Naqiya kecil kami yang beberapa hari lagi genap berusia 8 bulan makin lucu-lucunya. Tapi karena setiap hari harus bekerja, saya terpaksa mencari seorang asisten rumah tangga (ART), yang tugas utamanya adalah menjaga Naqiya. Selama pindah ke Aceh Barat Daya dan tinggal berdua dengan putri saya (suami masih sekolah di negeri orang), sudah empat orang pengasuh sang buah hati. Setelah yang pertama minta pulang karena ingat kampung dan jarak kampungnya dari Abdya sangat jauh, yang kedua hanya bertahan sebentar dan harus pulang karena ibunya sakit, dan yang ketiga adalah ART tetangga yang bersedia menjaga Naqiya paruh waktu. Akhirnya saya mencari orang yang jagain Naqiya dengan syarat “dekat” dengan tempat tinggal kami.
Bukan perkara mudah mencari ART, sampai-sampai kepada setiap orang yang saya temui saya sampaikan kalau saya sedang mencari seorang ART untuk menjaga Naqiya. Di tempat tinggal baru saya ini, sangat sedikit yang mau bekerja di rumah orang, kalau pun ada, sistemnya pergi pagi pulang sore. Sedangkan saya juga butuh teman pada malam hari. Selama ini, mamak terpaksa pulang-pergi Tangse-Abdya untuk menemani saya. Alhamdulillah setelah beberapa bulan mencari, saya diperkenalkan oleh ibu penjual lontong langganan dengan Rita, yang ternyata rumahnya ternyata sangat dekat.
Nah, ART yang baru ini masih muda, maksudnya masih lebih muda dari saya, orang kampung yang lugu, dan lulusan SMA. Meski awalnya sering salah komunikasi dengan saya karena meski sama-sama berbahasa Aceh, ada beberapa istilah yang maksudnya berbeda. Maklum, lain lubuk lain ikannya. Misalnya kemarin ketika saya memintanya untuk menumis ikan tongkol yang saya beli, ikan tongkol itu malah digorengnya semua. Setelah konfirmasi ke kawan kantor yang asli dari Abdya, saya baru tahu kalau dalam bahasa setempat, tumis itu berarti ikannya digoreng dulu, dan kemudian baru dicampur dengan dengan bawang, cabe, dan tomat. Sedangkan tumis yang saya maksud adalah menumis ikan tersebut dengan campuran cabe, bawang, asam sunti, dan kunyit.
Kejadian lucu lain saat aliran listrik mati, yang berakibat dengan matinya lampu di rumah kami. Meski punya lampu portable yang bisa diisi ulang, tapi setelah dihidupkan ternyata si lampu juga tak kunjung menyala, ternyata si lampu ini belum sempat saya cas ulang. Nah, dengan modal senter yang ada di hape, si ART ini mondar mandir di dapur sambil bertanya, “Kak, canteknya dimana?” Jujur, saya sangat bingung, mati lampu kenapa cari cantik? Untung yang tanya juga cewek, coba kalau suami yang tanya cantik saat mati lampu, bisa berkicau parah saya. Dan karena tidak tahu dengan maksudnya, saya hanya menjawab “tidak tahu”. Beberapa saat kemudian, sepertinya ia menemukan korek dan langung menyalakan lilin yang ada di tangannya. Diskusi kami kemudian berganti dengan perkara listrik yang rajin sekali mati di Abdya.
Besoknya, setelah tiba di kantor, saya kembali berkonsultasi kepada kawan sekantor tentang si cantek yang dicari ART semalam, dan ternyata oh ternyata, cantek dalam bahasa lokal adalah korek.
Kejadian lain adalah kemarin sore, sambil mengerjakan tugas di kantor, tiba-tiba saya dapat pesan di Telegram dari suami, begini isinya “Dinda, harap segera pulang, si Rita udah habis semua hikayat tidurin naqiya, mulai doda idi, hingga lagu Indonesia Raya”.
Pulang ke rumah, langsung saja saya tanya apa maksud pesan tadi. Kata suami saya, saat ayunin Naqiya tadi, Rita sepertinya sudah kehabisan akal untuk menyanyikan lagu yang baru, karena setelah setengah jam lebih diayun, Naqiya kecil belum juga tertidur. Sambil bekerja di dalam kamar, suami mendengar kalau Rita awalnya mendendangkan lagu Do da idi, yang memang lagu nina bobo khas Aceh, plus lagu-lagu lain yang diketahuinya. Tapi suami saya kaget dan ketawa ketika Rita menyanyikan lagu Indonesia Raya. “Mungkin stok lagunya sudah habis, ya” komentar suami.
Ah, ada-ada saja ART saya ini.
Situnis says
Ibuk ini apa kabarnya sekarang ya??
Liza Fathia says
Lagi hamil, besok mau singgah ke rumahnya aah
Ahmad says
kreatif ya asisten rumah tangganya