Meski hubungan saya dengan suami dipisahkan oleh jarak, satu di Aceh, satu lagi di Berlin, tapi hampir semua kegiatan suami saya ketahui. Aplikasi Telegram cukup membatu kami berkomunikasi, foto-foto kegiatan suami saya, baik waktu di kampus, rumah sakit atau saat sedang diluar hampir selalu dikirim lewat aplikasi ini. Entah kenapa suami saya lebih suka pakai aplikasi ini dibandingkan whatsapp, BBM atau yang lain. “lebih aman, bebas iklan dan gratis” jawabnya suatu kali waktu saya tanya kenapa beliau lebih suka aplikasi berbasis di Berlin ini, saya jadi curiga karena ini made in Berlin kali ya? Hehe.
Nah, karena keseringan berkomunikasi, nama-nama tempat di Berlin, seperti Alexa (Alexanderplatz), Zoo (zoobahnhof), Mitte (nama daerah) atau virschow (nama rumah sakit, kampus charite) jadi cukup familiar di mata saya, begitu juga dengan nama alat tranportasi dalam bahasa Jerman, seperti U-bahn, S-bahn, Tram, atau bus, serta bahnhof, sering di ketik atau di foto suami ketika kita sedang chat. Jadinya Berlin serasa dekat, walau saya belum pernah kesana.
Jika senin hingga jumat suami saya sibuk di kampus/rumah sakit, hari sabtunya beliau main badminton dengan bapak-bapak temannya. Sedangkan hari minggu sore ikut pengajian. Nama pengajiannya juga keren, Al Hisab, “hah? Al hisab? Gak salah tuh namanya?” tanya saya suatu waktu. Setelah mendapatkan penjelasan dari suami, sayapun angguk-angguk, sambil tersenyum sendiri.
Ceritanya, diberikan nama Al-Hisab karena pada awalnya pengajian ini dibentuk oleh bapak-bapak yang merokok, ya perokok kan kalau di plesetkan jadinya ahli hisab atau al hisab, tapi kalau dalam bahasa Arab, artinya kan berbeda. Nah, saat mereka kumpul-kumpul sambil merokok itulah muncul ide untuk membuat pengajian, minimal seminggu sekali. Ya selain untuk menambah ilmu agama, dengan pengajian ini mereka jadi bisa berkumpul, karena di hari biasa semuanya sudah sibuk dengan pekerjaan masing masing. Karena saat itu belum punya tempat yang pas, akhirnya pengajiannya juga pindah dari satu rumah ke rumah lain anggotanya. Karena ngajinya di rumah, jadi selalu ada plus-plus nya, plus diksusi dan plus makan-makan. Tetapi belakangan pengajian ini hampir selalu dilakukan di mesjid Al-Falah, mesjid Indonesia di Berlin.
Pada awalnya, yang ngaji katanya hanya “orang tua” saja, tapi belakangan orang yang baru dianggap tua (karena udah berkeluarga dan punya anak seperti suami saya) juga diajak bergabung. Bahkan beberapa mahasiswa yang masih berstatus mencari pasangan hidup juga belakangan ikut pengajian ini. Karena namanya juga ajang silaturrahmi, pengajiannya tidak seserius biasanya, tetapi lebih santai “malah sangat santai, topiknya tentang thaharah saja bisa diskusi tentang ikan, maklum disitu ada koki yang ahli ikan” jelas suami suatu waktu. Ustaznya juga ditunjuk oleh anggota, tapi dalam prosesnya semuanya kadang jadi ustaz, maklum ini kan bapak-bapak ingin unjuk gigi, hehe.
Ada banyak hal yang saya rasa patut dicontoh dari pengajian bapak-bapak ini. Bahwa sebenarnya sesibuk apapun kita dalam bekerja, ada baiknya kita luangkan waktu dengan keluarga dan teman, seperti dengan pengajian. “ngumpul” dengan cara pengajian juga saya rasa jauh lebih positif dan bermanfaat dibandingkan cara ngumpul ibu-ibu via arisan. Kalau arisan kan gak jauh dari gosip dan membicarakan orang lain; dengan pengajian, kita bisa belajar hal-hal baru, atau setidaknya mengulang lagi ilmu lama yang sudah kita tau sebelumnya. Dan yang paling penting, dari segi kesehatan jiwa, kesempatan bertemu, berbicara, bercerita dan berdiskusi dengan teman seperti ini sudah terbukti membuat keadaan jiwa kita lebih sehat. Tahu kan kalau di psikologi ada dikenal dengan talk-terapi, nah diskusi sambil ngaji ini saya rasa juga jenis talk terapi yang cukup efektiv. Terakhir, meski awalnya dilakukan sambil berkumpul untuk ngerokok, sekarang katanya banyak yang tidak merokok, toh saat ngaji juga diajarkan kalau merokok itu tidak hanya merugikan diri sendiri, tetapi juga lingkungan, keturunan, dan tentunya dompet. Hehe,
Yuk kita ngaji sambil arisan! Eh, jangan ngegosip ya!
lia javier says
Baru tau kalau Fauzi Bowo itu Dubes RI untuk Jerman. Hahaha. Kalau di luar negeri, pengajian-pengajian gini jadi ajang mendekatkan diri sama Allah juga sama temen yang sudah dianggap keluarga ya kak. Selain mereka, siapa lagi?! 🙂
Liza Fathia says
Iya, benar sekali…