Harga BBM (bahan bakar minyak) kembali naik! Begitulah yang dituliskan pada setiap headline surat kabar, diberitakan di setiap media massa, diperbincangkan setiap orang, dikecam oleh berbagai lapisan termasuk di dalamnya mahasiswa, dan diresahkan oleh sebagian besar rakyat Indonesia dalam beberapa hari ini.
Kenaikan BBM kembali menjadi polemik yang menarik untuk didiskusikan. Setelah pada awal Maret dan Oktober 2005 pemerintah menaikkan bahan bakar ini, sekarang kembali kebijakan serupa akan dilaksanakan, yakni menaikkan BBM sebesar 30% per 24 Mei 2008 karena harga minyak dunia yang melonjak tinggi.
Tidak dipungkiri bahwa undang-undang yang mengatur tentang kenaikkan harga BBM ada di tangan pemerintah. Maka ketika negara sedang mengalami kesulitan seperti saat ini, alternatif yang paling mudah untuk yang dilakukan para pemimpin bangsa untuk mengatasinya adalah dengan menaikkan harga BBM. Para anggota DPR, yang merupakan wakil rakyat, mestinya menentang kebijakan ini. Memang secara formal, DPR tidak bisa menerima atau menolak, karena ini mutlak kebijakan pemerintah. Namun, sebagai orang yang diamanahkan rakyat Indonesia, anggota dewan harusnya mampu melobi pemerintah agar hal ini tidak terjadi.
Lihatlah bagaimana nasib rakyat Indonesia pasca kenaikan harga BBM 2005 silam. BBM yang dijanjikan naik sebesar 30 persen, ternyata naik 128 persen Penduduk miskin semakin bertambah karena tidak mampu memenuhi kebutuhannya sehari-hari. Subsidi yang diberikan hanya sedikit mengurangi kekhawatiran dan banyak tidak tepat sasaran. Minyak tanah yang mahal mengakibatkan harga sambako juga melonjak. Ongkos kendaraan umum semakin tinggi. Semua menjadi serba mahal. Lantas, mengapa kita harus membayar mahal untuk hidup di tanah air kita sendiri ?
Sekarang, kebijakan serupa akan dikeluarkan kembali oleh pemerintah dengan menaikkan harga BBM sebesar 30 persen. Namun, saya yakin kejadian tiga tahun yang lalu akan berulang kembali. Mau jadi sebanyak apa penduduk miskin di Indonesia ini ? Berapa banyak usaha-usaha kecil yang terpaksa gulung tikar karena biaya produksinya tidak sesuai dengan ukuran kantong yang pada akhirnya menghasilkan pengangguran ? Seberapa drastis harga sembako dan minyak yang akan melonjak ? Ongkos angkutan umum yang gila-gilaan?
Mari kita beranalogi, misalnya ongkos angkutan umum sekarang adalah Rp.3000. Seandainya harga BBM dinaikkan 30 persen, maka ongkosnya menjadi Rp.3900. Tetapi, apakah semua yang kita perkirakan ini akan berlaku di lapangan ? Sama sekali tidak ! Bisa jadi ongkos tersebut naik dua kali atau bahkan tiga kali lipat. Karena seiring melonjaknya harga BBM, maka berbagai keperluan sehari-hari lainnya juga akan naik.
Memang, dampak dari kenaikan minyak dunia ini tidak hanya dirasakan Indonesia, tetapi juga negara-negara lain. Mereka juga telah mengambil kebijakan dengan menaikkan harga BBM. Namun, apakah sama kondisi rakyat Indonesia dengan rakyat negara-negara tersebut ?
Negara Indonesia adalah negara yang kaya raya. Di bumi kita terkandung sumber daya alam yang jumlahnya melimpah. Tetapi mengapa harga BBM terus saja menyengsarakan rakyat ? Bukankah bumi, tanah dan air di negeri ini digunakan sepenuhnya untuk kemakmuran rakyat. Begitu juga dengan sektor pendapatan BBM yang jelas-jelas berasal dari bumi Indonesia, mestinya digunakan sepenuhnya untuk memakmurkan rakyat, bukan sebaliknya.
Mari kita melihat kembali rencana – rencana pemerintah dalam mengantisipasi kenaikan harga BBM seperti yang dituliskan Imam Sugema (Kompas, 12 Mei 2008). Selama tiga tahun belakangan pemerintah menghimbau untuk menghemat energi, tapi itu hanyalah imbauan kosong yang tidak pernah terealisasi. Produksi minyak bukannya naik, malahan turun menjadi hanya 927.000 barrel per hari. Keinginan untuk mengkonversi ke batu bara gagal total. Begitu pula dengan konversi ke gas juga tidak berjalan mulus. Pembangunan pembangkit listrik tersendat oleh perebutan kue. Program energi alternatif seperti biofuel, angin, dan ombak telah lenyap bersama gulungan angin. Padahal, jika salah satu rencana itu bisa direalisasikan tentunya konsumsi terhadap BBM akan menurun, volume BBM yang disubsidi juga berkurang sehingga negara tidak membuat rakyat tidak kelabakan seperti sekarang.
Sama seperti tiga tahun yang lalu, pemerintah juga berencana akan memberikan kompensasi bantuan langsung tunai (BLT) kepada masyarakat miskin. Namun, seperti yang dituliskan Imam, data base yang digunakan masih data base tahun 2005. Apakah pemerintah yakin kalau semua penduduk miskin pada tahun 2005 itu tetap miskin pada tahun 2008? Tidak adakah di antara mereka yang kehidupannya menjadi baik, meninggal dunia, atau jumlah penduduk miskin semakin bertambah ? Apakah pemerintah dapat bahwa memastikan setiap penduduk miskin akan memperoleh BLT tersebut? Dan pertanyaan terakhir, cukupkah BLT itu untuk memenuhi hajat hidup rakyat seluruhnya ?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut memang telah mengganjal dipikiran penulis selama ini, telebih lagi ketika desas-desus kenaikan BBM semakin banyak dibicarakan. Bantuan langsung tunai (BLT) tesebut menurut penulis hanyalah bantuan ganti rugi yang sama sekali tidak sesuai dengan kerugian yang pemerintah berikan untuk rakyat. Rakyat kecil tidak pernah menerima keuntungan menjadi warga negara ini. Semua bantuan yang diberikan hanyalah ganti rugi.
Pada akhirnya, pemerintah seharusnya tidak menyalahkan masyarakat yang memilih alternatif lain untuk dijadikan pengganti minyak tanah seperti kayu bakar. Karena ganti rugi yang diberikan tidak sesuai dengan kerugian yang dialami. Mungkin sedikit menyinggung PP No.2 2008 tentang kebijakan pemrintah yang mengizinkan perusahaan pertambangan untuk melakukan pertambangan di kawasan hutan lindung yang harga sewa permeternya lebih murah dari sepotong pisang goreng. Secara kasarnya, mestinya pemerintah juga tidak melarang rakyat yang juga ikut menggerogoti hutan Indonesia, karena toh hutan itu milik negara dan berhak dipergunakan sepenuhnya untuk kemakmuran rakyat. Dengan keadaan sekarang saja rakyat belum makmur,diperparah lagi dengan kenaikan BBM. Jadi, wajarkan kalau mereka mencari lain kemakmuran di bumi mereka sendiri?
Kesimpulannya, rakyat kecillah yang menjadi korban dari segala kebijakan pemerintah. Penulis sangat tidak setuju dengan pernyataan salah satu pemimpin partai besar di negara ini yang menyatakan kalau rakyat miskinlah yang paling diuntungkan dengan kenaikan harga BBM ini, karena subsidinya semakin besar. Mana buktinya ?
Sebagai mahasiswa-generasi penerus bangsa ini-penulis sangat mengharapkan pemerintah mengkaji ulang kembali kebijakannya untuk menaikkan harga BBM. Kasihanilah rakyat kecil yang selalu menjadi korban. Keluarkanlah kebijakan yang membuat kami bangga menjadi warga Indonesia. Begitu juga dengan para anggota dewan, kalian adalah wakil rakyat. Segala amanah kami titipkan dipundakmu. Meskipun undang-undang mengenai kenaikan BBM ini adalah kebijakan pemerintah, janganlah kalian semua tinggal diam dalam menyikapi semua ini. Memang, pemilu 2009 semakin dekat. Tetapi, kalian masih memegang amanah kami selama beberapa bulan ke depan. Jangan jadikan kami menyesal telah memilihmu sebagai wakil kami.
Salam Mahasiwa!!
Leave a Reply