Sudah lama saya mengetahui jembatan yang menjadi ikon provinsi yang terkenal dengan sejarah kebudayaannya. Jembatan besar dengan tiang berwarna merah dan semakin indah ketika siang berganti malam. Kerlap-kerlip Lampu aneka warna yang menghiasinya menjadi magnet yang mampu menarik perhatian setiap pengunjung. Begitu pun dengan aliran sungai yang mengalir di bawahnya. Sejak duduk di bangku sekolah dasar saya telah menghafal namanya dan hampir setiap mengikuti cerdas cermat nama sungai yang berkelok-kelok itu ditanyakan. Karena ukurannya yang maha panjang, tidak heran jika ia selalu membekas diingatan.
Ya, jembatan dan sungai itu tidak lain adalah Jembatan Ampera dan Sungai Musi. Warga Sumatera Selatan pasti bangga memiliki duo ikon yang sangat fenomenal ini. Apalagi Ampera pernah mendapatkan predikat sebagai jembatan terpanjang di Asia Tenggara dan Musi merupakan sungai terpanjang di Pulau Sumatera.
Jembatan Ampera yang konon merupakan kependekan dari Amanat Penderitaan Rakyat (Ampera) ini telah dibangun pada masa Soekarno memimpin Indonesia, tepatnya pada bulan April 1962. Dana pembangunannya diambil dari harta rampasan perang Jepang. Sebagai rasa terima kasih kepada Bung Karno yang telah memperjuangkan pembangunan jembatan ini, maka jembatan itu dinamakan Jembatan Bung Karno. Namun, pada tahun 1966, terjadi pergulatan politik yang berujung pada lengsernya Bapak Proklamasi sehingga nama jembatan nan panjang itu pun berubah menjadi Jembatan Ampera.
Hadirnya jembatan tersebut membawa berkah bagi masyarakat Palembang. Seberang Hulu dan Hilir dulunya terpisah oleh aliran Sungai Musi dan hanya bisa ditempuh lewat perjalanan air. Kini, dengan adanya jembatan, masyarakat pun bisa dengan mudah berlalu-lalang dari hulu ke hilir.
Sungai Musi yang Panjang
Ketika pesawat yang membawa saya dari Bandara Kuala Namu Medan hampir mendarat di Bandara Sultan Mahmud Badaruddin 2 Palembang, aliran sungai Musi terlihat jelas. Liukan air yang berwarna kuning keemasan terbentang luas dan panjang. Maklum, seperti yang kemukakan di atas, Musi adalah sungai terpanjang di Pulau Sumatera. Sungai Musi tidak bisa dipisahkan dari Jembatan Ampera dan Sumatera Selatan. Panjangnya saja mencapai 750 Km dengan lebar 500 Meter.
Dari udara saya juga dapat melihat aliran Musi yang bercabang-cabang. Seperti yang diceritakan Mita, teman saya yang merupakan penduduk asli Sumatera Selatan, sungai Musi memiliki delapan anak sungai besar yaitu, Sungai Komering, Sungai Leko, Sungai Rawas, Sungai Lakitan, Sungai Kelingi, Sungai Lematang, Sungai Semangus, dan Sungai Ogan.
Bertemu Ampera dan Musi
Kedatangan saya ke Bumi Sriwijaya sebenarnya bukan untuk jalan-jalan, tetapi ada pelatihan yang harus saya ikuti. Setelah tiba di Asrama Haji, tempat saya dan peserta lain menginap serta melaksanakan serangkaian acara, saya dan teman-teman langsung menghubungi taksi yang akan mengantarkan kami ke Jembatan Ampera. Pukul sepuluh pagi saya dan rombongan telah tiba ke Palembang dan pembukaan acara baru dilaksanakan malam harinya. Itu artinya kami memiliki waktu seharian untuk bertemu dan melihat langsung Ampera dan Musi.
Jarak Bandara ke Asrama Haji hanya sepuluh menit perjalanan menggunakan taksi, sedankan jarak dari Asrama Haji ke Jembatan Ampera yang juga merupakan pusat kota memakan waktu 40 menit dengan ongkos 70 ribu rupiah.
Sambil menikmati hidangan makan siang di river side, saya langsung bisa melihat sungai Musi dan riak kecilnya. Begitu juga dengan jembatan Ampera, terbentang jelas di depan mata. Di pinggir sungai terlihat parkiran boat yang sedang menunggu penumpang dan pasar-pasar apung. Tak hanya itu, di bantaran sungai Musi juga tampak perumahan terapung atau yang mereka sebut dengan rumah sakit.
“Jembatan Ampera itu lebih indah kalau dilihat waktu malam,” begitu ungkap Mita.
Benar saja, ketika saya datang ke sana malam hari, lampu warna-warni telah menghiasi jembatan. Warnanya yang terang memancar ke arah samping dan menjulang tinggi ke angkasa. Jembatan Ampera terlihat begitu indah dan megah di malam hari.
Sayangnya, kedatangan saya bukan pada waktu festival air Sungai Musi diselenggarakan. Padahal, menurut Mita, saat festival berlangsung, di bawah jembatan Ampera atau tepatnya di Sungai Musi, saya bisa melihat perlombaan perahu, lomba menghias perahu, dan perlombaan menyebrangi sungai. Wah, jadi penasaran dengan festival tersebut. Semoga di lain waktu saya bisa bertandang lagu ke Bumi Sriwijaya ini. Amiin.[] Liza Fathia
mita says
Duh….. cerita masjid cheng hoo nya mana?
Liza Fathia says
Sudah kaan 🙂
Gusti Indah Primadona says
jadi pengen pulang 😀
aulawi ahmad says
nah ke palembang gak bilang2 hehe, masih disinikah?
Liza Fathia says
Awii… Duh, liza lupa klo awi di palembang. Maafkan diriku wi
Wisata Batu Malang says
Selain punya sejarah yg penting, ternyata jembatan ini cantik juga ya.. sepertinya harus nuggu vestifalnya nih baru kesana. oh ya, waktu festivalnya kapan ya mbak?
Liza Fathia says
Sekitar november kalo ga salah. Nanti coba saya konfirmasi lagi yaa
Lidya says
Subhanallah bisa lihat sungai musi dari udara, terlihat bagus ya mbak
Liza Fathia says
Iya mak, bagus banget dari udara
Liza Fathia says
Terimakasih maak
Arie Okta says
duh, baca cerita ini jadi ingat cerita aku ke Palembang, kata orang kalo nggak foto di Ampera berarti belum ke Palembang, jadi dengan tekad yg kuat aku berhasil foto di Ampera.hehehe
salam kenal kak Liza
Daffa Putra Ramadhani says
kota kelahiran aku nih 😀
Salam Kenal kak