan Sejarah!
Saya selalu mengingat ucapan Bung Karno ini. Sebagai warga negara yang baik, kita tidak boleh melupakan sejarah. Kalau perlu, sejarah yang lenyap ditelan waktu kembali kita hidupkan. Sejarah Bireuen yang pernah menjadi ibu kota RI yang ketiga kembali kita gaungkan.
Mungkin di buku-buku sejarah, kita tidak pernah menemukan catatan yang menjelaskan bahwa Presiden Soekarno pernah menjalankan roda pemerintahan selama seminggu di negeri keripik pisang ini. Namun, lewat media sosial seperti blog, kita dapat membuktikan pada dunia bahwa Bireuen adalah ibu kota ketiga RI setelah sempat dipindahkan ke Yogyakarta dan sebelum Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) didirikan di Bukittinggi oleh Mr. Sjafruddin Prawiranegara. Semakin banyak kita menulis tentang Bireuen, maka semakin banyak pula informasi yang lahir. Sejarah yang dulunya dilupakan akan kembali teringiang diingatan.[] Liza Fathia
Referensi Tulisan:
1. Pendopo Bireuen; cerita kamar Soekarno dan studio Radio Rimba Raya | Atjehpost.com
2.Mengenang Bireuen sebagai Ibu Kota Republik Indonesia | Atjehcyber.net
3. Mengutip Jejak Sejarah Aceh | http://pdia.acehprov.go.id/berita/mengutip-jejak-sejarah-aceh/
4. Bireuen Saat Menjadi Ibu Kota Republik Indonesia |
http://acehpedia.org/Bireuen_Saat_Menjadi_Ibukota_Republik_Indonesia
5. Bireuen, Ibu Kota Ketiga Republik Indonesia | Ruslan Yusuf, http://sejarah.kompasiana.com/2014/04/12/bireuen-ibukota-ketiga-republik-indonesia-1948-646567.html
Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba Menulis Bireuen
Azhar Ilyas says
Meskipun pernah beberapa kali mendengar Bireuen pernah sebagai ibukota, namun baru kali ini mendapat uraian tentang pendapa. Semestinya diceritakan kembali untuk mengingatkan betapa nasionalisnya orang Aceh hingga saat ini.
Liza Fathia says
kan udah ditulis bang azhar 🙂 nanti ya kalau liza ke bireuen lagi, liza tulis dengan lengkap tentang pendopo bupati, kemarin itu lihatnya cuma sekilas sih, ngga sampe ke sudut2nya
Hidayatullah RA says
Wah… rupanya Aceh punya sejarah besar yang selama ini tersembunyi. Selama 12 tahun wajib belajar, saya tidak pernah membaca kalau Bireuen pernah dijadikan Ibukota RI. Tulisannya menarik, membacanya bertambah wawasan. Semoga sukses kak Liza…:)
Liza Fathia says
Terimakasih hidayat
HM Zwan says
wah,saya baru tahu Bireuen…:)
salam kenal mak 🙂
Liza Fathia says
Iya maak..bireuen. Salam kenal kembali 🙂
Pakde Cholik says
Terus terang saya juga baru tahu jika Bireuen pernah menjadi ibukota RI. Selama ini yang saya tahu hanya Yogyakarta dan Buktitinggi.
Terima kasih pencerahannya Jeng.
Salam hangat dari Surabaya
Makmur Dimila says
Pendokumentasian sejarah yang bagus ini. Semoga menang ya Kak Liza. 😀
syawal says
postingan yang bagus, 🙂
haba get , lon ken awak bireun tapi aceh sit 😀
Adiar25 says
ngawur ah….
pada agresi militer belanda II sukarno ditangkap belanda karena menolak untuk melarikan diri, dan menyerahkan pemerintahan sama mentrinya yang lagi di bukit tinggi, lalu ibukota darurat tsb berada di bukittinggi sumatra barat…..
mus says
sangat menarik artikelnya. salah kenal mbak
susilawati says
Artikelnya menarik…
Slm kenal…. 🙂
Lusi says
Aku belum pernah ke Aceh 😀
rifqa sa says
ingin tahu lebih jelas lagi ???silahkan ke bireuen, masih banyak sejarah bireuen yang menarik mulai dari kerajaan tun sri lanang di negeri para santri (samalanga) kerajaan jeumpa (blang blahdeh) hingga kisah malem diwa (peusangan)…
“GEMILANG DATANG PADAMU BILA TEKAT KUKUH BERPADU”
_kolonel husein yusuf_
iwanbahagia says
Keren, cuma Rimba Raya nya gak diulas. hahaha. salam iwan Takengon.
Liza Fathia says
Iya, karena fokusnya memang di sejarah bireun saja
konveksi seragam jaket kaos says
postinganya sangat menginspirasi, thanks
Emilza Putra says
Bismillaah… Assalamu’alaykum,
Saya cucu dari Kolonel Husein Yusuf, berterima kasih kepada anda yang telah mengangkat kembali sejarah Bireun sebagai “Ibu Kota RI III” dan Jasa Radio Rimba Raya yg Kakek saya dirikan untuk NKRI dan Kediaman Kolonel Husein Yusuf (PENDOPO).
Dan bukti sejarah KOTA JUANG BIREUN/KOLONEL HUSEIN YUSUF beserta Istri HJ. UMMI SALLAMAH ada pada saya.
Wassalam..