Saat menapaki jejak kaki di seputaran jalan Peunayong, Banda Aceh, saya merasakan nuansa yang berbeda di sana. Deretan bangunan toko dan rumah membuat alam bawah sadar seakan-akan berada di negara Cina.Bangunan tua perpaduan antara arsitektur Cina dan Belanda dari abad ke 19 menjadi penanda bahwa Peunayong telah lama ada. Gampong Cina, masyarakat kota Banda Aceh melabelkannya. Kota tua yang terletak empat kilometer dari utara Mesjid Raya Baiturrahman menyimpan mutiara pemikat hati, mutiara yang akan menjadi magnet bagi wisatawan lokal, nasional, dan manca negara.
Kehidupan etnis Cina (keturunan.red) yang menetap di sana tidak ekskulsif,interaksi mereka dengan masyarakat asli Aceh begitu bersahaja. ”Warga keturunan Cina di Banda Aceh sangat ramah dan baik-baik, bahkan mau membantu kehidupan saya,” ujar Fadli Rahmad (34) pekerja di salah satubengkel milik warga keturunan Cina. Dirinya juga mengatakan, orang Cina keturunan di Banda Aceh memiliki kultur budaya yang sangat kuat serta membangun ikatan erat dengan sesamanya.
Edwin Mirfazli says
Well done dek Liza btw jadi ‘ngiri’ nih tulisan ini mendapat Juara II Lomba Menulis Visit Banda Aceh namun mestinya Juara I, btw tetap semangat dan berkarya serta jgn lupa tersenyum…. 🙂
Merwin Tambunan says
Dahulu di peunayong itu ada tiga losmen tetapi dua yang saya ingat namanya yaitu losmen Aceh, Sin Kun Lok yang berlokasi di sekitar Bioskop.
Ada tiga bioskop di Banda Aceh yaitu Garuda, Tum Pang dan Rex kebetulan saya hobi menonton jadi ketiga bioskop itu sering saya kunjungi. Saya juga sering berenang menyeberangi sungai Aceh padahal di sungai itu ada buayanya.
Merwin Tambunan says
Saya pun juga pernah tinggal di jalan peunayong (Depan Kantor Pertanian) selama empat belas tahun sekolah di STM Negeri Ujung Peunayung, Rindu juga ingin melihat Kutaraja (Banda Aceh).