Bagaimana dengan blogger yang suka pamer prestasi blogging-nya? Saya rasa perilaku ini tidak terlalu berhubungan dengan istilah FoMO. Selama si blogger masih bisa sadar dengan apa yang ia lakukan, tidak mengganggu kerjaan utamanya yang lain, tidak terganggu fungsi sosialnya, serta semua yang dia tulis di media masih terkontrol, tidak lebay, tidak melawan norma-norma sosial, dan tidak cemas jika tidak sempat mengupload ke media sosial, ya belum tentu bisa dikatakan menderita FoMO, apalagi sampai dianggap gangguan jiwa.
FoMO? Istilah ini baru hari ini saya baca pada sebuah ulasan ringan milik Kang Arul di blog dosengalau.com. Link blog tersebut dibagikan oleh teman saya pada group Whatsapp yang kami ikuti. Yang menarik dari tulisan itu adalah judulnya yang ada embel-embel blogger, secara saya kan blogger. “FoMO, Penyakit Blogger yang Berbahaya,” begitulah kepala ulasan tersebut.
Fomo? Penyakit Blogger? Berbahaya?
Tiga tanda tanya besar membuat saya terus menelusuri kalimat demi kalimat pada postingan konsultan media sosial itu. Jleb, membaca tulisan pembuka saja sudah saya banget. Entah berapa banyak foto-foto di instagram, status facebook, atau di twitter yang isinya tentang prestasi yang saya raih selama ngeblog (#berkahngeblog), ngekuis, atau apapun yang saya dapatkan dari media sosial itu.
Bahkan, saya pernah menyesal tinggal di Banda Aceh karena enggak bisa ikutan event-event blogger yang kerap diselenggarakan di Jakarta. Pernah kepingin resign dari kerjaan sekarang karena enggak bisa lagi jalan-jalan seperti dulu dan upload foto-foto ciamik di media sosial dengan harapan bisa dilike sebanyak-banyaknya oleh para follower dan dianggap sebagai seorang traveler.
“Coba saya tinggal di Jakarta, pasti saya bisa ikutan event A, bisa menang doorprize B, bisa dapat goodie bag C, bisa foto-foto sama artis D lalu upload di media sosial kayak teman-teman blogger lainnya. Atau coba kerjaan saya enggak semonoton sekarang, lebih fleksibel, saya kan bisa jalan-jalan, foto-foto, lalu nulis di blog atau upload di instagram seperti travel blogger yang lagi ngehits itu.” Hahahaha. Ini ungkapan perasaan yang paling jujur.
Pernah juga sebel karena harus kerja seharian sehingga enggak sempat baca timeline teman-teman yang lagi ikutan event atau lomba blog, atau uring-uringan sendiri karena enggak sempat update blog karena putri saya, Naqiya maunya main terus dan enggak mau diajak bobok.
“Duh, Nak. Kalau kamu ikutan bergadang sama Mama, kapan mama bisa update blog. Entar PA dan DA blog mama turun, terus enggak ada lagi yang mau ngajakin kerja sama. Kan lumayan untuk beli popok kamu, Sayang,” ecek-eceknya lagi ngobrol sama Naqiya dan Naqiya yang baru berusia 14 bulan paham lalu dia pun tertidur pulas dan membiarkan emaknya ngeblog. Sayangnya ini hanya diperankan oleh artis, kenyataannya kalau diajak ngobrol seperti itu Naqiya malah angguk-angguk dan geleng-geleng biar enggak ngantuk.
Seringkah saya merasakan hal yang demikian? Tidak. Sesekali saja. Setelah badmood karena enggak sempat update blog, ikutan lomba, dan ngontes lalu saya pun lupa akan perasaan enggak jelas itu. Bahkan saya tetap survive meski tidak boleh memegang ponsel dan terkoneksi dengan teman-teman jagad maya saya selama 40 hari. Cemas karena tidak terkoneksi dengan dunia maya? Tidak juga. Biasa saja.
Lalu apa hubungannya dengan FoMO?
Seperti yang dituliskan oleh Kang Arul, jika kita sering merasakan perasaan yang demikian maka bisa jadi kita mengidap FoMO.
Benarkah? Kebetulan ada suami di samping yang kebetulan sedang merampungkan riset tentang internet addictions dan pernah membaca tentang foMO. Walhasil, jadilah tulisan Kang Arul sebagai bahan diskusi kami.
Apakah FoMO itu?
FoMO adalah singkatan dari fear of missing out. Kalau diterjemahkah ke bahasa sehari-hari, penderita FoMO adalah orang yang takut kehilangan berita, takut telat tahu, cemas kalau orang lain duluan tahu dari dia, dan inginnya update selalu. Biasanya, orang seperti ini tidak bisa jauh-jauh dari objek yang membuat dia menjadi FoMO. Ya, FoMO memang identik dengan smartphone dan sosial networking. FoMO media sosial misalnya, sebentar saja ia tidak mengecek akun facebook, twitter atau instagramnya, maka ia akan merasa cemas dan tidak bersemangat.
Sebenarnya, FoMO luas cakupannya, tidak hanya dialami oleh blogger seperti yang diulas Kang Arul atau pengguna media sosial lainnya, tapi juga kerap menyerang fansboy, baik fansboy artis ataupun fansboy gadget. Nah, tahu sendiri kan yang namanya fans ini, mereka tak pernah ketinggalan berita dari artis idolanya. Kemana artisnya pergi, selalu diikuti, twitternya selalu di update, facebooknya selalu dipelototin, instagramnya selalu dikomentarin, pokoknya sebakian besar waktunya dihabiskan untuk memantau si artis pujaan, tidak boleh kelewatan.
Begitu juga dengan fansboy gadget, yang ngefans dengan merk tertentu, bisa dipastikan kalau dia fanatik dengan merek pujaannya. Seringnya, barang yang sudah dibeli belum tentu dipakai. Pokoknya dia tidak mau tahu,yang penting kalau sudah kumpul sesama fansboy, dialah yang harus paling tau dan paling up to date. Ribet, kan?
Bagaimana dengan blogger yang suka pamer seperti saya? Saya rasa perilaku ini tidak terlalu berhubungan dengan istilah FoMO. Selama si blogger masih bisa sadar dengan apa yang ia lakukan, tidak mengganggu kerjaan utamanya yang lain, tidak terganggu fungsi sosialnya, serta semua yang dia tulis di media masih terkontrol, tidak lebay, dan tidak melawan norma-norma sosial, ya belum tentu bisa dikatakan menderita FoMO, apalagi sampai dianggap gangguan jiwa.
Karena memang FoMO ini bisa dikatakan istilah baru dan sejauh yang saya tahu, belum disebutkan sebagai salah satu jenis gangguan jiwa di DSM, ICD, atau PPDGJ. Jadi, meski gejalanya mirip atau serupa dengan pendetita gangguan kecemasan, sepertinya butuh riset lebih mendalam hingga FoMo ini bisa dianggap gangguan jiwa yang butuh perhatian khusus.
Buat kawan – kawan blogger, selamat bernarsis ria, jangan hiraukan kata mereka, selama kamu dan pembacamu happy, lanjutkan saja narsismu. Eits, narsis itu gangguan jiwa juga ya? Enggak kok, selama narsis itu dalam batas-batas yang wajar dan tidak mengganggu fungsi sosial, kerja, dan waktu luang.
tunis says
Saya termasuk blogger suka pamer gak ya? (Emang ada yg bs dipamerkan???)
mawi wijna says
Lha kalau saya perhatikan blogger yang di Jakarta itu malah kurang jalan-jalan Kak dibandingkan blogger di daerah. Umumnya mereka jalan-jalan kan karena diajak perusahaan sebagai bagian promosi.
Untuk urusan jalan-jalan, tinggal di Aceh bukannya enak ya Kak? Mau ke barat atau ke timur ketemunya pantai. Mungkin kalau Naqiya udah besar bisa lebih fleksibel jadwal jalan-jalannya.
Eh, klo dipikir-pikir, itu orang-orang di Jakarta apa ya FoMO juga ya dengan kejadian-kejadian di Aceh? 😀
Kok rasanya, orang daerah yang cenderung FoMO dengan kejadian-kejadian di Ibukota.
Lidya says
aku pun termasukyang suka pamer ya mbak hehehe, gak masalah kok lanjut aja
Liza Fathia says
Iya, ga fomo kok.
Villa Istana Bunga says
foMo bagus juga gternyata ya Mbak… tapi mudah2an diarahkan energi foMo nya ke arah-arah yang positif… tidak menuju ke gibah ya hehehe… soalnya sekarang sulit dibedakan.. mana berita.. dan mana Gibah hehe…. maaf ya mbak kalo sedikit sara nih…
sekali lagi maaf kalo salah tulis
Kalo Main ke Bandung.. Mampir di tempat kita ya Mbak… Villa Istana Bunga Lembang Bandung…
Salam Sahabat
Villa Istana Bunga
myra anastasia says
nah, saya lebih setuju dengan tulisan ini. Menurut saya FOMO juga gak hanya menjangkiti blogger. Cuma mungkin jadi ramai karena dari judul aja sudah tertulis “Penyakit Blogger”. Dan, gak cuma itu, ketika membaca isinya, saya merasa bisa mengundang banyak pro kontra. Karena seolah-olah yang pamer pasti FOMO. Padahal saya juga gak sependapat dengan itu. Pamer gak selalu FOMO, lah
cputriarty says
Untung saja saya gak terjangkiti Fomo 😀 namun saya tidak menampik ada juga perasaan pengin ikut keglamouran n keasyikkan dunia blogger lain, ikut ina inu xixixi. Namun jika tidak ya gakmasalah sih, wong saya suka ikut2an euforianya. Hahaha
Liza Fathia says
iya mbak tanti… alhamdulillah kita masih sehat yaa
Susindra says
Saya masuk fomo kalo mengacu ke definisi Mas Dosen. Sampai ikut bikin posting tandingan. #halah.
Tapi baca di sini jadi agak adem gitu
Liza Fathia says
Itu definisi sebenarnya mbak susi. Jadi kita ga fomo kan?
Sri Luhur Syastari says
Baru tau ada istilah begitu Kak Liza. Kasian kalo gara-gara salah pengertian jatuhnya menghambat kreativitas ya kak.
Liza Fathia says
Iya ayi… jangan salah pengertian
RohmaFAzha05 says
aku setuju sama artikelnya mbak Liza… ^_^
Liza Fathia says
Terima kasih kak rohma
khairiah says
aku termasuk fomo nggak yaa, jadi fomo bisa menyerang siapa saja yaa nggak mesti bloggger
Liza Fathia says
jarang malah blogger yang fomo kak