Setiap bertandang ke Banda Aceh dari tempat tinggal saya saat ini di Aceh Barat Daya, saya selalu menyempatkan diri untuk singgah ke Kopelma Darussalam. Berkeliling menelusuri fakultas demi fakultas yang ada di Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) sambil bernostalgia tentang kenangan indah saat masih menjadi mahasiswa di Fakultas Kedokteran di perguruan tinggi (PT) yang merupakan jantung hati rakyat Aceh ini. Banyak perubahan yang saya rasakan pasca 6 tahun meninggalkan bangku kuliah. Perubahan yang menjadi bukti bahwa Unsyiah telah semakin maju dan berkembang.
Beragam berita-berita positif tentang Unsyiah kini hampir selalu menghiasi media masa. Contohnya saja akreditasi Unsyiah yang mencapai rating tertinggi yaitu A dari Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT), pun demikian dengan akreditasi Fakultas Kedokteran tempat saya mengenyam pendidikan sehingga menjadi seorang dokter juga telah berpredikat A. Sebagai alumni saya sangat bangga pernah menuntut ilmu di kampus yang menduduki ranking ke 8 tingkat nasional pada tahun 2015 itu.
Perlu kita ketahui bersama, prestasi gemilang yang diraih oleh Unsyiah bukanlah sesuatu yang instan. Unsyiah telah 55 tahun berdiri dan itu bukanlah waktu yang singkat. Sejak tanggal 2 September 1961 Unsyiah telah berada di altar ilmu pengetahuan dan telah menjadi harapan masyarakat Aceh sebagai tempat dididiknya para generasi penerus bangsa. Seiring berjalan waktu, banyak tantangan yang dihadapi oleh Unsyiah baik di skala lokal, nasional, regional, maupun internasional. Di tingkat regional misalnya, diberlakukannya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) sejak tanggal 31 Desember 2015 telah menjadi tantangan tersendiri bagi Unsyiah untuk menghasilkan lulusan yang bisa bersaing ditingkat ASEAN. Muncul pertanyaan, sanggupkah Unsyiah menciptakan SDM unggul yang mampu bersaing di MEA?
Unsyiah Bisa!
Joseph Stiglitz dalam tulisannya Making Globalization Work mengemukakan bahwa tidak ada satu pun negara yang bisa menghindar dari globalisasi. Konsekuensinya, mau tidak mau setiap negara akan masuk dalam pusaran dinamika dunia, baik dinamika budaya, politik, keamanan, termasuk dalam pusaran ekonomi global.
Diberlakukannya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) telah mengubah kawasan ASEAN menjadi pasar terbuka dan kesatuan yang berbasis produksi; serta mobilitas arus barang, jasa, investasi, modal, dan tenaga kerja akan bergerak bebas. Terdapat 4 pilar yang harus dimiliki MEA: (1) kawasan ekonomi berdaya saing tinggi, (2) pertumbuhan ekonomi yang merata, (3) integrasi ke perekonomian global, (4) menjadikan Asean sebagai pasar tunggal dan kesatuan basis produksi melalui barang dan jasa, investasi, modal dan tenaga kerja terampil (Bappenas 2009).
Demi mendukung arus bebas tenaga kerja dan memfasilitasi pergerakan, maka disusunlah Mutual Recognition Arrangement (MRA) sebagai suatu kesepakatan antar negara Asean dalam beberapa aspek untuk saling menerima dan mengakui adanya perbedaan antar negara dalam hal pendidikan, pelatihan, pengalaman dan persyaratan lisensi untuk para professional yang ingin berpraktik sehingga diperoleh suatu kesetaraan. Aspek tersebut terdiri dari 8 bidang di sektor jasa dan tenaga profesional , yakni tenaga pariwisata, kesehatan (mencakup profesi dokter), keperawatan, akuntansi, teknik, survei, arsitektur, dan perawatan gigi. Unsyiah memiliki program studi yang nantinya dapat menghasilkan lulusan yang mencakup dalam 8 bidang keahlian tersebut, maka Unsyiah juga harus turut bersaing ketat untuk meningkatkan kualitas SDM yang dihasilkannya.
Harapan akan mampunya Unsyiah bersaing di era MEA dengan menghasilkan SDM yang berkualitas bukanlah isapan jempol belaka. Hal ini dibuktikan dengan akreditasi BAN-PT untuk Unsyiah yang telah A dimana selama ini hanya perguruan tinggi di Pulau Jawa yang mendapatkan predikat tersebut. Begitu juga dengan fakultas dan jurusan yang bernaung di bawah universitas ini, banyak yang telah terakreditasi A dan B. Hal ini membuktikan bahwa secara nasional, Unsyiah telah mampu bersaing dengan perguruan tinggi lain di Indonesia. Banyaknya dosen Unsyiah yang mengecap pendidikan di luar negeri juga menjadi nilai tambah khususnya bagi mahasiswa. Pengalaman dan ilmu sang dosen selama mengenyam pendidikan di negeri orang bisa dibagikan kepada mahasiswa sehingga memahami bagaimana karakter bangsa tersebut.
Tingkatkan Hard skills dan Soft skills Mahasiswa
Untuk dapat bersaing secara global, mahahsiswa Unsyiah haruslah memiliki hard skills dan soft skills yang mumpuni. Hard skills merupakan penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, dan keterampilan teknis yang berhubungan dengan bidang ilmunya. Sementara itu, soft skills adalah keterampilan seseorang dalam berhubungan dengan orang lain (interpersonal skills) dan keterampilan dalam mengatur dirinya sendiri (intrapersonal skills) yang mampu mengembangkan unjuk kerja secara maksimal (Dennis E. Coates, 2006).
Pentingnya soft skills bagi mahasiswaSelama ini banyak mahasiswa beranggapan bahwa tujuan kuliah adalah untuk mendapatkan IPK yang tinggi dan berharap dengan IPK yang tinggi akan mudah mendapatkan pekerjaan. Tetapi faktanya, seseorang yang hanya berorientasi mengejar prestasi akademik justru menggiring seorang mahasiswa pada satu pemikiran linier. Dalam persaingan dunia kerja soft skills yang dimiliki sarjana lebih diprioritaskan dari pada hard skillsnya.
Tenaga kerja yang memiliki kecerdasan emosional (Emotional Quatient) sangat mendukung pemenuhan kebutuhan tersebut disamping kecerdasan intelektual. Berdasar survey Nasional Assosiation of Colleges and Employers USA (2002) terhadap 457 pimpinan perusahaan menyatakan bahwa Indeks Kumulatif Prestasi (IPK) bukan hal yang penting dalam dunia kerja. Yang lebih penting adalah sotfskill di antaranya kemampuan komunikasi, kejujuran, kerjasama, motivasi, kemampuan beradaptasi dan kemampuan interpersonal dengan orientasi nilai pada kinerja yang efektif.
Oleh karena itu, dalam mempersiapkan calon lulusan yang memiliki daya saing yang tinggi dalam menghadapi MEA, Unsyiah tidak tinggal diam. Perguruan Tinggi kebanggan rakyat Aceh telah membekali para mahasiswa tidak hanya pada bidang hard skills tetapi juga memfasilitasi beragam kegiatan yang menunjang soft skills mereka.
Contohnya adalah dukungan Unsyiah dalam memfasilitasi kegiatan Pekan Kreativitas Mahasiswa (PKM). Pada tahun 2016 ini, sebanyak 59 proposal mahasiswa dari total 500 yang ikut seleksi yang diberikan modal kreativitas oleh Unsyiah. Hasil kreativitas mahasiswa dalam ajang ini juga sangat membanggakan. Ada sekelompok mahasiswa Unsyiah yang berhasil menciptakan teknologi budidaya jamur modern. Bahan budidaya jamur tersebut berasal dari jerami dan daun pisang (Baca : Mahasiswa Unsyiah Ciptakan Budidaya Jamur Modern). Ada juga mahasiswa yang bisa menghasilkan bioethanol gel dari bahan-bahan yang bisa kita jumpai sehari-hari seperti jagung, ubi, dan bahan makanan lain yang menggandung gula. Dari hasil penelitian mereka, bioetanol gel ini ternyata bisa menggantikan minyak tanah (Baca: Mahasiswa Unsyiah Tawarkan Pengganti Minyak Tanah). Selain dua contoh tersebut, masih banyak lagi kegiatan soft skills mahasiswa Unsyiah yang bisa menjadi bekal bagi mereka untuk bersaing di MEA.
Bersama Membangun Unsyiah
Tantangan menghadapi MEA bukanlah sesuatu yang mudah. Rektor Unsyiah, Prof. Dr. Ir. Samsul Rizal, M.Eng ketika melantik 6 pejabat baru di lingkung Unsyiah (3/3/16) mengakui bahwa tantangan Unsyiah ke depan semakin besar salah satunya adalah dengan diberlakukannya MEA. Tetapi Unsyiah tidak memiliki pilihan lain selain ikut berkecimplung dalam persaingan global ini dengan spirit dan jiwa para Pahlawan Aceh.
Oleh karena itu, untuk menggapai mahkota impiannya, Unsyiah tidak bisa berlari sendiri. Dibutuhkan sokongan bari berbagai pihak termasuk para alumni untuk membangun Unsyiah. Seperti yang kita ketahui bersama, alumni berkewajiban memenuhi tribakti alumni yaitu bakti terhadap alamamater, bakti kepada masyarakat Indonesia, dan bakti kepada keluarga besar alumni.. Oleh karena itu, alumni Unsyiah pun tidak tinggal diam. Banyak kegiatan yang mendapatkan perhatian penuh dari para alumni. Contohnya adalah kegiatan bakti sosial mahasiswa di tengah masyarakat. Kehadiran alumni, tentu sangat membantu para mahasiswa dan juga dapat menjadi contoh bagi mereka tentang bagaimana cara mengaplikasikan ilmu yang diperoleh di bangku kuliah ke tengah-tengah masyarakat.
Alumni Unsyiah bersama mahasiswa dalam acara bakti sosial (sumber foto; iaku.unsyiah.ac.id)Selain itu, sebagai salah satu wujud dari bakti kepada masyarakat Indonesia, alumnus Unsyiah kerap mengagendakan berbagai kegiatan seperti yang dilakukan oleh Ikatan Alumni Kedokteran Unsyiah (IAKU) baru-baru ini. Ikatan alumni yang berdiri sejak 1994 dan telah menampung 2.851 alumnus telah mencanangkan desa binaan di Desa Blangtingkeum Kemukiman Lamteuba Kecamatan Seulimum Kabupaten Aceh Besar. Lewat desa binaan ini, para dokter alumni Unsyiah akan berperan aktif dalam membangun desa khususnya di bidang kesehatan. Tentunya, kegiatan positif tersebut akan menjadi nilai tambah bagi Unsyiah sendiri di mata masyarakat.
Pencanangan desa binaan Ikatan Alumni Kedokteran Unsyiah (IAKU) (sumber foto: iaku.unsyiah.ac.id)Penutup
Unsyiah bukan hanya milik mereka yang mengenyam pendidikan atau bekerja di dalamnya saja. Unsyiah adalah Jantung Hati Rakyat Aceh. Di dalamnya, terdapat ribuan generasi penerus Aceh yang dididik untuk menjadi pribadi yang berguna bagi nusa dan bangsa. Sudah saatnya seluruh elemen masyarakat Aceh bersinergi membangun Unsyiah dalam menghadapi MEA dan menuju World Class University.
Tulisan ini diikut sertakan dalam Lomba Blog Unsyiah
rita asmaraningsih says
Semoga sukses ya Mba lomba bloggingnya…
Liza Fathia says
trims mba rita
Irawati Hamid says
good luck buat lombanya yah Mba Liza 🙂
sukses juga buat UNSYIAH 🙂
rahmataulia says
Agak berat ya kak pmbahsannya.
Pujiaman says
Good luck,,,
semoga sukses terus mbak ya..
Tuty Queen says
Sukses untuk UNSYIAH..
Liza Fathia says
iya mbak nurul…
Liza Fathia says
amiin. semangat untuk unsyiah